Sabtu, 07 September 2013

Endorsemen Novel AIR MATA TERAKHIR BUNDA

Endorsemen Air Mata Terakhir Bunda :
  1. Membaca novel Air Mata Terakhir Bunda dengan perasaan yang penuh, akan melahirkan sebuah cerita tersendiri, karena kita akan hanyut seolah diri kita ada di dalam alurnya. Kirana Kejora (Key) yang kukenal memang pintar mengolah kata menjadi bermakna. Kekayaan hikmah pun terasa kental dengan novel ini. Deskripsi yang digambarkan dalam Air Mata Terakhir Bunda, memang masih tajam terpatri dari ingatan kita, bahkan masih dapat kita saksikan sampai detik ini, ya lumpur Lapindo. Setting ini jelas diperlihatkan oleh mba Key dalam rangkaian ruh ceritanya. Membaca novel ini memang dahsyat..! Sebagai orang yang berkecimpung di dunia Perpustakaan, Novel Key ini akan memperkaya khasanah koleksi Perpustakaan di Indonesia. Terima kasih, salut  dan tetap berkarya..!! (Agus Sutoyo - Kepala Humas Perpustakaan Nasional RI)
  2. Setelah berpuluh tahun terkesan dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.. Baru kali ini saya membaca sebuah cerita tentang perjalanan hidup yang detail dari seorang anak korban lumpur Lapindo.Kisah anak merindukan kehadiran Bapak mungkin sudah jamak. Tapi ternyata perjuangan hidup Ibunya untuk  mempertahankan hidup mereka di sebuah situasi absurd membuat Delta perlahan menDewikan sang Ibu.. Indah.. Itu yang saya rasakan (Bambang Elf – Head of Production Development Unit Trans7)
  3. Novel AIR MATA TERAKHIR BUNDA sangat keibuan, bersahaja, memberikan energi besar, seperti penulisnya. Siapapun yang membacanya, pasti akan tertegun dibuatnya. Ada kekuatan besar di dalamnya yang bikin air mata pantang keluar (Cornelia Agatha – Artis, Pecinta Sastra)
  4. Saya sudah membaca Elang,Bintang Anak Tuhan,Querido. Ada napas yg sama dg Air Mata Terakhir Bunda ini,yakni pesan kehidupan yg disampaikan lewat dialog-dialog para tokoh.Melalui dialog & kalimat langsung,bukan sekadar deskripsi & narasi,kita jadi mudah memahami isi pikiran para tokoh.Bencana lumpur Lapindo mmg telah selesai & tak bisa lagi ditangisi. Ia sudah menjadi sejarah,masa lalu,dari masa lalulah kita belajar utk memotivasi diri, menata kembali kehidupan ini.(Mayong Suryolaksono - Jurnalis, Pengamat Sosial)
  5. Kirana Kejora tak lagi sekadar lihai meliuk-liukan kata dalam novel AMTB ini, tapi ia juga makin pandai memainkan perasaan pembacanya. Sebagai seorang novelis, Key,  si Elang lincah ini, begitu saya biasa menyapanya, memang produktif dalam menulis novel. Tak pelak dari ketekunannya menulis ini, ia bisa membelah kesunyian langit sastra kita. (Remy Soetansyah – Wartawan Musik, Pencipta Lagu, Penyair)
  6. Kedatangan Delta ke desanya, memilin perasaannya karena musibah lumpur telah mengubah sejarah menjadi kenangan belaka.Makam ibunya telah tiada.Wanita yang dengan kesederhanaannya mampu berjuang tanpa kata, tanpa batas, unutk seorang anak yang harus diantarnya ke gerbang perbaikan kualitas hidup. Keperkasaan wanita itulah yang membuatnya menjadi ratu di singgasana hati sang anak. Perjuangan wanita memang tak ada habisnya untuk dikupas, seperti yang dipersembahkan oleh Key di AMTB (Swan Awanti, Cerpenis, Penyair, Pimred Majalah Sehat Plus)
  7. Lumpur Lapindo latar belakang AMTB. Ada kelembutan, ketulusan, kejujuran. Sangat Menarik! Teruslah berkarya Key.Sukses (Widyawati, Artis)
  8. Membaca novel ini kembali mengingatkan saya pada pedihnya tragedi luapan lumpur yang terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Namun novel ini bukan bersedih melainkan bagaimana bisa tetap optimis menyapa masa depan. Perjuangan orang kecil yang menuliskan pelajaran besar yakni tak mudah menyerah dan tetap ingat siapa dirinya saat sudah 'terbang'. (Ratna Dumila – News Anchor TV One)
  9. Membaca novel AIR MATA TERAKHIR BUNDA, seperti membawa kita ke emosi jiwa yang terdalam...luar biasa! (Rudi Soedjarwo – Sutradara)
  10. Sederas lumpur yang terus meluap lebih lima tahun lalu di Porong Sidoarjo. Sederas itu pula sisa-sisa duka masih melingkupinya. Kirana Kejora dengan piawai merangkai penggalan kisah pedih itu, menjadi narasi yang mengalir, menyentuh rasa kemanusiaan siapapun yang membacanya. Lumpur Lapindo, mungkin potret tragedi nasional yang lahir karena kecerobohan dan keserakahan. (Zay Lawanglangit - Ketua Komunitas Sastra Reboan)

    By: KIRANA KEJORA (Penulis Novel AIR MATA TERAKHIR BUNDA)
    2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar