Selasa, 11 November 2014

Selamat Ulang Tahun Jingga





Duet Embun dan Jingga di Konser Instrumental


Setelah latihan seminggu penuh untuk pelaksanaan sebuah Konser Instrumental spesial Hari Pahlawan, Embun dan Jingga siap menghadapi kolaborasi yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Hari ini tepat di Ballroom Hotel di bilangan Jakarta Pusat, simfoni itu digelar.

Embun yang notabenenya adalah seorang musisi, tidak perlu khawatir ketika ia ditunjuk untuk memainkan alat musik Biola. Sementara Jingga, sedikit gugup ketika ia dituntut untuk memainkan Piano. Karena ini pertama kalinya ia tampil. Beruntung ia dipasangkan dengan Embun. Embun menjadi kekuatan tersendiri baginya.

“Aku agak deg-degan,” ungkap Jingga pada Embun yang tengah santai mendengarkan lagu dengan earphone-nya.

Merasa dicueki, akhirnya Jingga duduk di kursi sebelah laki-laki berusia 30 tahun tersebut.

“Embun, aku lagi ngomong,” pekik Jingga lumayan kesal.

Suaranya berhasil merebut perhatian Embun. Embun melepas earphone-nya dan meletakkannya di telinga Jingga. Sebuah chorus dari lagu ‘Because You Loved Me’ milik Celine Dion terputar begitu jelas.

You were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn't speak
You were my eyes when I couldn't see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn't reach
You gave me faith 'coz you believed
I'm everything I am because you loved me

“Embun, Jingga, satu menit lagi,” panggil salah seorang Panitia mengingatkan.

Tanpa berlama-lama, Embun lekas menuju panggung, meninggalkan Jingga yang masih menerka apa maksud yang disampaikan oleh lagu itu.

Sekarang waktunya bagi mereka berdua.

Embun feat Jingga. Memainkan Biola dan Piano dengan orkestra.

Penampilan mereka serasi sekali. Ada harmoni dari melodi-melodi yang keduanya satukan. Seperti Hujan dan Pelangi. Seperti refrain dalam lagu yang Embun buat. Seperti prolog dalam romansa yang Jingga tulis.

Selesai pertunjukkan, mereka makan malam bersama, kemudian langsung pulang. Embun mengantar Jingga sampai depan pintu rumahnya. Selama perjalanan tidak ada percakapan serius di antara mereka. Benar-benar hambar. Padahal mereka baru saja membuat sejarah. Setelahnya ya kembali seperti semula.

Embun memang tidak pernah bisa mengubah suasana sesuai dengan apa yang Jingga mau. Tetapi biar begitu, Embun selalu punya cara untuk meluluhkan hatinya. Selain lewat keromantisan omong kosong yang sudah sering orang-orang lakukan setiap merayu pasangannya. Embun berbeda. Sebagaimana yang pernah Senja ungkapkan. Senja adalah masa lalu, masa lalu dalam hidup Embun. Masa lalu yang tidak selamanya untuk dilupakan. Masa lalu yang ada saatnya untuk dikenang. Seperti yang sedang Jingga lakukan sekarang.

“Dah, aku pulang ya,” pamit Embun tanpa basa-basi.
“Lho,” Jingga menahan, “Enggak ada yang mau diobrolin dulu gitu?”
“Obrolin apa?” tanya Embun dengan polos.

Yang lantas membuat Jingga memasang senyum simpulnya tanpa ikhlas.

“Eum, enggak ada, ya sudah pulang, hati-hati di jalan.”
“Daah.” Embun menepuk bahunya, lalu pergi.

Sudah tiba di tanggal 11. Embun tidak mengatakan apapun. Apa dia tidak ingat kalau hari ini hari ulang tahun Jingga? Mau tidak mau, Jingga harus membuang segala harapannya untuk mendapat kejutan dari Embun di hari jadinya yang ke-20 tahun itu. Dengan menghela napas berat, Jingga masuk ke dalam rumah. Naik ke kamarnya di lantai 2. Menaruh tasnya sembarangan. Duduk lemas di kursi depan komputer. Menatap kalender dan jam dinding yang ada.

10 tahun lebih muda dari Embun ternyata membuat Jingga banyak belajar dari perlaku-perilaku orang dewasa yang kadang sulit ditebak dan dimengerti. Bahkan Embun tidak peduli dengan ulang tahunnya tahun lalu. Tidak aneh jika dia juga lupa dengan ulang tahun Jingga hari ini. Apa orang dewasa tidak memperhatikan setiap pertambahan usianya? Setidaknya mengucapkan selamat ulang tahun begitu. Atau mengecup kening, memeluk sebentar, memberikan boneka, seikat bunga, cokelat, es krim, meski sebenarnya itu semua cukup memuakkan. Embun tidak mungkin melakukannya. Dia terlalu kuno bagi anak yang masih remaja seperti Jingga.

Tiba-tiba terdengar suara kembang api yang meledak-ledak di langit. Membuyarkan lamunan Jingga tentang Embun yang tidak peka. Lantas, Jingga menengok keluar dari jendela. Dan benar saja. kembang api itu terus berpijar menampakkan warna-warna indahnya. Jingga melihat ke bawah, ke pelataran rumah. Ada Embun dengan senyum termanis yang dia punya.

Tanpa buang-buang waktu, Jingga lekas turun menyusulnya.

Terangkum sebuah kenangan selama setahun belakangan ini. Sejak pertemuan pertama Embun dan Jingga yang memalukan. Berlanjut pada pertengkaran-pertengkaran yang memperebutkan hak dan kewajiban keduanya. Lalu ke musikalitas seorang musisi, ke sastraan seorang penulis, hingga duet di Konser Instrumental tadi malam. Dan sekarang, ke hal yang paling Embun hindari. Pelanggaran prinsipnya sendiri. Embun mengalahkan persepsi sentimen idealismenya demi Jingga. Sekali lagi, Jingga mampu membuat Embun keluar dari batas lingkarannya sebagai uap air yang mencurahkan pada daun. Ditaklukan warna oranye yang meluahkan pada pelangi.

Notes:

Cerita cinta seni Embun dan Jingga tidak akan pernah usai. Kecuali jika mereka sepakat untuk mengakhirinya. Karena Embun dan Jingga hanya tokoh dalam kisah-kisah yang Penulis buat. Keduanya akan selalu ada, hidup terus di setiap tulisan-tulisan yang melibatkannya.

Novel ‘E&J’ segera…

Selamat Ulang Tahun, Jingga
Yang ke-20 Tahun
11/11/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar