Kamis, 03 Oktober 2013

Afgansyah Reza - SABAR #SabarGan Cerpen 1





LOVE is FREAK



Seminggu yang lalu. Saat Sheena ingin menginap di rumah Lisa, sahabatnya. Jam 12.00 malam Fandy menelepon Sheena dan menjemputnya untuk pulang karena sebelum itu Sheena sempat bilang ke Fandy kalau Mamanya tidak mengijinkannya menginap di rumah Lisa. Sheena tak curiga sedikit pun atas sikap Fandy yang tiba-tiba menghubunginya lagi sampai rela menjemputnya tengah malam. Sheena dan Fandy teman sekelas waktu SMP. Sekarang mereka kelas 1 SMA dan beda sekolah.

“Na, aku mau ngebut. Kamu pegangan ya.”

Romantisme kecil yang tidak akan pernah Sheena lupakan. Karena saat itulah Fandy menyatakan perasaaannya dan mereka jadian.

Beberapa tahun kemudian. Fandy dan Sheena sudah wisuda SMA. Fandy menghilang begitu saja. Sheena sangat khawatir dan terus mencari kabar tentang Fandy ke teman-temannya bahkan sampai ke keluarganya. Suatu hari, Fandy datang menemui Sheena di rumahnya. Di taman halaman rumah, mereka duduk berdua dan keduanya enggan memulai bicara. Dengan sekuat hati, Sheena memberanikan diri untuk bertanya.

“Kamu kemana aja? Aku cari kamu ke temen-temen, sampe ke keluarga kamu. Tapi gak ada satupun yang kasih tau aku keberadaan kamu. Kok kayak ada yang disembunyiin ya?”

“Sheena.”

“Iya.”

“Aku. Aku mau kita putus.”

Sheena sangat terkejut. Dadanya sesak menahan tangis, matanya membendung. Tapi ia mencoba tenang.

“Kenapa?”

“Aku mau kuliah di Boston. 4 tahun aku disana. Aku gak akan bisa tetap pacaran sama kamu sementara kita jauh.”

“Loh, kita masih bisa komunikasi kan? Apa salahnya tetap pacaran walaupun kamu disana aku disini.”

“Sheena. Aku mau serius sama kuliah aku.”

“Maksud kamu selama ini aku pengganggu?”

“Enggak, hey. Setelah aku pulang dari Boston, orang pertama yang aku temuin adalah kamu. Aku janji.”

“Terus kita putus?”

“Iya. Dengar! Kamu boleh pacaran sama siapapun disini dan aku juga boleh pacaran sama siapapun disana. Tapi ingat, setelah aku pulang, kita akan bersama lagi. Kita balikan.”

“Kamu udah gila ya?” Sheena tak bisa lagi menahan air matanya untuk segera membanjiri sekeliling lahan.

“Kamu, kamu buang cinta aku terus kamu ambil lagi. Kamu pikir perasaan aku itu apa?” Lanjut Sheena.

“Sheena. Kamu cinta pertama aku, aku mau kamu juga cinta terakhir aku, cinta sejati aku. Aku yakin kamu bisa ngerti.”

Fandy mengusap air mata di pipi Sheena lalu mencium keningnya dan lantas pergi.

Beberapa minggu kemudian, Sheena berkuliah di sebuah universitas negeri di Jakarta Selatan. Ada salah satu senior yang sangat menyayanginya dan sudah banyak berkorban untuknya. Namanya Ravi. Setahun, dua tahun, Sheena masih tak memberi kepastian pada Ravi, apakah ia ditolak ataukah diterima?

Di tahun ketiga, Ravi sudah tamat kuliah dan bekerja di perusahaan swasta di Jakarta Pusat. Meskipun sibuk bekerja, Ravi selalu ada waktu untuk Sheena dan hal itu yang akhirnya membuat Sheena mau menerima Ravi sebagai pacarnya. Setahun berjalan, Sheena semakin merasa bahwa Ravi mencintainya dengan tulus, tanpa mengeluhkan segala kekurangan Sheena.

Suatu hari, saat Sheena libur kuliah. Fandy muncul dengan penampilan yang tidak banyak berubah dan terlihat lebih baik.

“Sheena.”

“Fandy.”

“Ini buat kamu.” Fandy memberikan seikat bunga dan sekotak cokelat.

Sheena menerimanya dengan senang hati. Lalu mereka pergi ke sebuah tempat di pinggiran jalan yang menjadi tempat saat Fandy menyatakan perasaannya pada Sheena.

“Kamu gimana kabarnya?”

“Baik. Aku kira kamu udah lupa sama aku.”

“Enggaklah. Aku kan masih punya janji sama kamu.”

Sheena teringat janji Fandy saat memintanya untuk putus. Sheena mengembalikan seikat bunga dan sekotak cokelat itu lalu berjalan pergi. Fandy menyusulnya.

“Na. Kenapa bunga sama cokelatnya dibalikin? Kenapa kamu pergi?”

Langkah Sheena terhenti.

“Aku udah punya pacar.”

Fandy sudah tahu itu dan ekpresinya biasa saja.

“Aku tau.”

“Tapi yang lebih aku tau, cinta kamu cuma buat aku. Ya kan?” Lanjut Fandy.

Sheena menggelengkan kepala. Fandy bingung.

“Aku gak mau ninggalin Ravi dan balik sama kamu.”

“Kamu bercanda kan na? Sheena, please jangan bikin aku kebingungan.”

“Udah jelas kan fan. Aku gak mau balik sama kamu.”

Sheena berlari pergi. Fandy menjatuhkan bunga dan cokelatnya tanpa sengaja. Selama dijalan pulang, Sheena menangisi sikapnya pada Fandy yang terpaksa harus ia lakukan seperti itu. Sementara Fandy, mengendarai motor sportnya tanpa peduli kiri, kanan dan depan jalan. Fandy berkendara kencang sambil menyesali perbuatannya empat tahun lalu yang meninggalkan Sheena begitu saja sehingga sekarang Sheena tak mau menerimanya lagi.

Keesokan harinya, seperti biasa Ravi menjemput Sheena di kampus dan mengantarnya pulang ke rumah. Di mobil, Sheena tanpa kata. Wajahnya murung dan sedang melamun.

“Sheena, kamu kenapa? Kamu sakit? Kita ke dokter sekarang ya.”

“Eng-enggak kok. Aku gak papa. Antar aku ke rumah Lisa aja ya.”

“Iya. Tapi kamu beneran gak papa? Muka kamu pucat loh. Kamu udah makan siang belum? Kita makan dulu ya.”

“Aku udah makan kok tadi, aku gak papa, seriusan.”

Ravi mencurigai sesuatu, tak biasanya Sheena melamun seperti ada yang membebani pikirannya. Sesampainya di rumah Lisa, Ravi pulang. Sheena dan Lisa mengobrol di kamar. Sheena menceritakan kembalinya Fandy setelah empat tahun meninggalkannya.

“Menurut Lisa, itu keputusan Sheena yang terbaik kok. Lagian kan, Fandy udah seenaknya aja ninggalin kamu. Selama dia gak ada, Ravi yang selalu ada di samping Sheena. Jadi, bukan salah Sheena kalau akhirnya Fandy kecewa. Itukan hasil atas perbuatannya Fandy sendiri. Siapa suruh dia ninggalin kamu.”

Sheena sedikit tenang setelah mendengar tanggapan Lisa. Tapi hari-harinya kini, selalu memikirkan keadaan Fandy. Ingin rasanya Sheena memeluk Fandy dan bisa bersama lagi. Tapi ada Ravi, yang akan jahat sekali kalau Sheena meninggalkannya demi kembali dengan Fandy yang sudah menyia-nyiakannya selama empat tahun belakangan.

Minggu pagi, di depan rumah Sheena. Ravi baru turun dari mobil dan melihat ada laki-laki dengan motor sportnya berhenti tak jauh dari tempat Ravi memarkir mobil. Namun Ravi tak menganggap serius. Di kamar Sheena, Ravi melihat Sheena masih tertidur lelap. Terpaksa Ravi membangunkannya karena sudah jam 07.

“Sheena. Bangun sayang. Ini udah siang.”

Sheena pun bangun dan terkejut melihat Ravi ada di kamarnya.

“Raviii. Kamu ngapain di kamar aku? Keluar keluar keluar. Ih malu tau. Aku lagi jelek.”

“Kata siapa?”

“Tadi kata aku barusan.”

“Hehehehe. Anak kecil. Kamu pacarnya Ravi, Sheena. Yang selalu cantik dan baik hati.”

“Ah apaan deh. Hehehehe”

“Ohya tadi aku lihat di depan ada anak laki-laki motornya motor sport, temen kamu ya? Barusan kesini gak?”

Sheena mendadak olahraga jantung. Itu pasti Fandy, pikirnya dalam hati.

“Enggak. Kamu ketemu sama dia? Kamu ngobrol sama dia?”

“Heu enggak kok. Aku cuma nanya sayang. Ya udah kamu buruan mandi. Kita sarapan di luar.”

Seharian menghabiskan waktu bersama Ravi, Sheena merasa bahagia sekali. Ravi memperlakukannya seperti satu-satunya orang yang dicintai. Padahal Sheena tak pernah berbuat apa-apa untuknya. Malam hari, Ravi dan Sheena pulang. Setelah mengantar Sheena sampai rumah, Ravi langsung pergi. Mata Sheena tertuju pada laki-laki di ujung jalan, laki-laki dengan motor sportnya itu masih di posisi yang sama sejak pagi tadi.

“Kamu ngapain masih disini?”

“Aku nunggu kamu.”

“Pulang aja. Ini udah malem. Aku capek.”

Sheena balik badan dan berjalan pergi. Fandy memeluknya dari belakang. Mereka hanyut dalam rasa rindu yang lama mereka simpan masing-masing. Sheena menangis keras, kerinduannya pada Fandy sangat penuh menumpuk di dalam hati.

“Bilang sama aku kalau perasaan kamu masih sama seperti empat tahun lalu?”

Sheena mengangguk sambil terus menangis.

“Aku tau Sheena. Kita akan bersama lagi.”

Di beberapa meter dari tempat mereka melepas rasa rindu, ada Ravi yang sedari tadi melihat moment mereka. Sheena langsung melepas pelukannya. Mereka sama-sama menatap Ravi penuh kata maaf.

“Sheena.” Kata Ravi dengan berat hati.

Sheena menghampirinya perlahan lalu menggenggam kedua tangan Ravi dengan lembut.

“Aku minta maaf.”

“Aku tau ini sejak lama. Aku tau janji kalian, aku tau kisah cinta kalian tujuh tahun lalu. Aku tau semua, Sheena.”

Sheena heran, dari siapa Ravi tahu hubungannya dengan Fandy. Padahal selama mengenal Ravi, Sheena tidak pernah menyebut nama Fandy.

“Aku sengaja baca buku diary kamu tadi pagi pas kamu lagi mandi. Di perkebunan, pas kamu lagi sibuk belajar cara menanam buah strawberry sama tukang kebun, aku menelepon Lisa dan Lisa menceritakan semuanya sama aku.”

“Raviii.” Sheena meneteskan air matanya.

“Janji ya, setelah ini kamu gak boleh nangis lagi. Kamu kan mau wisuda terus kerja deh. Kalau kamu sama Fandy menikah, aku diundang ya.”

Ravi bijaksana sekali. Meskipun air matanya tak sanggup mewakili pelepasan cintanya pada Sheena, Ravi berusaha rela.

“Akhirnya aku tau, alasan kamu selama ini berat banget buat terima aku. Itu karena kamu masih mencintai Fandy dan aku lihat di hari-hari kita selama ini, kamu tetap mencintai Fandy. Gak ada ruang di hati kamu buat aku. Aku berterima kasih sama kamu. Sheena, aku gak akan pernah lupain hubungan kita.”

Sheena memeluk Ravi lalu melepasnya, hanya sebentar karena ada Fandy yang benar-benar dicintainya. Ravi pulang mengendarai mobilnya dengan rasa kesedihan yang mendalam dan terpukul. Fandy dan Sheena menikmati hubungan yang baru mereka mulai kembali. SEKIAN.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar