Jumat, 16 Agustus 2013

KERTAS-KERTAS DAN SUSU COKELAT


Ini ‘perfect combination’ yang pernah ada di sekolah. Untuk pertama kalinya Alisa dipasangkan dengan Salsa untuk berpuisi di HUT RI Ke-68 besok pagi setelah Upacara 17-an dan sebelum perlombaan dimulai. Alisa, anak kelas VIII yang merasa dirinya tidak pintar sama sekali dalam hal megarang cerita, apalagi berpuisi. Sedangkan Salsa, senior yang paling popular, ketua mading, berprestasi dan disukai banyak orang. Berbeda. Tapi Alisa menerima kenyataan. Karena Salsa pun senang akan bekerjasama dengan Alisa, membuat puisi dan latihan musikalisasi.
“Ini kertas-kertasnya, pensil sama penghapusnya ada di pojok meja sana ya.”
Alisa mengikuti apa yang diarahkan Salsa. Dengan wajah yang kusam, kening yang berkeringat dan bibir yang memucat, Alisa diam meratapi nasibnya yang kebingungan harus mulai dari mana.
“Kamu bisa tulis beberapa kata dulu yang ada di pikiran kamu tentang kemerdekaan. Lalu tulis lagi, tulis lagi, tulis lagi. Apapun itu, yang ada di pikiran kamu, tentang kemerdekaan. Ayo. Jangan dianggurin gitu kertas-kertasnya.” Kata Salsa sambil tersenyum manis.
‘Ternyata Salsa tidak seburuk apa yang aku pikirkan selama ini. Dia benar-benar seperti apa yang anak-anak bilang.’ Dalam hati Alisa
Di hadapannya, Salsa sangat sibuk. Berpikir, sesekali terlihat bodoh lalu menulis pada selembar kertas. Tanpa menutupi kata-kata yang ia tulis, beberapa kali mendiskusikannya dengan Alisa. Walaupun tanggapan Alisa hanya begitu saja. Salsa cukup senang. Alisa anak yang penurut, bisa diatur dan santai.
“Aku keluar sebentar. Ini ruang mading sekolah, anggap saja seperti kamar kamu sendiri ya.” Ujarnya.
Salsa pergi dan Alisa bisa bebas berekspresi. Memaknai bendera, memahami perjuangan, mengenang pahlawan, tentang sejarah, kehidupan veteran kini dan mengingat semangat. Alisa memeras kuat otaknya untuk menemukan kata, kalimat lalu bait. Sampai Salsa kembali, dengan dua gelas susu cokelat hangat di tangannya. Buyar. Alisa gengsi.
“Wah aku tinggal beberapa menit sudah jadi dua bait ya. Ini susunya, diminum dulu biar kamu lebih segar.” Kata Salsa sambil menyodorkan segelas susu cokelat hangat untuk Alisa.
“Terima kasih kak.” Singkat Alisa.
Salsa sangat serius membaca tulisan Alisa. Menegangkan. Lalu Salsa melanjutkan beberapa bait lagi di dalam kertas itu. Menjadi satu puisi yang penuh rasa.
“Ini, gimana?” Tanya Salsa.
Alisa membaca dari awal sampai akhir, diulang lagi, dilihat-lihat lagi perkatanya.
“Pas sih kak. Tapi kalau buatan aku ada di bait pertama apa enggak aneh ya? Itu kan biasa aja.”
“Biasa aja gimana? Ini bagus kok. Gak terlalu sulit menyambungnya. Yang terusan aku juga pantas. Semakna dan keren banget. Setuju ya? Ini aja yang dibaca besok.” Jelas Salsa.
“Hhm iya deh kak. Terserah kakak aja.”
Alisa tidak percaya, semudah itu puisinya dibilang keren sama Salsa. Padahal sejak lama Alisa tidak lagi membuat puisi, setelah puisinya waktu SD dinilai tidak bagus sama guru Bahasa Indonesia.
Setelah dua jam di dalam ruang mading, Alisa dan Salsa menuju ruang aula. Memusikalisasikan puisi mereka dengan bantuan guru Seni Budaya. Awalnya Alisa malu-malu. Karena ia termasuk bukan siswi yang aktif dalam kegiatan sekolah. Tapi Salsa terus menyemangati. Meyakinkan Alisa kalau Alisa bisa.
Sore hari, Alisa sampai di rumah, di kamarnya. Alisa terlihat sangat lelah. Lalu membuat segelas susu cokelat hangat di dapur. Duduk di depan meja belajar, Alisa teringat Salsa yang gigih dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua mading. Meraih buku diarynya, membuka halaman kosong dan mulai menulis dengan pena chroopy cantik pemberian dari Salsa tadi sore sebelum pulang.
Pagi hari yang cerah dan indah, terik matahari sangat bersemangat, sinarnya menguatkan dan memberi pertanda baik bahwa tidak akan ada hujan yang menderasi upacara 17-an kali ini. Lapangan sudah meramai. Siswa-siswi mulai berbaris rapi dan tenang.
“Kak Salsa. Semalam aku buat puisi lagi loh. Ini. Kasih komentar ya.” Alisa memberikan selembar kertas berlipat pada Salsa.
Salsa pun membukanya dan langsung membaca. Setelah itu, Salsa menarik tangan Alisa, mengajaknya ke belakang stage, dekat piano pengiring musikalisasi puisi. Menyerahkan puisi Alisa tadi ke guru Seni Budaya.
“Bu. Ini puisi yang baru, bisa disesuaikan lagi kan sama musiknya?”
Ibu Seni Budaya menerima puisi baru dari Salsa itu tanpa merasa berat.
“Okeh. Gak jauh beda dari puisi sebelumnya. Nanti ibu sesuaikan dengan suara kalian.”
Alisa tercengang.
“Loh kak, kok pakai puisi aku? Puisi yang kemarin?”
“Gak apa-apa kan?” Tanya Salsa balik.
“Gak apa-apa sih. Tapi kan..”
Belum selesai bicara, upacara akan dimulai. Alisa dan Salsa kembali ke barisan. Upacara berlangsung dengan lancar. Lalu penampilan Alisa dan Salsa, Alisa merasa lebih percaya diri dan Salsa yang memang sudah biasa tampil di depan orang banyak, cukup puas dengan puisi yang Alisa buat sendiri. Salsa adalah semangat baru Alisa dalam menulis puisi. Ia sosok kakak kelas yang baik, pembangkit diri dan perfectionis. Pahlwan bisa ditemukan dimanapun kita berada. Di rumah ada orang tua kita, di sekolah ada guru-guru kita, teman, sahabat, kakak kelas, adik kelas, orang lain. Karena pahlawan adalah orang berjasa yang dapat dikenang selamanya. Puisi dari Alisa, untuk para pahlawan yang telah mendahului kita, untuk para veteran yang masih memperjuangkan hidup dan nasibnya, untuk kemerdekaan bangsa, untuk Indonesia.

INDONESIA MELANGIT

Lihat jiwa berjiwa para pemimpin bangsa
Tetaplah manusia
Adakalanya kita mendengar
Adakalanya kita bertindak
Mengenal dan memahami pribadi sejati berdarah merah putih

Indonesia dengan segala kekayaannya
Anugerah yang melimpah
Generasi penerus bangsa yang berpotensi baik dan berdedikasi tinggi
Suara besar dari rakyat kecil
Yang meminta Indonesia berkependudukan makmur dan sejahtera
Dimana?
Kemana?
Siapa yang bisa menjawab?

Ini bukanlah emosi
Bukan sekadar menagih janji
Ini tentang semangat
Tentang perjuangan
Tentang kehidupan para veteran dan nasibnya kini

Ingat!
Kenanglah sejarah
Bersandarlah pada apa yang telah menenangkan selama ini

Kibaran bendera pusaka
Begitu kokok tiangnya
Begitu kuat harum warnanya
Menyegarkan perjalanan udara
Merayu arah angin

Dan Indonesia melangit
Menjadi senja untuk para pahlawan terdahulu
Membiarkan kisah baru untuk dilewatkan
Tanpa rasa takut dan putus asa
Karena kami bangsa Indonesia
Bangsa berpenerus ada dan siap sedia membangun Negara
Sabtu, 17 Agustus 2013
HUT RI KE-68
Delisa Novarina








Tidak ada komentar:

Posting Komentar