Jumat, 25 Oktober 2013

Afgansyah Reza - SABAR #SabarGan Cerpen 10



SABARLAH CINTAKU
Email masuk dari Safaa. Dirga langsung membacanya.

(Malam ini pertunanganku dengan Ardo. Dirga, aku harap kamu kembali sebelum aku benar-benar menjadi miliknya. Please.)

Dirga menangis selayaknya laki-laki yang sedih karena kekasihnya akan bertunangan dengan orang lain. Jarak antara Boston dan Jakarta itu tidak dekat. Mau nekad pulang sekarang pun tidak bisa. Harus tunggu besok. Sebuah pesta telah membakar perasaan Safaa. Pertunangan terpaksanya dengan Ardo tidak mungkin dicegah atau dibatalkan karena orang tua Safaa terlanjur terlibat proyek besar yang harus mengorbankan Safaa sebagai imbalannya.

Ardo bukan laki-laki yang baik. Dia mudah marah dan kasar. Di depan orang tua, keluarga atau sahabat, Ardo memperlakukan Safaa dengan lembut dan sangat manis. Tapi di belakang, Safaa seperti boneka yang bisa dimainkan sesuka hatinya, dipeluk, dicium, dilempar, dibuang bahkan dirusak. Meskipun sengsara dan menderita, Safaa tidak menceritakan dukanya itu pada Dirga. Yang Dirga tahu hanya keterpaksaan Safaa untuk mau dijodohkan dengan Ardo.

Di Massachussets Institude of Technology (Boston, AS), Dirga berkuliah. Suaranya yang berciri khas, bagus dan punya karakter membuatnya diterima baik sebagai Penyanyi disana. Kabarnya, Dirga sudah memiliki album dan akan dirilis resmi di Jakarta, Indonesia. Inspirasinya adalah IBU dan Safaa. Lagu-lagunya kaya tentang perempuan. Kecintaannya pada IBU dan rasa sayangnya yang penuh pada Safaa ternyata sangat memotivasinya dalam menjalani hidup. Terlebih soal kisah cintanya dengan Safaa yang tidak direstui orang tua Safaa. Dirga selalu berusaha dan berdoa, kelak Safaa akan menjadi miliknya seutuhnya.

“Sekarang kamu milik aku. Aku gak mau lihat kamu deket-deket sama cowok lain lagi. Ingat, kalau kamu berani tebar pesona atau kecentilan, aku bisa bunuh kamu.” Tegas Ardo pada Safaa di pojok ruangan setelah acara pertunangan.

“Do. Aku gak tebar pesona, aku gak kecentilan.”

“Gak perlu ngebela. Aku mau kamu rapi-rapi jaga diri kamu dan jangan pernah bikin aku kecewa. Okey.”

Ardo ingin mencium Pipi Safaa tapi Safaa buang muka. Ardo sadar kalau Safaa tidak menyukainya dan Safaa sudah memiliki pacar saat akan dijodohkan dengannya. Tapi Ardo tidak peduli. Dia tetap ingin memiliki Safaa dan menjauhinya dari Dirga.

“Dirga. Please cepat pulang.” Safaa menangis.

Beberapa hari kemudian. Di rumah tidak ada orang, Safaa sendirian. Ardo datang dan minta dibuatkan kopi panas. Safaa menyediakannya, saat ingin diberikan, segelas kopi itu tumpah membasahi tangan Safaa. Ardo sengaja menyenggolnya.

“Huh sorry.” Kata Ardo.

“Kamu sengaja ya?” Tanya Safaa mulai kesal dan tak sabar.

“Eh aku gak sengaja.” Jawab Ardo lebih kesal.

“Bohong.” Tegas Safaa.

Ardo memegang lengan Safaa dengan keras. Safaa kesakitan.

“Jangan pernah bilang kalau aku bohong. Ngerti.”

“Sakit do. Lepasin.”

Lalu Ardo pergi. Safaa bergegas ke westafle, mencuci kedua tangannya yang sudah memerah. Beruntung kopi itu tidak jadi diseduh dengan air panas yang baru masak. Safaa pakai air panas yang sudah dari pagi. Tidak terlalu mengerikan untuknya.

Safaa melihat jam dinding yang ada di dapur. Pukul 14.00, Dirga sudah istirahat. Saatnya cek email balasan dari Dirga.

(Sabar sayang. Aku pulang minggu depan. Kamu baik-baik ya disana. Kalau Ardo macam-macam sama kamu, tolong kasih tahu dan cerita sama aku. I miss you dear.)

Air mata Safaa tak bisa berhenti, bahkan semakin deras. Seminggu sama dengan setahun kalau ada Ardo. Setelah diceburkan ke kolam renang, ditinggal di pinggir jalan, didorong sampai jatuh, dicekik hampir dibunuh, baru saja diguyur kopi panas, nanti apalagi?

“Aku baik-baik aja Dirga. Aku gak apa-apa. Kamu yang semangat ya disana, jaga kesehatan. Miss you sayaaang.” Balasan terkirim.

Keesokan harinya.

“Tangan kamu kenapa sayang?” Tanya Ibu.

Kamar Safaa masih penuh dengan nuansa hubungannya dengan Dirga. Boneka-boneka, puisi, surat cinta, frame, foto-foto, jam dinding, langit-langit dengan bintang dan bulan, semua ulah Dirga.

“Gak papa ma. Kemarin gatal-gatal.” Jawab Safaa ragu.

“Ini kok kayak kena air panas?” Ibu curiga.

Bel berbunyi. Itu pasti Ardo. Safaa ketakutan dan berusaha menghindar.

“Bu, kalau itu Ardo, bilang aku lagi tidur ya. Please bu.”

“Kenapa? Kamu kan ada janji makan siang di luar sama dia.”

“Aku ngantuk bu. Please bu, bilang kalau aku ketiduran.”

“I-iya sayang.”

Safaa pura-pura tidur. Ibu menemui Ardo.

“Nak Ardo.”

“Ibu.” Ardo mencium tangan Ibu.

“Safaanya baru aja tidur do. Kayaknya gak bisa ikut makan siang.”

“Oh gitu. Sebentar.”

Ardo menghampiri orang tuanya di mobil.

“Bu Lisa, ayo gak apa-apa kalau Safaa gak ikut makan siang. Kita saja.” Teriak Ibu Rahma, Ibunya Ardo.

“Iya bu. Ardo tunggu di dalem aja sampe Safaa bangun.”

“Bener nak Ardo?”

“Iya bu. Ibu pergi aja sama Papa sama Mama.”

“Oke kalau gitu. Titip Safaa ya nak. Ibu pergi.”

“Iya.”

Mereka pergi. Ardo punya rencana jahat lagi. Menyelinap masuk ke kamar dan tahu kalau Safaa membohonginya.

“Heh. Bangun kamu. Pura-pura tidur lagi. Aku gak suka.” Teriak Ardo.

Melihat sebuah frame foto Safaa dan Dirga berdua, Ardo mengambilnya dengan muak.

“Atau aku banting foto ini dan semua barang-barang disini.” Ancamnya.

Safaa langsung bangkit dan berusaha merebut foto di tangan Ardo.

“Jangan do. Jangan dibanting.”

“Hoo bener ya kamu pura-pura tidur. Dasar pembohong.”

Retak kaca bingkai itu. Hancur dilempar Ardo.

Di asrama. Dirga sedang membuat lagu. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Dia mengambil handphone dan menelepon Safaa. Beberapa kali tidak bisa, keempat kalinya bisa. Handphone Safaa ada di atas tempat tidur. My Boyfriend memanggil. Ardo menyekap Safaa.

“My Boyfriend.” Ucap Ardo.

Safaa ingin meraih handphonenya tapi tidak sampai. Ardo memeluknya erat sampai sesak.

“Coba ambil kalau bisa.”

“Ardo lepas do. Jangan jahat sama aku. Udah cukup.”

“Cukup kamu bilang? Asal kamu tahu ya, aku yang seharusnya minta kamu untuk cukup, sudahi urusan kamu dan cowok itu. Kamu kan tunangan aku dan calon isteri aku nanti. Aku gak mau tahu, kamu gak boleh berhubungan lagi sama dia. Okey.”

Safaa terlempar. Ardo membanting handphone Safaa dan Dirga khawatir karena panggilannya mendadak mati.

“Ardo.” Safaa kesal, marah, sedih, menyaksikan handphonenya sudah hancur dan rusak.

Ardo menarik rambut Safaa dengan kuat.

“Kenapa? Sedih ya gak bisa angkat telepon pacarnya? Kasihan.”

“Kamu jahat Ardo. Aku benci sama kamu.”

“Ohya, terus kamu bisa apa? Bisa lihat Papa kamu tidak punya pekerjaan? Perusahaannya aku rebut lagi atau rumah kamu yang aku sita. Pilih mana Safaa sayang?”

Entah penyiksaan apalagi yang terjadi saat itu. Ini sudah seminggu, Dirga belum juga muncul. Safaa membuka email dan membaca pesan.

(Aku pulang sayang. Jam 07 malam aku jemput ya. See you my lovely.)

Lirik jam dinding di kamar. Sudah lewat satu jam. Safaa segera meluncur ke pintu gerbang di depan rumahnya. Seseorang ada disana. Berdiri tegak dengan seikat bunga di tangan. Safaa memeluknya penuh kerinduan.

“Dirgaaa. Aku kangen banget sama kamu.”

Air mata yang menetes di pipi Safaa membuat Dirga merasa ada sesuatu yang telah terjadi. Bukan karena kerinduan Safaa padanya.

“Hey, sayang, kamu kenapa?”

“Aku gak apa-apa.”

“Kamu jangan bohong. Kamu nangis. Aku gak suka.”

“Aku kangen sama kamu.”

“Selain itu?”

“Gak ada.”

Safaa terus memeluk Dirga sampai lega di hatinya mulai lapang.

Besoknya. Dirga ke rumah Safaa tapi diusir orang tuanya. Kedua kali, diusir juga. Ketiga kalinya, Dirga menculik Safaa dan ketahuan. Orang tua Safaa berniat melaporkan Dirga ke polisi tapi Safaa mencegah sebisanya. Sebuah syarat diajukan, Dirga harus menjauhi Safaa karena Safaa akan menikah dengan Ardo bulan depan. Safaa menyetujuinya asal Dirga tidak dipenjarakan.

Beberapa hari sebelum hari pernikahan Safaa dan Ardo, Dirga menemui Safaa diam-diam di kantornya.

“Dirga. Kamu ngapain kesini? Disini ada Ayah sama Ardo. Kalau kamu ketahuan nanti kamu bisa kena marah.”

“Aku gak mau kamu nikah sama Ardo.”

“Aku juga gak mau.”

“Aku sayang sama kamu.”

Safaa memeluk Ardo lalu mengajaknya keluar dan mereka bicara berdua di atap gedung. Senja tampak lebih indah. Karena senja tahu ada dua orang yang saling mencintai. Dirge menyanyikan sebuah lagu yang dibuat khusus untuk Safaa.
Sabar
Sabarlah cintaku
Hanya sementara kau harus dengannya
Kau harus bersamanya kini

Sabar
Sabarlah cintaku
Takkan selamanya
Karena sebenarnya kau tahu sesungguhnya aku

Aku yang paling kau cinta
Aku yang paling kau mau
Rahasiakan aku sedalam-dalamnya cintamu

Aku yang pasti kau cinta
Aku yang pasti kau mau
Selamanya dihidupmu
Aku kekasihmu

Safaa bersandar di bahu Dirga. Damai dan nyaman sekali. Perasaannya jauh lebih tenang dibandingkan saat bersama Ardo. Dalam Precious Moment itu, segala kekerasan yang telah Ardo lakukannya, diingatnya kembali. Tanpa berani menceritakannya pada Dirga.

Oh dangerous. Hari pernikahan Safaa dan Ardo. Terjadilah. Dirga menjadi salah satu tamu undangan, sakiiit. Dan dia tidak berbuat apa-apa selain menyaksikan kekasihnya dipinang orang lain.

Teringat kenangan saat ulang tahun Safaa yang mereka rayakan di Cibodas.

“Tahun depan ya.” Kata Dirga.

“Apa?”

“Kita nikah.”

“Iyaaa.”

“Aku ke Boston buat masa depan aku dan kamu juga.”

“Iya sayang.”

“Nih.” Dirga memberikan sepasang cincin.

Mereka saling memasangkannya di jari manis tangan sebelah kiri.

“Happy Birthday ke-23 Safaanya Dirga.” Dirga mencium kening Safaa.

Kini cincin bagian Dirga masih melekat rapi dijarinya. Safaa sudah punya cincin yang baru. Entah cincin darinya dikemanakan.

Beberapa bulan kemudian. Dirga merilis album perdananya di Senayan. Banyak tamu undangan dan fans yang hadir. Dirga disambut sangat hangat oleh penikmat music di Indonesia. Namanya dikenal di dalam negeri bahkan di Boston juga wilayah Amerika Serikat. Dirga telah mencapai suksesnya dalam bidang tarik suara. Meskipun jauh di hatinya, ada kesedihan yang amat menekan. Safaa yang gagal dimilikinya, masih sangat diharapkan kembali bisa bersamanya. Hopefully.

Di hari istimewa dan bahagia itu, Safaa datang sendirian ke acara Dirga. Safaa berpenampilan lebih cantik dan berbeda dari biasanya, hanya untuk Dirga. Di lagu berjudul Sabar, Dirga melihat sosok perempuan yang dicintainya berdiri di antara banyak orang yang mengaguminya. Ada bingung, senang, heran dan deg-degan, Dirga tetap menyanyikan lagu itu sampai selesai. Lalu dia menghampiri Safaa.

“Safaa.”

“Dirga.”          

Dirga meraih tubuh Safaa.

“Kenapa kamu gak bilang kalau kamu kesini?” Tanya Dirga.

“Aku sama Ibu sama Ayah.”

Dirga terkejut. Safaa menuntunnya ke depan pintu gedung. Bertemu Ibu dan Ayah Safaa. Dirga mencium tangan mereka dengan santun.

“Ibu, Ayah. Safaa, bagaimana dengan Ardo?”

“Aku sudah bercerai.”

“Iya nak Dirga. Ardo sudah menceraikan Safaa karena paksaan kami. Kami salah, kami baru tahu kalau ternyata Ardo itu sering menyiksa Safaa beberapa minggu lalu.”

“Menyiksa? Apa? Maksudnya?”

Dirga panik, dia langsung membolak-balikan badan Safaa, melirik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Takut Safaa kenapa-kenapa.

“Aku gak apa-apa.”

“Kamu diapain sama Ardo faa? Bilang sama aku? Kenapa kamu gak cerita selama ini?”

“Udah berlalu. Lupain ya.”

“Iya nak Dirga. Sudahlah. Biar ini menjadi pelajaran buat kami.” Ujar Ibu.

“Ayah minta maaf ya kalau selama ini ayah jahat sama kamu. Sering mengusir kamu setiap datang ke rumah.” Sambung Ayah.

“Gak apa-apa ayah. Aku gak pernah ngerasa ayah itu jahat.”

“Yang penting sekarang, kamu sama Safaa kembali lagi seperti dulu. Ya?” Kata Ibu.

Dirga merangkul Safaa.

“Pasti bu. Aku gak akan biarkan Safaa hidup bersama orang yang salah.”

“Jadi kapan kalian menikah?” Tanya Ayah.

Ada canda-tawa di bagian akhir kegiatan peluncuran album pertama itu.

Launching First Album Dirga berjalan sukses dan luar biasa. Selain mendapat penghargaan dari albumnya, Dirga juga memiliki fans setia dan tentunya telah disatukan kembali dengan Safaa, mantan pacar alias isterinya. SEKIAN





Note     :
 1.  Lagu tema Afgansyah Reza – SABAR.
2.  Cerita terinspirasi dari lagu Afgansyah Reza – SABAR.
3.  Nama tokoh disamarkan.
4.  Hak Cipta ini sepenuhnya milik Penulis – DELISA NOVARINA.
5. Apabila ada kesamaan tokoh, alur dan cerita, mohon maaf. Ini real karya Penulis. Tidak mencontek atau memplagiat karya orang lain.
6.  Untuk yang ingin mengopypaste, harap ijin terlebih dahulu pada Penulis. Sertakan pula sumbernya (Blog ini).

TERIMA KASIH