Rabu, 30 Oktober 2013

Afgansyah Reza - SABAR #SabarGan Cerpen 11



.
A BUNCH OF ROSES



15 tahun yang lalu…

Tiga hal telah terjadi. Pertemuan, Jatuh Cinta dan Perpisahan.

“Ravi.”

“Alisa.”

Aku dan Ravi berkenalan di taman yang banyak bunganya. Saat itu, kami masih balita. Kenapa aku ingat? Karena Ravi cinta pertamaku. Takkan pernah ku lupakan seumur hidup.

“Kamu suka bunga juga?”

“Iya.”

Ravi memetik sebuah bunga dengan tangan mungilnya, lalu diberikan padaku.

“Ini.” Katanya.

“Terima kasih.”

Dia mencium pipi kiriku dan berlari pergi. Aku terpukau, melongo campur kebingungan. Ravi berani melakukan itu padahal kita baru bertemu. Hal romantis satu-satunya yang ku sebut ‘Precious Moment’.

Beberapa hari kemudian. Aku tak melihat Ravi berada di taman lagi. Seharian aku menunggunya, berharap dia akan datang dan mau menjelaskan perbuatannya yang kemarin-kemarin. Tiba-tiba, sebuah batu kecil yang sengaja dilempar seseorang itu mengenai kepalaku. Sedikit sakit tapi tidak apa-apa.

“Aduh.” Aku mengeluh dan tersenyum lebar ketika tahu siapa pelakunya. Ravi.

Dia mengajakku untuk ikut kemana dia pergi. Kami lari-larian di sepanjang jalan. Tak lama, kami sampai di sebuah rumah yang cukup luas. Disana ada sekeluarga yang hendak berpergian jauh. Mereka bawa banyak barang dan terlihat kerepotan. Ravi dituntun salah seorang Ibu, Ya, itu Ibunya. Mobil mereka melaju kencang. Aku mematung tak sanggup berkata apapun. Tidak pernah aku rasakan perasaan seperti saat itu. Ketika mobilnya tak tampak lagi. Baru ku sadari, Ravi telah meninggalkanku.

Kini…

Aku beranjak dewasa. Usiaku sudah 20 tahun. Di kampus, aku terkenal sebagai perempuan paling aneh se-fakultas seni. Karena hobby mengkhayal dan berangan-angan dengan kualitas imajinasi tertinggi yang aku punya. Segala puisi, cerpen, novel-novel dan artikel yang ku buat semuanya untuk Ravi. Ravi Luvian, penyanyi paling bersinar keartisannya di tahun 2012.

“Ya. Aku akan berdiri disana, di sampingmu. Dengan seikat bunga dan menyanyikan lagu kita. Aku janji.” Satu impian yang sangat ingin aku capai.

Nadha, sahabatku, dia tahu semua. Masa laluku dan Ravi. Meski aku bisa menemuinya langsung dan katakan aku ‘Alisa’, aku yakin Ravi masih mengingatku. 15 tahun bukan waktu yang mudah untuk membuang begitu saja kenangan kecil kita.

Setiap hari aku mengirimkan Ravi seikat bunga ke Apartementnya di bilangan Jakarta Pusat. Beberapa kesempatan menghampiriku dan selesai Ravi tampil di panggung, aku juga menitipkan seikat bunga ke siapapun yang aku rasa dekat dengannya. Belum ada kabar baik sampai saat ini. Tetap biasa saja.

Masih ingatkah denganku?

Seikat bunga dan ciuman di pipiku itu.

Aku ‘Alisa’ Ravi.

Alisa yang tumbuh, besar dan hidup penuh dengan impian.

Impian menemuimu lagi dan melanjutkan kisah kita.

Gubrakkk! Aku menabrak seorang bapak tua yang masih lincah dan merasa muda. Aku tahu itu dari sikapnya menanggapi permohonan maafku. Beliau melihat seikat bunga yang ku bawa.

“Kenapa kamu seperti mengumpat? Mau bertemu Ravi? Iya? Ayo, saya bisa ajak kamu masuk ke ruangannya.”

“Eng-ngak pak. Saya cuma lagi lewat aja.” Jawabku ragu.

Bisa ada di depan ruang persembunyiannya saja aku sudah bersyukur. Dan belum saatnya untukku menampakkan diri di hadapannya. Ini caraku, aku memperlakukan Ravi dengan sangat istimewa dan berbeda.

“Permisi pak.”

Aku pergi terburu-buru. Bungaku jatuh dan aku tak sadar. Ketika di dalam taksi, aku baru tahu kalau bungaku hilang.

Berminggu-minggu, aku melakukan hal yang sama secara rutin. Nadha menyebutku ‘Pengagum Rahasinya Ravi’. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Yang pasti, Ravi cinta pertamaku dan sampai sekarang dia masih merajai itu.

Secret Admirrer. Not.

Oh this… First sight love.

Bunga-bunga dariku, puisi-puisi dan beberapa cerpen, tergeletak rapi dan cantik di meja kamar Ravi. Semua itu tanpa nama pengirim dan tidak ada jejak sedikitpun untuk mengetahui siapa pengirimnya. Tapi Ravi tahu jelas meski masih belum yakin dan kurang percaya.

“Apa itu Alisa? Semua ini darinya. Ah, tidak mungkin. Aku yang meninggalkannya. Dia tidak akan pernah mengingatku lagi.”

Hari yang ditunggu-tunggu telah datang. Sebuah konser pencarian bakat untuk menjadi teman duet Ravi Luvian segera dimulai. Sebelumnya sudah diadakan audisi dan Aku salah satu finalis yang berhasil masuk ke babak final. Awalnya tidak menyangka kalau aku akan lolos. Dengan dukungan dan semangat penuh dari Nadha, Aku percaya diri dan selalu menampilkan yang terbaik. Aku bersaing dengan 9 finalis lainnya. Aku satu-satunya finalis yang berjilbab dan benar-benar menjadi diriku sendiri, sangat sederhana, apa adanya.

Persembahan pertama, Ravi Luvian menyanyikan lagu yang bertemakan jodoh. Lalu penampilan masing-masing finalis. Aku yang terakhir. Dan… semua terkagum-kagum mendengar suaraku yang berciri khas. Penampilanku bernyanyi sambil membawa seikat bunga yang ku peluk lembut, menjadi nilai plus dari juri. Lagu tentang penantian seseorang pada kekasihnya yang diyakini mencintainya sepenuh hati dan mereka akan menyatu setelah mereka bebas dari segala ujian dalam hubungan mereka. Aku menjadi pemenang. Satu hal yang paling berkesan, Ravi memelukku saat aku berikan seikat bunga itu.

“Aku gak nyangka kamu ada disini.”

“Aku pernah berjanji. Kita akan bertemu dengan caraku.”

“Thank you Alisa, thank you for all you’ve done. I miss you so much.”

Nadha tersenyum bahagia menyaksikan sahabatnya berada di tempat seharusnya.

Seikat bunga yang memberiku kekuatan sampai bisa menemukan cinta pertamaku lagi. Seikat bunga yang pertama kali Ravi persembahkan untukku. Ciuman di pipi dan perpisahan yang tidak sopan. Aku telah berjuang, dari sembunyi-sembunyi mengirimkan seikat bunga, datang ke konser, ikut audisi sampai akhirnya akulah cinta yang Ravi cari selama ini, aku muncul dengan masa kecil kita.  Ini untukmu dan aku apresiasi atas apa yang telah kamu capai. Alisa dan Ravi. SEKIAN.