Sajak Kecil Untuk TUHAN
by Kirana Kejora
Ku sakit apa ibu?
Sering dulu ku bertanya pada ibu
Jawabannya hanya senyum penuh cinta
Kamu akan baik-baik saja sayang
Seperti embun kata-katanya
Selembut sutera nadanya
Sakitku bukan sakitku
Ku tahu KAU beri aku waktu
Menyembuhkan jiwa untuk kembalikan kesempurnaan raga
Aku yakin bisa!
Aku bisa!
Terima kasih TUHAN
Begitu besar cinta yang kurasa
Tak akan ada lagi lara
Karena aku percaya KAU kan selalu jaga aliran darah dan pikiranku
Jakarta, akhir Januari 2011
Puisi hati untuk laskar Bintang Kejora, anak-anak pengidap kanker yang
senantiasa dalam cinta kasih Sang Raja Manusia...TUHAN!
Hei Nay
By: Handoko F Zainsam
Hey Nay
—Senyum yang Tiap Mata
Menjatuhkan Airmatanya
Hei Nay
Ke mana kau simpan senyum
yang kerap membuat tiap mata
menjatuhkan airmatanya
—bukankah kau telah mengikhlaskan
senyum itu bersenyawa dengan udara?
Dan siapapun bisa merebut hirupnya
Sebisa luka itukah mematikannya
Hei Nay
Tidaklah sesia waktu
Saat hatimu bersikeras
Menderaskan wajah lelaki
Yang menguras bening airmatamu
Dan setengahnya, kebencian yang lahir
Dari kegamangan rasa
Hei Nay
Di detik perlintasan waktu tunggu
Kau masih saja memunguti butiran embun
Dan berkaca pada beningnya
Bergegeslah kau
sebelum matahari mengambilnya
dan kau hanya menemukan sisa sia
pada ilalang yang telah muram
Senja sebentar lagi tiba, Nie
Tepat saat semburat merah tumpah di horizon barat
Dan kau akan kembali terdera
Kerinduan tanpa selesaian
Atas sulaman cinta di waktu malam
Yang kerap membuatmu tersiksa
: Akan perjumpaan
Seberat batukah batin bertanya
Pada asal yang telah melahirkan
Hei Nay
Aku kabarkan padamu
Akulah burung yang akan pulang ke sarang
Saat senja telah rubuh di ujung mata
Maha Cinta! Maha Cinta, Nay!
Aku tak lagi membutuhkan segala
Karena dia ada di tiap segala
Dia yang menjadi ada dalam tiap hela
Dan Dia yang menjadi abadi dalam tiap harap
Dia Nie! Bukan aku atau kamu!
Atau malah kita?
Meski Dia ada di kamu dan di aku
Dan lebih kuat di kita
Tapi Dia tetap tak membutuhkan
ku atau kamu
karena Dia Abadi adanya
Hei Nay
Aku ronce aksaraku untukNya padamu
agar kau mengerti betapa aku bukan sesiapa
karena adanya sesiapa itu adalah milikNya
dan adamu bukan sekadar untukku
karena Dia yang lebih berhak atas segala
Hei Nay
Kini tak pantas lagi kau simpan senyum
yang kerap membuat tiap mata
menjatuhkan airmatanya
—biarkanlah senyummu
tetap bersenyawa dengan udara
dan siapapun bisa memilikinya
Jakarta, 12 Juli 2010