Ini
‘perfect combination’ yang pernah ada di sekolah. Untuk pertama kalinya Alisa
dipasangkan dengan Salsa untuk berpuisi di HUT RI Ke-68 besok pagi setelah
Upacara 17-an dan sebelum perlombaan dimulai. Alisa, anak kelas VIII yang
merasa dirinya tidak pintar sama sekali dalam hal megarang cerita, apalagi
berpuisi. Sedangkan Salsa, senior yang paling popular, ketua mading,
berprestasi dan disukai banyak orang. Berbeda. Tapi Alisa menerima kenyataan.
Karena Salsa pun senang akan bekerjasama dengan Alisa, membuat puisi dan
latihan musikalisasi.
“Ini
kertas-kertasnya, pensil sama penghapusnya ada di pojok meja sana ya.”
Alisa
mengikuti apa yang diarahkan Salsa. Dengan wajah yang kusam, kening yang
berkeringat dan bibir yang memucat, Alisa diam meratapi nasibnya yang
kebingungan harus mulai dari mana.
“Kamu
bisa tulis beberapa kata dulu yang ada di pikiran kamu tentang kemerdekaan.
Lalu tulis lagi, tulis lagi, tulis lagi. Apapun itu, yang ada di pikiran kamu,
tentang kemerdekaan. Ayo. Jangan dianggurin gitu kertas-kertasnya.” Kata Salsa
sambil tersenyum manis.
‘Ternyata
Salsa tidak seburuk apa yang aku pikirkan selama ini. Dia benar-benar seperti
apa yang anak-anak bilang.’ Dalam hati Alisa
Di
hadapannya, Salsa sangat sibuk. Berpikir, sesekali terlihat bodoh lalu menulis
pada selembar kertas. Tanpa menutupi kata-kata yang ia tulis, beberapa kali
mendiskusikannya dengan Alisa. Walaupun tanggapan Alisa hanya begitu saja.
Salsa cukup senang. Alisa anak yang penurut, bisa diatur dan santai.
“Aku
keluar sebentar. Ini ruang mading sekolah, anggap saja seperti kamar kamu
sendiri ya.” Ujarnya.
Salsa
pergi dan Alisa bisa bebas berekspresi. Memaknai bendera, memahami perjuangan,
mengenang pahlawan, tentang sejarah, kehidupan veteran kini dan mengingat
semangat. Alisa memeras kuat otaknya untuk menemukan kata, kalimat lalu bait.
Sampai Salsa kembali, dengan dua gelas susu cokelat hangat di tangannya. Buyar.
Alisa gengsi.
“Wah
aku tinggal beberapa menit sudah jadi dua bait ya. Ini susunya, diminum dulu
biar kamu lebih segar.” Kata Salsa sambil menyodorkan segelas susu cokelat
hangat untuk Alisa.
“Terima
kasih kak.” Singkat Alisa.
Salsa
sangat serius membaca tulisan Alisa. Menegangkan. Lalu Salsa melanjutkan
beberapa bait lagi di dalam kertas itu. Menjadi satu puisi yang penuh rasa.
“Ini,
gimana?” Tanya Salsa.
Alisa
membaca dari awal sampai akhir, diulang lagi, dilihat-lihat lagi perkatanya.
“Pas
sih kak. Tapi kalau buatan aku ada di bait pertama apa enggak aneh ya? Itu kan
biasa aja.”
“Biasa
aja gimana? Ini bagus kok. Gak terlalu sulit menyambungnya. Yang terusan aku
juga pantas. Semakna dan keren banget. Setuju ya? Ini aja yang dibaca besok.”
Jelas Salsa.
“Hhm
iya deh kak. Terserah kakak aja.”
Alisa
tidak percaya, semudah itu puisinya dibilang keren sama Salsa. Padahal sejak
lama Alisa tidak lagi membuat puisi, setelah puisinya waktu SD dinilai tidak
bagus sama guru Bahasa Indonesia.
Setelah
dua jam di dalam ruang mading, Alisa dan Salsa menuju ruang aula.
Memusikalisasikan puisi mereka dengan bantuan guru Seni Budaya. Awalnya Alisa
malu-malu. Karena ia termasuk bukan siswi yang aktif dalam kegiatan sekolah.
Tapi Salsa terus menyemangati. Meyakinkan Alisa kalau Alisa bisa.
Sore
hari, Alisa sampai di rumah, di kamarnya. Alisa terlihat sangat lelah. Lalu
membuat segelas susu cokelat hangat di dapur. Duduk di depan meja belajar,
Alisa teringat Salsa yang gigih dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua
mading. Meraih buku diarynya, membuka halaman kosong dan mulai menulis dengan
pena chroopy cantik pemberian dari Salsa tadi sore sebelum pulang.
Pagi
hari yang cerah dan indah, terik matahari sangat bersemangat, sinarnya
menguatkan dan memberi pertanda baik bahwa tidak akan ada hujan yang menderasi
upacara 17-an kali ini. Lapangan sudah meramai. Siswa-siswi mulai berbaris rapi
dan tenang.
“Kak
Salsa. Semalam aku buat puisi lagi loh. Ini. Kasih komentar ya.” Alisa
memberikan selembar kertas berlipat pada Salsa.
Salsa
pun membukanya dan langsung membaca. Setelah itu, Salsa menarik tangan Alisa,
mengajaknya ke belakang stage, dekat piano pengiring musikalisasi puisi.
Menyerahkan puisi Alisa tadi ke guru Seni Budaya.
“Bu.
Ini puisi yang baru, bisa disesuaikan lagi kan sama musiknya?”
Ibu
Seni Budaya menerima puisi baru dari Salsa itu tanpa merasa berat.
“Okeh.
Gak jauh beda dari puisi sebelumnya. Nanti ibu sesuaikan dengan suara kalian.”
Alisa
tercengang.
“Loh
kak, kok pakai puisi aku? Puisi yang kemarin?”
“Gak
apa-apa kan?” Tanya Salsa balik.
“Gak
apa-apa sih. Tapi kan..”
Belum
selesai bicara, upacara akan dimulai. Alisa dan Salsa kembali ke barisan.
Upacara berlangsung dengan lancar. Lalu penampilan Alisa dan Salsa, Alisa
merasa lebih percaya diri dan Salsa yang memang sudah biasa tampil di depan
orang banyak, cukup puas dengan puisi yang Alisa buat sendiri. Salsa adalah
semangat baru Alisa dalam menulis puisi. Ia sosok kakak kelas yang baik,
pembangkit diri dan perfectionis. Pahlwan bisa ditemukan dimanapun kita berada.
Di rumah ada orang tua kita, di sekolah ada guru-guru kita, teman, sahabat,
kakak kelas, adik kelas, orang lain. Karena pahlawan adalah orang berjasa yang
dapat dikenang selamanya. Puisi dari Alisa, untuk para pahlawan yang telah
mendahului kita, untuk para veteran yang masih memperjuangkan hidup dan
nasibnya, untuk kemerdekaan bangsa, untuk Indonesia.
INDONESIA
MELANGIT
Lihat jiwa berjiwa para pemimpin bangsa
Tetaplah manusia
Adakalanya kita mendengar
Adakalanya kita bertindak
Mengenal dan memahami pribadi sejati berdarah merah putih
Indonesia dengan segala kekayaannya
Anugerah yang melimpah
Generasi penerus bangsa yang berpotensi baik dan berdedikasi
tinggi
Suara besar dari rakyat kecil
Yang meminta Indonesia berkependudukan makmur dan sejahtera
Dimana?
Kemana?
Siapa yang bisa menjawab?
Ini bukanlah emosi
Bukan sekadar menagih janji
Ini tentang semangat
Tentang perjuangan
Tentang kehidupan para veteran dan nasibnya kini
Ingat!
Kenanglah sejarah
Bersandarlah pada apa yang telah menenangkan selama ini
Kibaran bendera pusaka
Begitu kokok tiangnya
Begitu kuat harum warnanya
Menyegarkan perjalanan udara
Merayu arah angin
Dan Indonesia melangit
Menjadi senja untuk para pahlawan terdahulu
Membiarkan kisah baru untuk dilewatkan
Tanpa rasa takut dan putus asa
Karena kami bangsa Indonesia
Bangsa berpenerus ada dan siap sedia membangun Negara
Sabtu,
17 Agustus 2013
HUT
RI KE-68
Delisa Novarina