.
A
BUNCH OF ROSES
15
tahun yang lalu…
Tiga hal telah terjadi. Pertemuan,
Jatuh Cinta dan Perpisahan.
“Ravi.”
“Alisa.”
Aku
dan Ravi berkenalan di taman yang banyak bunganya. Saat itu, kami masih balita.
Kenapa aku ingat? Karena Ravi cinta pertamaku. Takkan pernah ku lupakan seumur
hidup.
“Kamu
suka bunga juga?”
“Iya.”
Ravi
memetik sebuah bunga dengan tangan mungilnya, lalu diberikan padaku.
“Ini.”
Katanya.
“Terima
kasih.”
Dia
mencium pipi kiriku dan berlari pergi. Aku terpukau, melongo campur
kebingungan. Ravi berani melakukan itu padahal kita baru bertemu. Hal romantis
satu-satunya yang ku sebut ‘Precious Moment’.
Beberapa
hari kemudian. Aku tak melihat Ravi berada di taman lagi. Seharian aku
menunggunya, berharap dia akan datang dan mau menjelaskan perbuatannya yang
kemarin-kemarin. Tiba-tiba, sebuah batu kecil yang sengaja dilempar seseorang
itu mengenai kepalaku. Sedikit sakit tapi tidak apa-apa.
“Aduh.”
Aku mengeluh dan tersenyum lebar ketika tahu siapa pelakunya. Ravi.
Dia
mengajakku untuk ikut kemana dia pergi. Kami lari-larian di sepanjang jalan. Tak
lama, kami sampai di sebuah rumah yang cukup luas. Disana ada sekeluarga yang
hendak berpergian jauh. Mereka bawa banyak barang dan terlihat kerepotan. Ravi dituntun
salah seorang Ibu, Ya, itu Ibunya. Mobil mereka melaju kencang. Aku mematung tak
sanggup berkata apapun. Tidak pernah aku rasakan perasaan seperti saat itu. Ketika
mobilnya tak tampak lagi. Baru ku sadari, Ravi telah meninggalkanku.
Kini…
Aku
beranjak dewasa. Usiaku sudah 20 tahun. Di kampus, aku terkenal sebagai
perempuan paling aneh se-fakultas seni. Karena hobby mengkhayal dan berangan-angan
dengan kualitas imajinasi tertinggi yang aku punya. Segala puisi, cerpen,
novel-novel dan artikel yang ku buat semuanya untuk Ravi. Ravi Luvian, penyanyi
paling bersinar keartisannya di tahun 2012.
“Ya.
Aku akan berdiri disana, di sampingmu. Dengan seikat bunga dan menyanyikan lagu
kita. Aku janji.” Satu impian yang sangat ingin aku capai.
Nadha,
sahabatku, dia tahu semua. Masa laluku dan Ravi. Meski aku bisa menemuinya
langsung dan katakan aku ‘Alisa’, aku yakin Ravi masih mengingatku. 15 tahun
bukan waktu yang mudah untuk membuang begitu saja kenangan kecil kita.
Setiap
hari aku mengirimkan Ravi seikat bunga ke Apartementnya di bilangan Jakarta
Pusat. Beberapa kesempatan menghampiriku dan selesai Ravi tampil di panggung,
aku juga menitipkan seikat bunga ke siapapun yang aku rasa dekat dengannya. Belum
ada kabar baik sampai saat ini. Tetap biasa saja.
Masih ingatkah denganku?
Seikat bunga dan ciuman di pipiku itu.
Aku ‘Alisa’ Ravi.
Alisa yang tumbuh, besar dan hidup penuh
dengan impian.
Impian menemuimu lagi dan melanjutkan
kisah kita.
Gubrakkk!
Aku menabrak seorang bapak tua yang masih lincah dan merasa muda. Aku tahu itu
dari sikapnya menanggapi permohonan maafku. Beliau melihat seikat bunga yang ku
bawa.
“Kenapa
kamu seperti mengumpat? Mau bertemu Ravi? Iya? Ayo, saya bisa ajak kamu masuk
ke ruangannya.”
“Eng-ngak
pak. Saya cuma lagi lewat aja.” Jawabku ragu.
Bisa
ada di depan ruang persembunyiannya saja aku sudah bersyukur. Dan belum saatnya
untukku menampakkan diri di hadapannya. Ini caraku, aku memperlakukan Ravi
dengan sangat istimewa dan berbeda.
“Permisi
pak.”
Aku
pergi terburu-buru. Bungaku jatuh dan aku tak sadar. Ketika di dalam taksi, aku
baru tahu kalau bungaku hilang.
Berminggu-minggu,
aku melakukan hal yang sama secara rutin. Nadha menyebutku ‘Pengagum Rahasinya
Ravi’. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Yang pasti, Ravi cinta pertamaku dan
sampai sekarang dia masih merajai itu.
Secret Admirrer. Not.
Oh this… First sight love.
Bunga-bunga
dariku, puisi-puisi dan beberapa cerpen, tergeletak rapi dan cantik di meja
kamar Ravi. Semua itu tanpa nama pengirim dan tidak ada jejak sedikitpun untuk
mengetahui siapa pengirimnya. Tapi Ravi tahu jelas meski masih belum yakin dan
kurang percaya.
“Apa
itu Alisa? Semua ini darinya. Ah, tidak mungkin. Aku yang meninggalkannya. Dia tidak
akan pernah mengingatku lagi.”
Hari
yang ditunggu-tunggu telah datang. Sebuah konser pencarian bakat untuk menjadi
teman duet Ravi Luvian segera dimulai. Sebelumnya sudah diadakan audisi dan Aku
salah satu finalis yang berhasil masuk ke babak final. Awalnya tidak menyangka
kalau aku akan lolos. Dengan dukungan dan semangat penuh dari Nadha, Aku
percaya diri dan selalu menampilkan yang terbaik. Aku bersaing dengan 9 finalis
lainnya. Aku satu-satunya finalis yang berjilbab dan benar-benar menjadi diriku
sendiri, sangat sederhana, apa adanya.
Persembahan
pertama, Ravi Luvian menyanyikan lagu yang bertemakan jodoh. Lalu penampilan
masing-masing finalis. Aku yang terakhir. Dan… semua terkagum-kagum mendengar
suaraku yang berciri khas. Penampilanku bernyanyi sambil membawa seikat bunga
yang ku peluk lembut, menjadi nilai plus dari juri. Lagu tentang penantian
seseorang pada kekasihnya yang diyakini mencintainya sepenuh hati dan mereka
akan menyatu setelah mereka bebas dari segala ujian dalam hubungan mereka. Aku menjadi
pemenang. Satu hal yang paling berkesan, Ravi memelukku saat aku berikan seikat
bunga itu.
“Aku
gak nyangka kamu ada disini.”
“Aku
pernah berjanji. Kita akan bertemu dengan caraku.”
“Thank
you Alisa, thank you for all you’ve done. I miss you so much.”
Nadha
tersenyum bahagia menyaksikan sahabatnya berada di tempat seharusnya.
Seikat
bunga yang memberiku kekuatan sampai bisa menemukan cinta pertamaku lagi. Seikat
bunga yang pertama kali Ravi persembahkan untukku. Ciuman di pipi dan
perpisahan yang tidak sopan. Aku telah berjuang, dari sembunyi-sembunyi mengirimkan
seikat bunga, datang ke konser, ikut audisi sampai akhirnya akulah cinta yang
Ravi cari selama ini, aku muncul dengan masa kecil kita. Ini untukmu dan aku apresiasi atas apa yang
telah kamu capai. Alisa dan Ravi. SEKIAN.