LOVE is FREAK
Seminggu
yang lalu. Saat Sheena ingin menginap di rumah Lisa, sahabatnya. Jam 12.00
malam Fandy menelepon Sheena dan menjemputnya untuk pulang karena sebelum itu
Sheena sempat bilang ke Fandy kalau Mamanya tidak mengijinkannya menginap di
rumah Lisa. Sheena tak curiga sedikit pun atas sikap Fandy yang tiba-tiba
menghubunginya lagi sampai rela menjemputnya tengah malam. Sheena dan Fandy
teman sekelas waktu SMP. Sekarang mereka kelas 1 SMA dan beda sekolah.
“Na,
aku mau ngebut. Kamu pegangan ya.”
Romantisme
kecil yang tidak akan pernah Sheena lupakan. Karena saat itulah Fandy
menyatakan perasaaannya dan mereka jadian.
Beberapa
tahun kemudian. Fandy dan Sheena sudah wisuda SMA. Fandy menghilang begitu
saja. Sheena sangat khawatir dan terus mencari kabar tentang Fandy ke
teman-temannya bahkan sampai ke keluarganya. Suatu hari, Fandy datang menemui
Sheena di rumahnya. Di taman halaman rumah, mereka duduk berdua dan keduanya
enggan memulai bicara. Dengan sekuat hati, Sheena memberanikan diri untuk bertanya.
“Kamu
kemana aja? Aku cari kamu ke temen-temen, sampe ke keluarga kamu. Tapi gak ada
satupun yang kasih tau aku keberadaan kamu. Kok kayak ada yang disembunyiin
ya?”
“Sheena.”
“Iya.”
“Aku.
Aku mau kita putus.”
Sheena
sangat terkejut. Dadanya sesak menahan tangis, matanya membendung. Tapi ia
mencoba tenang.
“Kenapa?”
“Aku
mau kuliah di Boston. 4 tahun aku disana. Aku gak akan bisa tetap pacaran sama
kamu sementara kita jauh.”
“Loh,
kita masih bisa komunikasi kan? Apa salahnya tetap pacaran walaupun kamu disana
aku disini.”
“Sheena.
Aku mau serius sama kuliah aku.”
“Maksud
kamu selama ini aku pengganggu?”
“Enggak,
hey. Setelah aku pulang dari Boston, orang pertama yang aku temuin adalah kamu.
Aku janji.”
“Terus
kita putus?”
“Iya.
Dengar! Kamu boleh pacaran sama siapapun disini dan aku juga boleh pacaran sama
siapapun disana. Tapi ingat, setelah aku pulang, kita akan bersama lagi. Kita
balikan.”
“Kamu
udah gila ya?” Sheena tak bisa lagi menahan air matanya untuk segera membanjiri
sekeliling lahan.
“Kamu,
kamu buang cinta aku terus kamu ambil lagi. Kamu pikir perasaan aku itu apa?”
Lanjut Sheena.
“Sheena.
Kamu cinta pertama aku, aku mau kamu juga cinta terakhir aku, cinta sejati aku.
Aku yakin kamu bisa ngerti.”
Fandy
mengusap air mata di pipi Sheena lalu mencium keningnya dan lantas pergi.
Beberapa
minggu kemudian, Sheena berkuliah di sebuah universitas negeri di Jakarta
Selatan. Ada salah satu senior yang sangat menyayanginya dan sudah banyak
berkorban untuknya. Namanya Ravi. Setahun, dua tahun, Sheena masih tak memberi
kepastian pada Ravi, apakah ia ditolak ataukah diterima?
Di
tahun ketiga, Ravi sudah tamat kuliah dan bekerja di perusahaan swasta di
Jakarta Pusat. Meskipun sibuk bekerja, Ravi selalu ada waktu untuk Sheena dan
hal itu yang akhirnya membuat Sheena mau menerima Ravi sebagai pacarnya.
Setahun berjalan, Sheena semakin merasa bahwa Ravi mencintainya dengan tulus,
tanpa mengeluhkan segala kekurangan Sheena.
Suatu
hari, saat Sheena libur kuliah. Fandy muncul dengan penampilan yang tidak
banyak berubah dan terlihat lebih baik.
“Sheena.”
“Fandy.”
“Ini
buat kamu.” Fandy memberikan seikat bunga dan sekotak cokelat.
Sheena
menerimanya dengan senang hati. Lalu mereka pergi ke sebuah tempat di pinggiran
jalan yang menjadi tempat saat Fandy menyatakan perasaannya pada Sheena.
“Kamu
gimana kabarnya?”
“Baik.
Aku kira kamu udah lupa sama aku.”
“Enggaklah.
Aku kan masih punya janji sama kamu.”
Sheena
teringat janji Fandy saat memintanya untuk putus. Sheena mengembalikan seikat
bunga dan sekotak cokelat itu lalu berjalan pergi. Fandy menyusulnya.
“Na.
Kenapa bunga sama cokelatnya dibalikin? Kenapa kamu pergi?”
Langkah
Sheena terhenti.
“Aku
udah punya pacar.”
Fandy
sudah tahu itu dan ekpresinya biasa saja.
“Aku
tau.”
“Tapi
yang lebih aku tau, cinta kamu cuma buat aku. Ya kan?” Lanjut Fandy.
Sheena
menggelengkan kepala. Fandy bingung.
“Aku
gak mau ninggalin Ravi dan balik sama kamu.”
“Kamu
bercanda kan na? Sheena, please jangan bikin aku kebingungan.”
“Udah
jelas kan fan. Aku gak mau balik sama kamu.”
Sheena
berlari pergi. Fandy menjatuhkan bunga dan cokelatnya tanpa sengaja. Selama
dijalan pulang, Sheena menangisi sikapnya pada Fandy yang terpaksa harus ia
lakukan seperti itu. Sementara Fandy, mengendarai motor sportnya tanpa peduli
kiri, kanan dan depan jalan. Fandy berkendara kencang sambil menyesali
perbuatannya empat tahun lalu yang meninggalkan Sheena begitu saja sehingga
sekarang Sheena tak mau menerimanya lagi.
Keesokan
harinya, seperti biasa Ravi menjemput Sheena di kampus dan mengantarnya pulang
ke rumah. Di mobil, Sheena tanpa kata. Wajahnya murung dan sedang melamun.
“Sheena,
kamu kenapa? Kamu sakit? Kita ke dokter sekarang ya.”
“Eng-enggak
kok. Aku gak papa. Antar aku ke rumah Lisa aja ya.”
“Iya.
Tapi kamu beneran gak papa? Muka kamu pucat loh. Kamu udah makan siang belum?
Kita makan dulu ya.”
“Aku
udah makan kok tadi, aku gak papa, seriusan.”
Ravi
mencurigai sesuatu, tak biasanya Sheena melamun seperti ada yang membebani
pikirannya. Sesampainya di rumah Lisa, Ravi pulang. Sheena dan Lisa mengobrol
di kamar. Sheena menceritakan kembalinya Fandy setelah empat tahun
meninggalkannya.
“Menurut
Lisa, itu keputusan Sheena yang terbaik kok. Lagian kan, Fandy udah seenaknya
aja ninggalin kamu. Selama dia gak ada, Ravi yang selalu ada di samping Sheena.
Jadi, bukan salah Sheena kalau akhirnya Fandy kecewa. Itukan hasil atas
perbuatannya Fandy sendiri. Siapa suruh dia ninggalin kamu.”
Sheena
sedikit tenang setelah mendengar tanggapan Lisa. Tapi hari-harinya kini, selalu
memikirkan keadaan Fandy. Ingin rasanya Sheena memeluk Fandy dan bisa bersama
lagi. Tapi ada Ravi, yang akan jahat sekali kalau Sheena meninggalkannya demi
kembali dengan Fandy yang sudah menyia-nyiakannya selama empat tahun
belakangan.
Minggu
pagi, di depan rumah Sheena. Ravi baru turun dari mobil dan melihat ada laki-laki
dengan motor sportnya berhenti tak jauh dari tempat Ravi memarkir mobil. Namun
Ravi tak menganggap serius. Di kamar Sheena, Ravi melihat Sheena masih tertidur
lelap. Terpaksa Ravi membangunkannya karena sudah jam 07.
“Sheena.
Bangun sayang. Ini udah siang.”
Sheena
pun bangun dan terkejut melihat Ravi ada di kamarnya.
“Raviii.
Kamu ngapain di kamar aku? Keluar keluar keluar. Ih malu tau. Aku lagi jelek.”
“Kata
siapa?”
“Tadi
kata aku barusan.”
“Hehehehe.
Anak kecil. Kamu pacarnya Ravi, Sheena. Yang selalu cantik dan baik hati.”
“Ah
apaan deh. Hehehehe”
“Ohya
tadi aku lihat di depan ada anak laki-laki motornya motor sport, temen kamu ya?
Barusan kesini gak?”
Sheena
mendadak olahraga jantung. Itu pasti Fandy, pikirnya dalam hati.
“Enggak.
Kamu ketemu sama dia? Kamu ngobrol sama dia?”
“Heu
enggak kok. Aku cuma nanya sayang. Ya udah kamu buruan mandi. Kita sarapan di
luar.”
Seharian
menghabiskan waktu bersama Ravi, Sheena merasa bahagia sekali. Ravi
memperlakukannya seperti satu-satunya orang yang dicintai. Padahal Sheena tak
pernah berbuat apa-apa untuknya. Malam hari, Ravi dan Sheena pulang. Setelah
mengantar Sheena sampai rumah, Ravi langsung pergi. Mata Sheena tertuju pada
laki-laki di ujung jalan, laki-laki dengan motor sportnya itu masih di posisi
yang sama sejak pagi tadi.
“Kamu
ngapain masih disini?”
“Aku
nunggu kamu.”
“Pulang
aja. Ini udah malem. Aku capek.”
Sheena
balik badan dan berjalan pergi. Fandy memeluknya dari belakang. Mereka hanyut
dalam rasa rindu yang lama mereka simpan masing-masing. Sheena menangis keras,
kerinduannya pada Fandy sangat penuh menumpuk di dalam hati.
“Bilang
sama aku kalau perasaan kamu masih sama seperti empat tahun lalu?”
Sheena
mengangguk sambil terus menangis.
“Aku
tau Sheena. Kita akan bersama lagi.”
Di
beberapa meter dari tempat mereka melepas rasa rindu, ada Ravi yang sedari tadi
melihat moment mereka. Sheena langsung melepas pelukannya. Mereka sama-sama
menatap Ravi penuh kata maaf.
“Sheena.”
Kata Ravi dengan berat hati.
Sheena
menghampirinya perlahan lalu menggenggam kedua tangan Ravi dengan lembut.
“Aku
minta maaf.”
“Aku
tau ini sejak lama. Aku tau janji kalian, aku tau kisah cinta kalian tujuh
tahun lalu. Aku tau semua, Sheena.”
Sheena
heran, dari siapa Ravi tahu hubungannya dengan Fandy. Padahal selama mengenal
Ravi, Sheena tidak pernah menyebut nama Fandy.
“Aku
sengaja baca buku diary kamu tadi pagi pas kamu lagi mandi. Di perkebunan, pas kamu
lagi sibuk belajar cara menanam buah strawberry sama tukang kebun, aku
menelepon Lisa dan Lisa menceritakan semuanya sama aku.”
“Raviii.”
Sheena meneteskan air matanya.
“Janji
ya, setelah ini kamu gak boleh nangis lagi. Kamu kan mau wisuda terus kerja
deh. Kalau kamu sama Fandy menikah, aku diundang ya.”
Ravi
bijaksana sekali. Meskipun air matanya tak sanggup mewakili pelepasan cintanya
pada Sheena, Ravi berusaha rela.
“Akhirnya
aku tau, alasan kamu selama ini berat banget buat terima aku. Itu karena kamu
masih mencintai Fandy dan aku lihat di hari-hari kita selama ini, kamu tetap
mencintai Fandy. Gak ada ruang di hati kamu buat aku. Aku berterima kasih sama
kamu. Sheena, aku gak akan pernah lupain hubungan kita.”
Sheena
memeluk Ravi lalu melepasnya, hanya sebentar karena ada Fandy yang benar-benar
dicintainya. Ravi pulang mengendarai mobilnya dengan rasa kesedihan yang mendalam
dan terpukul. Fandy dan Sheena menikmati hubungan yang baru mereka mulai
kembali. SEKIAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar