Rabu, 14 Agustus 2013

CHEOSSARANG



< FIRST LOVE >

Awal yang indah pagi ini. Setelah kemarin pengumuman kelulusan untuk tingkat Sekolah Dasar. Aku lulus, tapi dibuat bingung dengan pilihan sekolah lanjutan nanti. Kemudian memasuki dunia SMA. Lalu ke perguruan tinggi, hheuh! Aku belum mau jadi orang dewasa. Ku kira, orang dewasa itu merepotkan. Masalahnya selalu melibatkan anak-anak dan aku akan rasakan itu nanti. Aku berharap aku tidak seperti mereka, anak-anak menjadi korban orang dewasa. Ibuku selalu berkata maaf, setiap kali pertengkarannya dengan Ayah ku dengar. Ayah juga selalu minta maaf, sesekali dia mengacuhkanku. Beruntungnya aku anak yang cuek. Tak apa kalau sampai saat ini orang dewasa di sekitarku seringkali menjengkelkan. Karena kenakalanku pun tak jarang membuat mereka kesal. Anggap saja itu impas, tapi tetap tidak adil. Aku kan masih di bawah umur, huh!
Masih berseragam putih-merah. Tadi ke sekolah cuma main-main saja. Setelahnya langsung ke basecamp. Lapangan basket di tengah komplek dekat rumahku. Sebelum pulang, aku dan sahabatku menyempatkan waktu berteduh di bawah pohon jambu pinggir lapangan. Paling menyenangkan saat pohonnya berbuah. Dari kejauhan, sinar merah jambu sudah menarik perhatian. Pohon ini kami sebut Pink Friendly. buahnya yang merah jambu dan pohonnya yang sudah lama bersahabat dengan kami membuat kami betah bersandar di bawahnya. Sambil baca buku, ngemil atau sekadar singgah sebentar. Pohon, rumah yang damai bagi kami.

Terlihat seorang anak laki-laki sebaya dengan kami sedang bermain basket. Sedari tadi aku perhatikan bolanya belum masuk ke ring. Dengan jeans pendek, berkaos biru donker dan tinggi sekitar 120 cm itu memang nampak cool, imut dan cukup keras kepala. Shoot bolanya yang belum juga menyamakan ring terus dicobanya. Dia terlalu yakin untuk memasukkan satu kali saja. Tapi untuk anak usia 11 tahun, dribblenya lumayan bagus. Tahu teknik tapi tak ada sesekali pun bola yang masuk. Aneh !

     “ dia siapa ? “ lirikku pada anak laki-laki itu.
Tania yang berada di sampingku mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca. Ditengoknya anak itu sejenak dan kembali sibuk membaca.
     “ rumahnya tepat di blok E, katanya sih dari Padang. Kesini cuma liburan aja. Kalau nama, aku kurang tahu. Tapi waktu itu aku pernah dengar Esa panggil dia Al. mungkin namanya Aldo. “
     “ Aldo ? “ pikirku.
Entah mengapa aku terpancing untuk ingin tahu sekadar namanya. Karena dia memang pantas untuk dikenal atau mungkin aku menyukainya. Ah ! sejak itu selalu saja aku ingat dia. Tania sampai bosan seringkali aku menanyakan Aldo padanya. Berhubung rumah Tania cukup dekat dengan Aldo. Jadi aku mudah mendapat informasi tentang Aldo. Sialnya, Ibu tahu aku sering melamun. Ibu juga tahu sebab lamunanku. Ibu bilang aku menyukainya, cinta monyet begitu Ibu sebut. Usiaku baru beranjak 11 tahun. Kata Ayah, aku belum tahu apa itu cinta. Aku akan tahu rasanya cinta setelah aku dewasa nanti. Sedangkan aku benci orang dewasa. Bagaimana mungkin aku segera dewasa dan megenal cinta.
Dalam bukunya EYE SHADOW, KEISHA SARANG menyatakan “ Sarangeun Apeun-go “ meskipun “ Sarangeun Modeun Geoseul Chiyuhamnida “. Cinta itu menyakitkan tapi cinta juga menyembuhkan segalanya. Ya ! walaupun bisa dibilang aku belum paham. Tapi aku sedikit mengerti, cinta mungkin seperti Sarang Walet. Hambar, namun semua membutuhkannya. Tak jarang Ibu dan Ayah bertengkar, tapi karena keberadaanku, membuat mereka baikan dan bertahan. Aku pikir begitu, mereka bilang, aku buah cinta mereka. Cinta itu makhluk hidup ya ? sejenis buah, atau . . .





< DISAPPOINTED >
Pagi tadi sudah diguyur hujan lebat. Siang ini justru terasa sangat panas, padahal terik matahari cukup bersahabat karena hujan rintik-rintik yang juga turun ke bumi. Kolong langit tak menentu, aku terus berpindah posisi. Jenuh menunggu sendirian, Tania belum juga datang. Janjinya, aku akan diajarkan teknik melukis yang benar. Walaupun terbilang masih kecil, tapi Tania sudah sangat terampil dalam seni lukis. Impiannya dewasa nanti, ingin mempunyai Galery sendiri. sedangkan cita-citanya mau jadi Reporter. Berbeda, tapi itu akan dilakukannya bersamaan. Sejak dini dia sudah memikirkan resolusi ke depan, untuk esok dan seterusnya saja dia sudah punya rencana. Kalau ada yang belum bisa tercapai hari ini, dia akan capai esok, lusa sampai keinginannya itu tercapai. Tania, sahabatku yang paling Amazing. Hobbynya membaca buku, impiannya jadi pelukis dan cita-citanya jadi Reporter. Heran deh ! apa hubungannya yah?
Beruntung aku memakai baju tebal, tidak begitu panik dengan rintikan hujan yang takut akan membuatku menjadikannya alasan ingin pulang dan berhenti menunngu Tania. Aku masih setia menunggu janjinya tertepati. Kemudian, seseorang menghampiriku. Penampilannya yang Girly, dengan serba pink melekat di tubuhnya dan kipas mini unik berbulu di tangannya mengejutkanku. Yaa ! dia datang sambil mengibaskan kipasnya itu ke wajahku. Resee !
     “ sedang apa ? “
     “ nunggu Tania. “ jawabku agak kesal.
     “ oh, “
     “ kamu sendiri ? “
     “ aku mau ketemu Esa. “ sedikit centil. Itu yang kurang ku suka darinya
Nitha, teman sekelasku. Dia memang seperti itu anaknya. Manja, centil dan heboh. Tapi itu yang membuatnya banyak disukai anak laki-laki. Entah apa? Jujur dia cantik dan penampilannya selalu menarik. Beda denganku, Tania atau anak perempuan lainnya di sekolah, yang masa bodo dan sederhana saja. Bagiku, masih kecil jangan banyak gaya, penampilan harus selaras dengan usia.
Huft ! aku menggerutu dalam hati. ‘cepatlah sampai tan’. Benar saja, Tania pun datang.
     “ hai. “
     “ hai tan. “ sapa Nitha. Tania hanya membalas dengan senyuman.
     “ maaf yah res aku lama, tadi habis beli cat warna. “
     “ iya gak apa-apa kok. “
     “ oia, kamu kok disini ? “ Tanya Tania
     “ hhm, aku janjian ketemu Esa disini. Tapi kok dia lama yah ? “
Keningnya berkerut, Tania mengetahui kejenuhanku yang menunggunya lama. Terlebih lagi ada cewek menyebalkan itu. Aku memang tak suka dengannya sejak kejadian dia memfitnahku mencuri handphonenya. Padahal dia sendiri yang lupa menaruhnya dimana, handphonenya ditemukan salah satu anak kelas 5 di depan kaca toilet. Huh ! makanya jangan ceroboh, masih SD saja sudah bawa benda mahal ke sekolah.
Lalu, terlihat Esa datang dengan bola basket di pelukannya. Bersama Sandy, Jason dan … Aldo waw ! aku lantas mengenali sosok di sampingnya itu. Mereka menghampiri kami.
     “ hai, kalian disini juga ? “ Tanya Esa padaku dan Tania.
     “ Esaaa, kok lama banget sih. Aku capek tahu nunggunya. “ sambung Nitha.
Lagi-lagi sikapnya itu menjengkelkan.
     “ hhh, maaf. Tadi aku ke rumah Sandy sama Jason dulu, terus ketemu Alan di jalan. “ jawab Esa.
     “ oia, kenalkan, ini Alan, tetangga baruku. “ kata Esa.
Jadi namanya Alan, bukan Aldo? Ukh, Tania salah beranggapan nih. Aku dan Tania malah melongo karena merasa bodoh dengan mengira namanya itu Aldo. Saat aku ingin berjabattangan dengan Alan, Nitha langsung menyambarnya.
     “ Anitha Dewanka, panggil aja Nitha. “
Mulai deh kecentilan sama anak baru. Semuanya biasa saja melihat sikap Nitha yang memang begitu. Alan juga merespon, menurutnya Nitha anak yang sangat ramah.
     “ aku Tania, ini Reshia sahabatku. “
Alan membalas jabatan kami dengan senyuman lima centinya. Ada getaran yang aneh, mataku tak bisa mengedip. Aku baru tersadar saat Tania menyikutku lembut. Oh My God, ada apa? Perasaanku mulai jelas. Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Tapi Nitha, mulai saat itu dia mendekati Alan.
Aku, Tania dan Jason duduk manis di pinggir lapangan basket sambil melihat Esa, Sandy dan Alan bermain basket. Sementara Nitha, terlihat dia masih bergerak-gerak imut di tengah lapangan. Menyorakkan semangat untuk Alan. Aku merasa Nitha juga menyukai Alan, sedari tadi ku perhatikan sikapnya. Matanya tak berpaling dari Alan. Aku takut Nitha benar menyukai Alan, kalau itu terjadi, aku rasa Alan pun begitu. Nitha cantik, aku tak sebanding dengannya.
Tania memandangku. Dia membiarkan aku berada di alam bawah sadar. Mungkin baginya, tak apa aku sejenak berpikir panjang tentang mereka. Asalkan jangan sampai aku terpingsan, aku akan malu dan terlihat sangat bodoh.  Aku ingin bebas dari khayalan burukku tentang Alan dan Nitha, tapi Tania tak jua membuyarkan lamunanku.
Tiba-tiba bola basket melayang di depanku, hampir saja mengenai kepalaku. Alan berlari menuju bola yang terdiam di depanku setelah gagal membuatku mati duduk. Degh !  jantungku berdetak amat cepat, terdengar keras mungkin karena Tania memandangku dengan senyumnya.
     “ maaf. “
Cuma itu, dalam hatiku, atau aku mulai tuli karena jatuh cinta. Reflex, aku mengangguk. Dia kembali ke tangah lapangan dengan bolanya. Shiiit, satu menit saja kejadian itu mulai berlalu tapi terasa amat sangat lama. Segitu saja sudah membuatku bersenang hati, tak sengaja dia dahulu yang mendekatiku. Hah, tetap saja Nitha lebih beruntung daripada aku.
     “ kenapa kamu ? “
     “ kamu pasti tahu apa yang ku rasa, buat apa bertanya. “ ucapku
Tania tertawa kecil, membuatnya terlihat manis.
     “ senang yah ? yuk ke rumah, nanti kesorean aja. “ ajaknya.
     “ duh, rasanya aku malas pergi dari sini. “
     “ ya, aku tahu. Tapi kita harus pergi, nanti kesorean ih. “
Menarik tanganku agar aku terbangun.
     “ cepat. Nanti kesorean. “
     “ iyaaa. Sabar, aku masih mau disini sebentar saja, ya tan?. “ pintaku.
Menghela nafas sambil melepas tanganku. Tania sepertinya sudah punya firasat buruk tentang kejadian yang akan datang jika aku masih disini. Esa mengajak kami ke tengah lapangan. Kami pun berkumpul melingkar, Nitha berdiri di samping Alan. Gerah ! aku ingin menjambak rambut panjangnya, kalau saja itu tidak akan memberantakkan semuanya pasti sudah aku lakukan.
    “ nanti kita akan berpisah yah ? “ Tanya Esa.
Suasana hening, Nitha yang cerewet sepertinya tahu posisi. Kami sama-sama menahan pedih, perpisahan yang sebentar lagi menjemput persahabatan kami bersiap menghancurkan apa yang kami inginkan. Dulu, kami berharap untuk selalu bersama. Karena kami tak pernah membayangkan sebuah kesakitan yang amat sangat seperti yang akan terjadi nanti.
Aku menggenggam erat tangan kanan Tania, walau aku tahu aku akan bersama lagi dengan Tania karena orang tua Tania sepakat untuk ikut keluargaku pindah ke Bandung, meninggalkan Jakarta juga semua sahabat hati disini. Tapi tetap kesedihan terbendung, hujan akan datang. Tuhan tahu kami akan menyimpan rindu yang besar, saat ini air mata kami masih belum ingin keluar. Hujan mulai membasahi kerinduan yang akan datang, setiap tetesnya menjadi saksi kebersamaan kami yang tulus. Selama 6 tahun lebih, bahkan dari kecil kami berteman.
Perlahan tangan kiri Nitha menyentuh jemari tangan kanan Alan, mereka berpegangan tangan. Tania yang pertama melihat itu mencoba mengalihkan arahku. Tapi sayangnya, aku terlanjur melihat. Yaa ! aku biasa saja, namun hati ini, entah mengapa terasa sesak.
     “ hujan, kita pulang saja. Besok menjadi hari terakhir kebersamaan kita, jangan lupa kumpul jam 8 pagi yah. “ kata Esa.
Esa mengawali memeluk kami, kami pun berpelukan. Damai, tak ada kedamaian yang abadi selain sebuah pelukan. Tenang, adalah salah satu cara awal menghadapi sebuah masalah. Alan dan Nitha berlarian sambil tangan mereka bereratan, canda tawa kecil terdengar. Hujan sepertinya mendukung kedekatan mereka. Aku ingin ini segera berakhir. Ini kesakitanku yang pertama, tapi buat apa aku merasa sakit hati? Alan bukan siapaku, walau aku menyukainya. Tania meyakinkan bahwa aku hanyalah sedikit kecewa, aku baru mengenal Alan walau aku lebih dulu dibanding Nitha, nyatanya Nitha lebih mudah menarik perhatian Alan. Pelajaran ini membuatku mengaca diri, bukan melihat apa kekuranganku tapi berharap aku tidak mengulangi hal yang sama.











< PAMERAN FOTO ASHARI LATE >
Ingatan lalu itu terputar begitu saja. Di tengah keramaian pengunjung yang berbondong-bondong datang ke acara peresmian Galery Photo milik Reshia Ashari dan Tania Late. Air mata kebahagiaan berkucuran deras di pipi Reshia, tapi terbesit sebuah kerinduan amat sangat terhadap sahabat-sahabat kecilnya. 9 tahun berlalu, Reshia masih bersama Tania. Berjuang demi masa depan yang terang benderang, sepermainan bersama melawan apa yang selama ini mereka tantang. Mereka berhasil, Tania bisa mewujudkan impiannya mempunyai Galery sendiri. Reshia sukses dengan hobby potretnya, mereka bersatu, menghidupkan seni dan turut membantu anak bangsa maupun luar Negara.
     “ hey, why do you so sad? Don’t be cry. This is our event, be happy. “ kata Minhwam.
Aku, Tania, Lian dan Minhwam bersama dalam pencapaian yang totalitas ini. Lian adalah teman sekampus aku dan Tania di salah satu Universitas di bilangan Bandung. Lian merupakan vokalis band kampus yaitu @5 yang juga ikutserta meramaikan pergelaran lelang foto kami. Sedangkan Kim Minhwam, biasa disapa Minhwam, dia warga kenegaraan Korea, tepatnya di kota Incheon, salah satu mahasiswa di Inha Univercity jurusan drama dan film. Awalnya, Minhwam ke Bandung untuk menemui pamannya yang bekerja di salah satu stasiun radio di Indonesia. Namun, justru Minhwam bertemu kami dalam event kampus di sebuah hotel yang diinap oleh Minhwam.
Sebelum pertemuan kami dengan Minhwam, kami sudah memiliki banyak rencana. Aku yang suka memotret, Tania yang suka melukis dan Lian yang suka menyanyi mulai berpikir kuat untuk bersatu. Akhirnya, bertemuan kami dengan Minhwam menambah ide kami. Minhwam ingin sekali ke Papua, Maluku dan kota kecil di Afrika. Kami menyusun konsep, tujuan kami adalah membantu system pendidikan di Papua, memotret keindahan Maluku dan meneliti Kelaparan di Solambia, Afrika. Bermodal sebuah kamera, aku memotret semua luka yang tersembunyi dari anak-anak Papua. Sesungguhnya mereka sangat tekun dalam belajar, namun kekurangan fasilitas buku membuat mimpi mereka untuk segera cerdas mukai berkurang. Maluku, keindahan setiap tepinya begitu elok, menakjubkan kata Minhwam.
Kedua hal itu menjadi awal berjalannya konsep kami. Lewat potret, lukisan Tania dan puisi hati karya Lian, kami optimis. Lelang yang nanti akan kami adakan, dananya untuk mereka, objek kami. Kami yakin akan berhasil, ini untuk anak bangsa. Setelah mendapatkan hasil yang cukup baik, Minhwam mengajak kami ke sebuah kota di Afrika. Yang menurut kabar, kota itu menjadi kota dengan penduduk Kelaparan terbesar. Minhwam tersentuh hatinya untuk berkunjung kesana. Sungguh amat sangat kesakitan yang kami rasakan, ini lebih sakit dari kesakitanku di masa lalu. Mereka anak-anak kecil bertubuh yang hanya tinggal tulang, mereka kehausan, kelaparan, kurang gizi, perhatian pemerintah belum terdeteksi oleh mereka. Pameran ini untuk kalian, Papua, Maluku dan Solambia.















< Lukisan 1 >
Beberapa anak menunggu belas kasih secuil makanan dari sang dermawan, terlihat anak itu sedang menangis kelaparan. Lukisan telah bicara lewat seni gambar dan setiap paduan warnanya. Tatapan mereka seakan berteriak ‘bantu kami, kami kelaparan’. Tragisnya kehidupan mereka menarik hati kami untuk sedikit mengulurkan tangan.








Tania yang saat itu manarik tubuhku untuk segera memotret mereka, dia juga lantas melukis anak-anak itu. Tanpa membuat mereka curiga atau berpikiran buruk, Tania berusaha meyakinkan mereka agar mereka percaya bahwa kami hanyalah wartawan asal Indonesia yang ditugaskan untuk meliput kelaparan di Solambia. Prinsip kami, mereka tidak boleh tahu bahwa ini semua salah satu cara untuk membantu mereka. Biar saja semua mengalir, nantinya mereka akan mendapat kabar baik.
Anak-anak ini sedang dalam masa pertumbuhan. Tapi kalau saat ini saja hidup mereka sudah tidak baik, nantinya mereka akan berkembang menjadi apa? Aku takut yang mereka alami ini berpengaruh terhadap psikologis mereka. Terlebih lagi, pandangan mereka terhadap pemerintah. Mereka adalah generasi masa depan, calon penerus bangsa. Namun, keadaannya begini. Apa mereka akan patuh terhadap Negara? Dengan segala aturannya tanpa sedikit mempedulikan rakyat di pelosok. Mengherankan !
     “ cepat potret mereka, aku tidak tahan berlamaan di hadapan mereka. “
Begitu ungkap Tania kepadaku. Dia langsung pergi membelakangi kami, sesekali dia bertabrakan dengan anak-anak yang lain. Menambah kacau batinnya. Belum bisa berbuat lebih, hanya ini usaha rahasia kami demi sedikit mengurangi keroncongan di perut mereka. Aku tahu, mereka ingin berbicara kepadaku, mengungkap semua penderitaan mereka agar pemerintah Solambia mendengarnya. Tapi tutur kata mereka, aku tidak mengerti sama sekali. Kalau saja ada di antara mereka yang pandai berbahasa inggris, aku akan tulus menjadi tempat curahan semua derita mereka. Setelah ku memotret banyak foto, aku segera menyingkir, sejenak membebaskan hati dari sebuah kesedihan yang mendalam. Tiba-tiba seorang anak remaja menghampiriku, ku rasa dia tidak begitu lapar. Karena walau raut wajahnya sama dengan anak-anak yang sedang mengantri belas kasih secuil makanan, dia terlihat biasa saja.
     “ who are you ? “
Aku melongo, dia berani berbincang denganku. Waw ! sedari tadi anak-anak yang hilir mudik di hadapanku hanya menatapku penuh pinta. Tapi anak ini, dia mengajakku berbicara.
     “ I’m Reshia, And you ? “
Dia menatapku lirih. Mungkin dia tidak suka dengan keberadaanku. Entah menganggap aku tidak ada gunanya atau hanya akan memperburuk keadaan mereka. Aku tak tahu !
     “ I have a letter for you. It’s from my mother. “
Ku raih selembar kertas yang terlipat rapi. Setelahnya dia pergi sambil berlarian cepat. Ku buka setiap lipatannya dengan ragu. Ku baca gabungan hurufnya dengan teliti. Tania menepak bahuku, aku terkaget namun tetap tenang. Kami membaca suratnya bersama.
My dear Son’s, Keep stay a life, for your town. Acquit The children from hunger.
 


Singkat isi suratnya, namun aku dibuat berpikir panjang. Apa maksud Ibu anak itu? Apakah dia mati dalam kelaparan? Lalu bagaimana mungkin anaknya mampu hidup sendiri tanpa penguat di hari-harinya? Mengiris halus nuraniku. ini jalanku selanjutnya, aku harus bergerak cepat. Aku melipat kembali suratnya, ku selipkan di saku jeansku.
     “ res, dari siapa surat itu ? “
     “ dari anak kecil yang menghampiriku tiba-tiba. Dia bisa berbahasa Inggris. Anehnya lagi, mengapa dia bisa memberikan surat dari ibunya itu padaku ? pasti dia ingin aku melakukan sesuatu. “
     “ iya, aku rasa dia percaya kamu bisa lakukan sesuatu yang mampu merubah sedikit kehidupan mereka. “
     “ semoga, dan kita harus bantu mereka. “
Aku teringat sesuatu, Minhwam.
     “ dimana dia ? “
     “ siapa ? “
     “ Minhwam. “
     “ oh, tadi dia di depan tenda sana. “
     “ kita harus segera pindah lokasi, disini kita sudah dapatkan petunjuk. “
Tania mengangguk, kami pun lekas pergi.





< LUKISAN 2 >
Aku membaca sebuah rubrik Dalam artikelnya di Majalah 'Time' (sebagaimana diulas 'VIVAnews', dan dipantau IPOSnews), jurnalis Samuel Loewenberg menceritakan secara dramatis. Seseorang meninggalkannya begitu saja terkapar di tanah yang tandus. Beruntung aku mengambilnya.
Tersebutlah kisah seorang wanita separuh baya. Ibu Hassan, begitu dia dipanggil. Dia baru saja tiba di kamp pengungsi setelah berjalan kaki dua minggu dari rumahnya. Dia satu dari puluhan ribu orang Somalia yang menyelamatkan diri ke Kenya dari bencana kelaparan.

Masalahnya, Ibu Hassan itu baru saja melahirkan, sehingga menderita pendarahan. Dia perlu segera dilarikan ke rumah sakit untuk menerima pengobatan yang layak.
Ibu Hassan beserta para pengungsi Somalia lainnya menyelamatkan diri untuk mendapat makanan.

Kondisi mereka pun mengenaskan. "Mereka menempuh perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya,"

 










Bencana kelaparan di Somalia dan negara-negara di sekitarnya tampak sudah menjadi masalah global. Kondisi di tanduk Afrika semakin memprihatinkan. Kemarau yang memicu kelaparan ini diperkirakan akan terus memburuk sampai akhir tahun ini.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan jumlah orang yang membutuhkan bantuan lebih dari 15 juta. Mereka butuh makanan, air dan tempat tinggal. Aku semakin tersentuh untuk menyentuh mereka, membantu mereka walau sedikit saja. Selama hidupku, tak pernah aku merasakan lapar yang amat sangat. Hingga aku terpaksa mengemis dan mengangkat kedua tanganku untuk belas kasih yang sesungguhnya tak diperbolehkan. Seharusnya aku menunggu bantuan, namun perut ini sudah tidak mampu lagi menunggu bantuan yang tak kunjung datang.
Aku segera memberikatahukan berita itu pada Tania dan Minhwam. Minhwam membujuk kami untuk segera ke lokasi itu. Tempat dimana ibu Hassan dan anaknya mengungsi. Tapi aku bingung, aku maupun Tania sama sekali tidak tahu lokasi pengungsian. Sedangkan Minhwam terus mendesak.
Kelaparan yang melanda warga Somalia diperkirakan akan bertambah setiap tahunnya jika pemerintah Somalia belum berbuat apa-apa. Dikhawatirkan, kejadian ini akan berdampak juga di Ethiopia dan Kenya. Lembaga bantuan asal Inggris, OXFAM. Memikat kami untuk bekerjasama dengan organisasi mereka. Menjadi sukarelawan atau sekadar penjaga tempat pengungsian pun tak apa. Kami hanya ingin kesana. Untuk kepentingan pameran, penggalangan dana bantuan for Somalia.
Namun usaha kami gagal. Namun tak sia-sia, kami malah tersesat di daerah kelaparan yang sama. Tak jauh dari Somalia, pengungsian ini justru memburuk. Kondisi anak-anak sangat tragis. Seperti biasa, kemi tak pernah melewatkannya begitu saja. Ada beberapa potret dan lukisan kecil yang sempat aku dan Tania kerjakan. Minhwam, lagi-lagi dia menghilang. Membuat panik dan khawatir kami. Ini bukan negaranya, kami takut dia tersesat jauh. Dia satu-satunya jembatan penghubung kami bisa sampai kesini. Tanpanya, kami belum tentu bisa capai sampai ke Somalia.


< lukisan 3 >








Anak malang ini terlihat sedang diperiksa keadaannya oleh tim medis setempat. Minimnya jumlah kampung pengungsian membuatnya baru bisa diperiksa tim medis. Mengenaskan, tragis, mengiris batin kita para penglihat dan pemerhati anak. Sangat jelas, anak ini kekurangan gizi dan lingkungan mereka tak layak.
Seorang Jurnalis asal Somalia menuturkan,
Penuturannya itu diperkuat data dari lembaga bantuan 'Medecins Sans Frontieres', yakni satu dari tiga anak Somalia yang baru tiba di kamp pengungsian di Kenya menderita kekurangan gizi akut akibat tiadanya asupan pangan layak.

Setiap hari, kamp itu didatangi 1.400 pendatang baru. Itulah sebabnya, sejak 2008, kamp pengungsi itu tidak mampu lagi menerima para pendatang secara layak.
Jumlah pengungsi kini empat kali lipat lebih banyak dari daya tampung. Mereka yang baru datang terpaksa harus tinggal di luar kamp dengan fasilitas seadanya.
Orang asing ternyata dilarang masuk di daerah pengungsian ini. Aku, Tania dan Minhwam hanya bisa menyaksikan dari luar batas pengungsian. Sambil memotret perlahan keadaan anak-anak itu. Aku abadikan hasil rekaman ini. Kelak ini menjadi harapan besar anak-anak Somalia.
     “ if I could help them more than this. “ kata Minhwam.
     “ iya, this is our job. “ kataku.
Tania menjauh dari kami beberapa langkah, dia menerima telepon dari Lian. Lian yang tak ikut bersama kami ke Somalia, dia hanya mengawasi kondisi di Jakarta. Karena dia juga punya tugas lain yang masih harus diurusnya dan tidak bisa ditinggalkan yaitu menata Galery Photo milik kami bersama. Yang nantinya menjadi gudang bermanfaat untuk mengabadikan hasil lukisan dan potret kami disini. Tak lama kemudian, Tania kembali.
     “ Lian baru saja menghubungiku. Dia mengabarkan bahwa ada panggilan potret untuk Pantai Natsepa di Maluku. Akhir minggu ini kita diminta untuk segera datang ke Maluku. “
     “ whats wrong ? “ bingung Minhwam.
     “ we must go home this week. We will take a pictures of Natsepa’s Beach in Maluku. “ jelasku.
     “ oh yea ? Really ? its good. “
Entah mengapa rasanya berat akan meninggalkan Somalia tanpa pernah berbuat apa-apa. Sedangkan nanti kalaupun dana lelang foto berhasil mengumpulkan banyak uang, uangnya akan kami kirim via Organisasi bantuan dari Indonesia yang langsung akan memberikannya pada warga Somalia. Sudah dipastikan kami tidak akan menginjakkan kaki disini lagi, oh no !
Tapi kami harus adil, Negara kami sendiri pun masih membutuhkan bantuan. Kalau mampu berusaha keras untuk membantu Negara lain, mengapa untuk Negara sendiri saja tidak ? pertanyaan besar. Kami pun mengiyakan project Lian.

< lukisan 4 >














Ku temukan data sebuah artikel pada salah satu blog milik pecinta alam di Indonesia. Kemudian foto pada artikelnya aku lukis kembali dengan sedikit perubahan namun tanpa lupa meminta izin pemiliknya. Walaupun katanya, pemilik aslinya telah meninggal dunia.
Awalnya adalah mendengarkan lagu Manic Street Preacher yang berjudul Kevin Carter.


Hi Time Magazine Hi
Pulitzer Prize
Tribal Scars In Technicolor
Bang Bang Club AK 47 Hour Kevin Carter

Vultures Stalked White Piped Lie Forever
Wasted Your Live In Black and White
Kevin Carter Kevin Carter Kevin Carter

The Elephant Is So Ugly He Sleeps His Head
Machetes His Bed Kevin Carter
Kaffir Lover Forever
Kevin Carter Kevin Carter Kevin Carter

Apa maksud Majalah Time , Pulitzer Prize, burung bangkai tersebut ?

Kevin Carter adalah wartawan foto yang meliput konflik di benua Afrika. Mengabadikan Represi Rezin Apartheid, protes anti Apartheid dan kekerasan di benua tersebut. Salah satu hasil karyanya berhasil meraih hadiah Pulitzer Prize for Feature Photography tahun 1994. Dalam foto tersebut terekam seorang anak Sudan merangkak dengan lemah menuju tempat pembagian makanan, sementara beberapa meter di belakangnya ada Burung pemakan bangkai (vultures) menunggu kematian anak itu.
Kevin Carter menjual foto tersebut ke Koran News York Times dan dimuat pada 26 Maret 1993. Tanggapan atas foto tersebut sangat luar biasa. Dua bulan setelah acara pemberian anugerah Kevin Carter ditemukan mati bunuh diri menggunakan Karbonmonoksida. Pesan bunuh dirinya (suicide note) adalah :

I am depressed, without phone, money for rent, money for child support, money for debts, money !!! I am haunted by the vivid memories of killings and corpres and anger and pain. Of starving or wounded, often police, of killer executioners, I have gone to join Ken ( my friend ) if im that lucky.

Ken adalah teman Kevin yang sudah meninggal.
Aku tersentak merinding membaca teliti tiap teksnya. Ada keharuan dan kebanggaan yang selesai begitu saja ketika tahu Kevin mengakhiri hidupnya dengan cara yang salah. Seharusnya dia berpikir lebih dewasa dan matang. Dia harus tetap hidup untuk membantu anak-anak itu. Keminderan terhadap dirinya telah membuat dia merasa tidak bisa berbuat apa-apa untuk anak-anak itu. Yaa ! tapi karyanya itu telah bernilai mahal. Pray for Kevin and Thanks for your Photos.









< keindahan Maluku >
Kurang dari sebulan sudah aku, Tania dan Minhwam meninggalkan Indonesia. Kini kami kembali, bersiap mengayun dayung dengan perahu impian menuju kebaikan selanjutnya. Aku merindukan Lian, sangat merindukan sahabatku yang manis itu. Ku peluk tubuhnya dari belakang, dengan genbira aku berteriak kecil. Lian yang sedang mengotak-atik laptopnya di meja kerja terkaget lembut dengan pelukanku yang mendadak. Baginya, aku selalu saja mengejutkan. Hheuh, itulah aku.
     “ Liaaaan, aku pulang, “
     “ iyaa aku tahu res, sebelum kamu sampai juga kan aku yang sudah memintamu untuk pulang. “
Aku memanyunkan bibir, ku lepas tubuhnya dari dekapanku. Aku hanya ingin Lian tahu, aku rindu candaannya yang menyebelin itu. Membuatku geer tapi setelahnya meminderkan aku lagi. Huh ! kau sahabat yang aneh, batinku.
     “ annyeong haseyo ? “ sapanya pada Minhwam yang berdiri di sampingku.
Dengan sedikit membungkukkan badan, Minhwam menyapa kalimat yang sama. Lian dan Tania memang sering berbicara menggunakan bahasa Korea dengan Minhwam, tapi aku, entah aku malas, atau karena aku memang tak bisa bahasanya, aku belum pernah lakukan itu dan Minhwam tidak heran. Kiranya, mungkin aku belum bisa bahasa Korea. Hangeul dan lainnya aku tidak mengerti itu.
     “ hai tan, apa kabar ? “
     “ Alhamdulillah aku baik. “ memeluk sebentar tubuh Lian.
     “ aku kok gak ditanya kabar ? “ sedihku.
     “kau kan baik-baik saja. “ jawabnya santai sambil mematikan Laptopnya.
     “ tahu darimana ? “
     “ buktinya kau masih bersikap sama, suka mengagetkan orang lain. “
Tania tertawa mendengar pertengkaran kecil aku dan Lian. Minhwam juga sempat ikut tertawa.
     “ kenapa kau tertawa ? “ tanyaku heran pada Minhwam.
Aku lupa kalau dia tidak mengerti bahasaku.
     “ what ? “
     “ hahaha, it doesn’t matter. Please take a rest firstly.  “ kata Lian pada Minhwam.
Tanpa sengaja dia menyelamatkanku dari kebodohan yang akan panjang. Aku baru sadar bahwa Minhwam begitu manis, matanya yang sipit membuatnya terlihat tambah cuties dan menggemaskan. Kenapa aku baru rasakan itu sekarang yah ? setelah tadi gertakanku padanya menahan mataku menatap matanya. So cute ! manis, waw ! aku telat ternyata. Dulu, Tania juga pernah menilai yang sama tapi aku biasa saja menyikapinya. Tak peduli, toh aku masih saja peduli pada Cinta Pertamaku semasa SD lalu. Whateverlah !
Esok harinya, Maluku begitu indah. Tepatnya Ambon. Aku dibuat terpaku oleh keindahan yang murni menelusup tulang-tulangku. Perfection ! aku, Tania, Lian dan Minhwam menikmati Rujak Natsepa. Di bawah pohon kelapa yang tinggi, di atas pasir putih dan di hadapan air laut yang biru. Pantai Natsepa !







Pantai  Natsepa terletak di Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau  Ambon. Pantai ini terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Ambon. Untuk menuju lokasi pantai dapat ditempuh dengan naik kendaraan umum dengan  harga sekali jalan Rp. 5000. Pantai ini terletak di samping jalan besar, dengan  waktu tempuh dari kota Ambon sekitar 30 menit, dengan jarak tempuh 24 km.
Tarif  masuk ke lokasi wisata ini, untuk orang dewasa sebesar Rp. 1.000,- kendaraan  roda dua Rp. 1.000,- dan kendaraan roda empat Rp. 2.000. Objek Wisata ini  menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh para pengunjung antara  lain beberapa shelter yang dapat digunakan sambil menikmati indahnya pantai dan  pemandangan di Teluk Baguala. Terdapat juga  penyewaan pelampung berupa ban dalam roda mobil dengan harga sekitar Rp 3.000  untuk yang berukuran kecil dan Rp 3.500 untuk yang berukuran besar.













                                                                         











Perahu kole-kole untuk menyebrangi Pantai Natsepa.


Aku beberapa menit saja menyebrangi Pantai dengan Perahu Kole bersama Minhwam. Walau hanya sebentar, aku merasa nyaman dan damai sekali. Padahal aku termasuk Phobia Laut. Tapi saat ada Minhwam, aku lupa dengan Phobiaku gitu aja. Biarlah, itu bagus bukan !
Lian dan Tania terlihat menikmati keindahan Pantai, begitu sempurna alam ini. Namun ulah manusia masih saja memburuk. Tak bersyukur atas apa yang Allah ciptakan. Tak terasa, aku semakin dekat dengan Minhwam. Terdengar keras dering panggilan dari handphone Minhwam, tiba-tiba saja suara air laut menenangkan pikiran. Minhwam mengangkat teleponnya. Bahasa Hangeul yang dia ucapkan membuatku sedih, sedih karena gak ngerti. Ukh !















 < JAYAPURA >
Setelah puas mengelilingi Pantai Natsepa, Lian mengajak kami ke sebuah tempat pengelolaan makanan Sagu. Khas Maluku, daerahnya masih sangat sejuk, kadar polusi masih rendah.
Dari tahun 1910 ke 1962, Jayapura ini dikenal sebagai Hollandia dan merupakan ibukota distrik dengan nama yang sama di timur laut Papua Barat. Kota ini sempat disebut Kota Baru dan Sukarnopura sebelum memangku nama yang sekarang pada tahun 1968. Arti literal dari Jayapura, sebagaimana kota Jaipur di Rajasthan, adalah 'Kota Kemenangan' (bahasa Sanskerta: jaya yang berarti "kemenangan"; pura: "kota"). Kota ini merupakan ibukota provinsi yang terletak paling timur di Indonesia. Kota ini terletak di teluk Jayapura, ibukota Papua.









Pohon Sagu















Sagu adalah makan khas orang Maluku, dari sagu kemudian diolah menjadi PAPEDA.
Aku sedikit aneh ketika salah satu pembuat makanan sagu itu menyodorkannya ke mulutku. Rasanya itu loh, awalnya aku tidak suka mungkin karena baru pertama kali tapi kedua kalinya aku cicipi, enak juga. Hehe. Minhwam pun sama, dia berekspresi kocak, gokil pikir Tania. Minhwam menyebut makanan sagu itu hampir sama dengan Shushi, waw ! dimana kesamaannya Min ?
     “ ini cocok untuk ulang tahunmu nanti res ? “
Meledek Lian,
     “ hah, yang benar saja. Ini lebih cocok untuk merayakan  17an, ku kira. “













Ini tempat pembuatan sagu.










Pohon sagu symbol karakter orang Maluku, menurut sebagian pengamat.
Selesai mengunjungi rumah sagu, kami beristirahat di rumah teman Lian di sudut kota Jayapura. Malam hari pertama kami berada di Papua. Menyenangkan namun tak terasa besok kami sudah harus kembali ke Bandung. Owh ! tak menyia-nyiakan kesempatan, Tania melukis lagi, pemandangan malam kota Papua.

Biru air dengan bebatuan besar, itulah hidup !

< KARYA BICARA ! >
beberapa pecinta seni begitu mendengarkan dengan saksama ceritaku dan Tania. Perjalanan kami yang amat berjurang namun menantang ini diberi banyak jempol oleh pengunjung. Berawal dari seorang pengunjung yang minta diceritakan kisah saat pengambilan sebuah lukisan anak kelaparan di Somalia. Tak terasa, ku telah berbagi semua penat yang indah sekilat tentang petualangn kami di kota-kota pilihan. Aku melongo, melihat sekelilingku penuh kerumunan orang.
     “ bagaimana bisa anda menggambar kembali sebuah potret dari foto Kevin Carter ? “ Tanya salah seorang pengunjung.
     “ kami mendapatkan infonya dari blog seorang teman, kami meminta izin untuk melukisnya kembali sebagai tanda apresiasi bukan bermaksud untuk mengcopy atau hal buruk lainnya. “ jelasku.
     “ bagaimana keadaan mereka saat ini kak ? “ Tanya lagi anak remaja beberapa tahun di bawah kami.
     “ I wish they feel be better soon, this exhibition aims to help tehem. We make sure they can be a better soon. “ jawab Minhwam.
Harapan kami, pameran ini diminati banyak orang. Dukungan mereka sudah sangat bersorak bagi kami. Semangat, optimis dan usaha selalu kami selaraskan. Ini impian kami, apapun yang harus kami lakukan demi mewujudkan sebuah impian pasti kami akan kejar. Totalitas, mungkin kami belum sukses cukup sampai disini.
Pencapaian tak akan pernah maksimal jika masih ada keraguan atau kemacetan sesaat. Pameran ini hanya berlangsung seminggu ke depan, hari pertama sudah membuahkan hasil. Banyak yang melelang lukisan dengan harga sesuai. Kami berharap, esok dan seterusnya semakin lebih baik.
Aku mondar-mandir di sudut pameran. Entah apa yang ku pikirkan, terlamun begitu saja. Seseorang dengan lembut menepuk bahuku. Aku tak buyar, kedua kalinya, aku sadar. Dia, sosok lelaki dengan pandanganku yang buram atau memang dia tak jelas terlihat. Entah !
     “ ada jalan untuk tujuan yang baik. Teruslah begini, sebarkan kepada anak-anak yang lain. Negara butuh jiwa-jiwa orang yang memiliki kepedulian yang tinggi. Pesankan kepada mereka, pengalaman itu penting. “ katanya.
     “ tapi … “
     “ tidak ada kata tapi untuk hidup yang damai. “
Dia lekas pergi, sampai jejaknya pun tak ku lihat lagi. Aku terdiam sesaat, tiba-tiba Lian datang. Dia heran melihatku bermuka kusut.
     “ tadi siapa ? temanmu ? “
Ah ! nyatanya Lian juga menyadari sosok lelaki barusan. Ku pikir hanya halusinasiku.
     “ aku tak tahu. “
     “ loh, kok ? “
     “ ya, dia datang tiba-tiba. Sama kayak kamu, “
     “ loh, kamu tuh yang suka tiba-tiba. Mengagetkan orang saja hobbynya. Bikin jantung terasa mau copot. “
     “ oh yeaaa. “
     “ ikh dasaaaar, Reshia jeleeeek. “
Lian menjulurkan lidahnya, meledekku. Itu hobbynya sejak sekampus. Ngeseliiiin. Aku acak-acak rambut hitamnya yang tertata rapi, ku buat berantakan, amburadul, rumit, kacauu. Hha. Kami bercanda tawa sejenak, setelah disuduhkan banyak pertanyaan yang menguras tenaga saat menjawabnya. Aku teringat pertanyaan seorang teman sekelasku dulu sewaktu SMA, pertanyaannya biasa saja tapi butuh penjelasan yang sengaaat jelas.
     “kenapa sih seniman itu penampilannya begitu ? “ tunjuknya pada salah seorang seniman sastra di acara musikalisasi puisi sebuah sekolah negeri.
     “ itulah mereka. Seperti karyanya. “
     “ maksudmu ? “
     “ apa adanya, merahasia, cuek dan gokil. Tapi ada suatu kekuatan yang tak terlihat namun dapat kita rasakan. “
     “ apa ? “
     “ karyanya. “
     “ kita bisa menilai, jangan sekadar penikmatlah. Beri sedikit sentuhan, agar mereka merasa dihargai. Karya bicara tentang bagaimana karakter pencipta dan menghidupkan penciptanya disitu. “
Itu sekilas ingatanku.















< kau cantik >
Dering ringbacktones dari handphoneku terdengar sampai ke telinga Minhwam. Dia berada di belakang kursiku, lantas dia langsung menghampiriku. Yang telah ku sadar bahwa dia cuties dan matanya, memiliki tatapan yang tajam. Perlahan namun cepat, menusuk sampai ke hati. Oh my god !
Lagu Ji-Yeon T-ARA berjudul Ttoreureu yang menjadi OST. GOD OF STUDY, drama Korea yang sangat inspiring, bordering, itu yang menarik Minhwam untuk mendekatiku. Yaa ! dia tentunya tahu lagu itu. Liriknya sangat menjiwa, nadanya lembut, aku suka.
ttoreureu nunmuri heulleoganda ttoreureu ttoreureureu
sorieomneun apeumeul igijido motanche
pareureu sonkkeuchi tteollyeoonda pareureu pareureureu
ttaseuhaetdeon siganeul gieokhanabwa

sarangeul hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul hamyeon jom dallajindae
eotteoke haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul hamyeon nunmuri nago
nunmuri namyeon tto saenggangmaneul
geureon sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo

seureureu du nuni gamgyeoonda seureureu seureureureu
goun miso hyanggie kkumeul kkugo sipeonnabwa
ttoreureu sarangi heulleoganda ttoreureu ttoreureureu
mami siryeoulmankeum johahanabwa

sarangeul hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul hamyeon jom dallajindae
eotteoke haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul hamyeon nunmuri nago
nunmuri namyeon tto saenggangmaneul
geureon sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo

gaseume chagaun niga naerimyeon
motbondeusi geujeo useoya haeyo
haengyeo niga dorabolkkabwa hangsang geu jarireul maemdoneun
eoriseogeodo haengbokhan sarangi johaseo

sarangeul hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul hamyeon jom dallajindae
eotteoke haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul hamyeon nunmuri nago
nunmuri namyeon tto saenggangmaneul
geureon sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo
     “ do you know tahat song ? “
     “ ya. “ jawabku dengan senyum yang tak biasa.
     “ do you like it ? “
     “ ya, of course. “
‘ why do you ask that ? ‘ gerutuku dalam hati.
     “ can you speak Korean little bit ? “
     “ no, I can’t speak anything about Korean language “
     “ oh, “
Berhadapannya dengannya hanya berdua membuat pikirannya salah arah. Menurutku, Minhwam ada kemiripan dengan Yoo Seung Ho sebagai Hwang Baek Hyun di drama korea GOD OF STUDY.  Dingin, pendiam dan cuties. Rambutnya, matanya, poster tubuhnya juga cara dia berpakaian.
     “ hey, why do you stare me like that ? “
Lamunanku buyar, ah, aku memikirkan apa sih. Aneh-aneh saja.
     “ hheuh, not. “
Dia berbalik menatapku, tapi lebih dalam, matanya, bulatan itu, membuatku malu.
     “ don’t stare me like that. “ kataku malu.
     “ you’re beautyful. “
Hah ! tiba-tiba aku merasa akan terbang, tinggi, lalu melayang-layang turun dengan parasut. Aku mencoba tidak terlihat senang dipujinya. Biasa saja, dia orang kesekian banyak yang bilang begitu padaku. May be ! aku ngarang, hehe.
Tak tahu harus bersikap apa setelah mendengar pernyataan Minhwam. Lian datang, syukurlah. Lagi-lagi dia menyelamatkanku. Hampir saja aku mati gaya. Hyuh !
     “ what are you doing ? “
     “ hhm, aku sama Minhwam lagi ngomongin lagu Ji-Yeon yang di GOD OF STUDY itu loh. “ jawabku terdengar aneh karena agak terburu.
     “ oh.”                                
     “ hhh, Minhwam, there is an email for you. The computer in Affham’s Room. “ lanjut Lian.
     “ oh yeaa, thanks. I’m going there firstly. “
Minhwam bergegas pergi, beruntungnya dia tidak menambahkan keterangan apa pun. Lian mengambil kursi yang barusan Minhwam duduki, menggesernya ke samping kursiku. Lalu duduk dan tenang, aku takut dia tanya-tanya hal yang sulit dijawab. Pura-pura sibuk mengetik sms atau sekadar membuka file di memory card, ku lakukan agar Lian tidak bertindak apa yang sedang ku khawatirkan.
     “ untuk besok, sudah dipersiapkan. “
     “ sudah. “ kataku singkat.
     “ besok bandku isi acara. Biar tambah rame dan menarik pengunjung, ada sedikit hiburan, kan perlu. “
     “ silahkan. “ kataku lagi.
     “ yah, gak sopan, ada orang lagi ngomong, masa gak tatap muka. Etikanya mana ? “ sindirnya pelan.
Sentak aku tersinggung, ku palingkan muka dan menatapnya. Sunyi, tak terdengar suara apa pun. Kami saling bertatapan, tak ada yang memulai tuk buang muka. Aneh ! ada apa ? jangan bilang kau akan mengatakan hal yang sama padaku seperti Minhwam tadi, pikirku. Gubraaak ! sempat-sempatnya narsiiis.


< god of study >
Di kamar Tania, tepatnya di rumah kami bersama. Ya, semenjak bertekat tinggi untuk mencapai impian, kami tak tinggal di rumah masing-masing. Kami memutuskan untuk membeli sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan nyaman, untuk tinggal bertiga dan memanfaatkan sebuah ruangan yang luas untuk Galery Photo. Tinggal bertiga memang asik dan seru, tapi dengan munculnya Minhwam menjadi sahabat baru kami, meramaikan rumah kami juga. Dia mengasyikan dan lucu, walau awalnya kami masih kaku tapi kelamaan justru kami menemukan kecocokan.
Menonton dvd drama korea, GOD OF STUDY. Lesehan di lantai kamar, depan tv. Tania tak bisa diam, mulutnya terus bersuara karena mngunyah Pop Corn, yang tadi dia pesan dari pabriknya langsung. Haha. Serasa nonton di Bioskop yah. Hho. Ku ceritakan sedikit tentang inti cerita drama itu.
Kang Suk Ho adalah seorang pengacara biasa yang memutuskan untuk bekerja sebagai pengacara di sebuah sekolah menengah atas. Setelah melihat kondisi sekolah dan murid-murid yang berada disana. Karen sekolah tersebut terkenal dengan murid-muridnya yang nakal dan bodoh.     
Suk Ho memutuskan untuk membuat sebuah kelas khusus menjanjikan masuk ke perguruan tinggi paling bergengsi di Korea, "Chun-Ha-Dae University." Lima dari siswa yang paling termalas - Baek Hyun Hwang, Gil Pul Ip, Na Hyun Jung, Hong Chan Doo, dan Oh Bong Goo bergabung dengan kelas untuk membuktikan bahwa mereka dapat melakukannya dengan kerja keras dan dedikasi.
Di film ini diberikan tips-tips atau motivasi belajar yang sangat baik, kisah hidup dari berbagai murid yang biasa dihadapi oleh setiap murid di dunia, dan kisah cinta remaja disuguhkan.
     “ aku mirip Go Ah Sung yah yang sebagai Gil Pul Ip ? hehe. Gak jauh beda lah. “ selaku, memulai pembicaraan duluan.
     “ haha, aku Ji Yeon nya dong. Yang sebagai Na Hyun Jung, kan aku unyu-unyu gituu deh. “ sambung Tania.
     “loh, berarti aku si Lee Hyun Woo yang sebagai Hong Chan Doo, lucu karakternya. “ sambar lagi Lian.
     “ ahaha, Lian mah Lee Chan Ho aja. Si Oh Bong Goo, kan gokil anaknya. Gendut, imut, lebih unyu-unyu daripada Chan Doo. Hho “ sahut Tania.
     “ yah, kan aku gak gendut. “
     “ gak papa. Haha “
Kami menertawakan Lian, wajahnya tampang melas. Uuuh ! imut deh.
     “ I’m Yoo Seung Ho, Hwang Baek Hyun. “
Minhwam nyambung-nyambung aja. Dia seakan mengerti apa yang kami ributkan, mungkin karena kami menyebutkan beberapa nama tokoh GOD OF STUDY. Kami serentak memandangnya. Dia tersenyum kecil. So cute ! aku merasa benar dia mirip Yoo Seung Ho.
     “ hah ! “ heran Tania. Minhwam sangat pede menurutnya.
     “ hemm, yaa, sedikit mirip. “ ucap Lian terbata-bata.







< kita sahabat >
Pameran kembali di gelar. Kali ini lebih ramai dari biasanya. Selain ada hiburan dari band Lian, juga karena acara yang dipublikasikan oleh stasiun tv swasta. Sangat membantu kami dalam mempermudah pengumpulan dana untuk Somalia, Papua dan Maluku. Somalia, kami akan mengirimkan sejumlah uang untuk dipergunakan oleh anak-anak kelaparan. Papua, kami akan kirimkan buku-buku pelajaran baru tingkat Sekolah Dasar untuk beberapa Sekolah Dasar di Jayapura. Maluku, rencananya kami akan buatkan satu pondok rumah serbaguna yang akan digunakan untuk balai pendidikan seni dan sastra, sederhana saja yang penting bermanfaat.
Aku kerepotan saat ingin memindahkan sebuah lukisan berukuran sedang dengan gambar Pantai Natsepa. Tingginya lukisan itu menempel di dinding, membuatku yang tak sampai meraihnya harus berjinjit. Tangan kanan yang merampas lukisan itu dari incaran tangan kananku tiba-tiba saja dengan santai mudah mengambilnya. Itu tangan Lian, yaa dia membantuku.
     “ kalau gak nyampe, minta bantuan dong. Disini kamu gak sendirian res. “
Aku merebut lukisan itu dari tangannya.
     “ maaf, ku kira aku bisa sendiri. usahaku cukup baik kan ? “
     “ tidak. Jangan selalu merasa bisa melakukan sesuatu itu sendirian. Kita pasti akan membutuhkan orang lain. “
     “ hhm, aku salah yah. “ kataku pelan.
Lian mendengarnya walau kurang jelas. Aku menunduk, ku tatap lukisan itu sebagai sampingan.
     “ salah, tapi jadikan ini pembelajaran. Jangan ulangi lagi, terkadang, salah itu memang perlu. Demi tidak adanya kesalahan yang sama dan supaya lebih baik. “
Aku mengangguk, berpikir sejenak. Lian meninggalkanku, kemudian, Minhwam tiba.
     “ hey girl. “
     “ ya. “
     “ do you need a help ? “ tanyanya.
‘ ah telat. ‘ batinku.
     “ hhm, “ aku masih ragu menjawab. Jujur atau tidak yah ?
Dia melirik sekilas lukisan yang ku pegang. Seakan berkata ‘ aku akan membantumu. ‘ haha. Tapi masih menunggu pintaanku, ku kira dia akan inisiatif. Nyatanya tidak, atau mungkin belum.
     “ where do you put it ? “
Dia merampas lukisan dari tanganku. Aku tak heran, karena itu yang sebenarnya aku inginkan.
     “ beside a picture of Sagu’s trees.. “
Dia tengok kiri-kanan, lalu pergi. Tak lama, Tania mengagetkanku dari belakang.
     “ hey, melamun aja. Kebiasaan deh. “
Kali ini aku terkejut, biasanya aku yang jail suka mengagetkan orang lain. Ah, Tania resee.
     “ ih, ngagetin aja. Huh “
     “ loh, gak papa dong. Sesekali kamu rasakan. “
Aku menjulurkan lidah pendek.
     “ pertama Lian, terus Minhwam, eh sekarang kamu. Nanti siapa lagi yang nyamperin aku, hemm. “ memasang muka kusut.
     “ oh ya, berurutan gitu yaa. Haha “
     “ jangan tertawa. Aku lelah. “
     “ sana istirahat, sedari tadi kamu sibuk melayani pertanyaan-pertanyaan pengunjung. Tapi itu kan memang tugas kamu ya. “
     “ hheuh, sudah ah aku ke kamar dulu.” Aku melangkah lambat meninggalkan Tania.
< incheon >
Sesampainya aku di kamar, tepat di sebelah kamar Minhwam. Aku mendengar suara orang sedang berbicara, ku rasa itu suara Minhwam karena bahasanya menggunakan bahasa korea. Aku melirik pintu, ternyata pintunya terbuka sedikit lebar. Ku mengindap-indap melihat Minhwam, berusaha hening dan tenang, tidak ada maksud lain. Aku hanya ingin melihat saja.
     “ (여보세요?) Yoboseyo? Hallo ? “
     “ ne. “ kata Minhwam.
     “ (언제 한국애 왔어요?) onje hanguke wassoyo? Kapan anda datang ke korea ? “ katanya lagi.
Minhwam sedang menerima telepon, dari temannya. Aku berusaha memahami.
     “ oh ne. “
     “ (사무실이 어디예요?) samusili odiyeyo? dimana kantornya ? “ lanjutnya.
Hah? Apakah Minhwam ingin kembali ke korea? Hemmm, jangan dong, pikirku.
Minhwam tinggal di Incheon, kota metropolitan dan pelabuhan utama di pesisir barat Korea Selatan. Kota terbesar ketiga di Korea Selatan setelah Seoul dan Busan yang berpopulasi lebih dari 2,6 juta jiwa, Incheon adalah kota penting yang berfungsi sebagai kota pelabuhan dan transportasi di Asia Timur Laut. Merupakan salah satu tuan rumah Piala Dunia FIFA 2002. Dalam bidang ekonomi, Incheon adalah salah satu kota penting dari dua Zona Ekonomi Bebas Korea Selatan. Incheon berfungsi sebagai zona bisnis dan finansial bersama dengan Zona Ekonomi Bebas Busan-Jinhae.
Wilayah Incheon memiliki 42 buah pulau berpenghuni dan 112 tak berpenghuni. Pulau-pulau utama dihubungkan dengan jembatan, antara lain Pulau Yongyu, Yeongheung dan Seonjae. Pulau-pulau yang lebih jauh antara lain Pulau Baengnyeong, Yeonpyeong dan Daecheong. Pantai-pantai di sekitar Incheon adalah objek penelitian dan wisata seperti rekreasi, berenang, memancing dan mandi lumpur. Pada saat Perang Korea meletus, banyak pengungsi dari Hwanghae yang pindah ke Incheon sehingga sampai sekarang seni dan budaya khas Korea bagian utara masih dipertahankan di wilayah ini seperti Eunyul Talchum (sendratari topeng Eunyul) dan lagu rakyat dari wilayah barat (Seodo Sori).
Sebagai pintu masuk ke Korea yang dibuka pada periode Joseon, Incheon memiliki berbagai peninggalan bersejarah dari zaman itu. Incheon adalah satu-satunya kota di Korea yang memiliki pecinan. Orang Tionghoa pertama kali datang ke Incheon sejak tahun 1800-an, sejak Korea mulai membuka diri kepada dunia luar. Pecinan Incheon terletak di distrik Seollin-dong yang ditinggali oleh warga Tionghoa generasi ke-2 atau ke-3.
Hampir sebagian besar rakyat Korea Selatan memilih tidak beragama atau atheisme. Buddha adalah agama yang mempunyai penganut terbesar di Korea Selatan dengan 10.7 juta penduduk. Agama lainnya yang terbesar adalah Kristen Protestan dan Katolik Roma. Gereja Kristen terbesar di Korea Selatan, Yoido Full Gospel Church berlokasi di Seoul. Diperkirakan ada 45.000 warga Muslim Korea dengan 100.000 orang pekerja yang dari luar negeri yang berasal dari negara Muslim.
Minhwam menempati Best Western Songdo Park Hotel, Songdo-dong, Songdo, Incheon, Korea Selatan. bersama kakaknya (oppa).





Aku juga terpesona ketika saat pertama kali Minhwam memperkenalkan kotanya kepada kami, dia perlihatkan video pulau-pulau yang sering dia kunjungi di negaranya. Seperti pulau Jejudo, yang masuk kategori 7 Keajaiban Dunia bersama pulau Komodo asal Indonesia. Dia juga memberitahu kampusnya, Inha Univercity dan actor favoritenya yaitu Oh Won Bin, actor paling tampan di Korea. Penyanyi yang dia suka adalah Beige, teman duet Ryewook Super Junior dengan single Insomnia yang dipopulerkan kembali di negaranya. Juga film yang dia banggakan, Endless Love, film nomor satu di Korea. Dengan pemain Oh Won Bin, Song Hye Kyo dan Song Seung Hun. Wah ! aku banyak tahu tentangnya yah, hehe. Karena dia pernah menceritakan pada kami sebelumnya.
< AKU, dia, menyukaimu >
Kembali ke pameran. Aku duduk di depan panggung mini tempat bandnya Lian manggung, ada satu kursi kosong di sampingku. Karena aku duduk di shaf depan, hanya tersedia dua kursi khusus. Di belakang barulah beberapa shaf memanjang, namun sudah penuh terisi pengunjung. Lian datang, membawakan sebotol minuman kaleng untukku.
     “ Tania mana ? “ sambil menyodorkan minuman itu padaku dan duduk di kursi kosong sampingku.
     “ hhh, tadi di ruang pameran sama temen-temen band kamu. “
     “ makasih ya. “ lanjutku.
Aku membukanya, ku minum setegukan.
     “ eh, kayaknya. Temen kamu itu ada yang suka sama Tania deh, siapa tuh namanya, yang pake jacket abu-abu, kaosnya putih, pake topi. “
     “ oh, Ihsan. “
     “ hhm, iya tuh, kayaknya dia suka sama Tania, gak papa, bisa kale mereka dicomblangin. “
Lian terdiam, dia seperti berpikir kuat dan wajahnya tampak bimbang.
     “ hhh “
     “ kenapa ? “ tanyaku.
     “ aku … “
Belum sempat meneruskan kalimatnya, aku memotong.
     “ ahaa, kamu suka yaah sama Taniaa. Ayoo, ngaku deh. “ tebakku.
Aku hanya asal tebak, niatku bercanda. Sesekali meledeknya lagi kan taka pa.
     “ iya. “ katanya ragu.
Aku terpaku, mematung menatapnya penuh keseriusan. Aku tak menyangka tebakanku benar. Wah ! Tania akan ditimpa pilihan yang sulit nih. Uhhu !
     “ are you really ? “
     “ yaaa reshia, serius. “
       oh My God ! “
Ku pegang keningku.
     “ kenapa ? “
     “ lalu bagaimana dengan Ihsan ? “
     “ biarlah, belum tentu benar juga kan. “
     “ ah, tapi Ihsan bilang langsung kok sama aku. “
Upss ! keceplosan. Sial !
     “ apa ? “
     “ ehm, i-iya. “
     “ owh shiiit ! “
Lian mengepalkan jemari tangan kanannya. Dia bergegas pergi, aku takut dia akan membuat masalah.
     “ Ian, mau kemana ? “
Tak menjawab, dia tetap berjalan terburu-buru. Aku segera mencari Tania, atau Ihsan sekalian. Memastikan Lian tidak juga mencari mereka. Aku sempat panic, namun aku mencoba tenang, lalu lekas bangkit. Ku telusuri sudut-sudut ruang Pameran, ku lirik orang-orang di sekitar, tak juga ku lihat Tania atau pun Ihsan. Lalu, kakiku tiba-tiba saja melangkah ke pojok ruang dekat pintu masuk. Ternyata Ihsan dan Tania sedang berdampingan duduk di kursi penjaga tamu. Seharusnya, Renata dan Regina yang duduk disitu, mereka anak kembar identik, sahabat kami juga sewaktu di kampus.
     “ Tan. “ panggilku.
Tania menengok, berdiri, melangkah menghampiriku.
     “ kenapa res ? “
     “ hemm. “
Aku tak tahu harus mulai dari mana.
     “ kok diam ? kenapa sih ? “
     Hhm, gak papa kok. “ kataku terputus-putus.
     “ wah, pasti ada sesuatu nih. Apaan sih ? bilang aja gak papa. “
Aku manarik tangan kanan Tania untuk sedikit lebih menghindar dari Ihsan, sedari tadi dia memerhatikan kami. Mungkin dia curiga, atau dia merasa kalau dirinya juga perlu tahu.
     “ Li-lian . “
     “ oh, Lian. Tadi dia ke arah meeting room kayaknya. “
Dengan santainya dia menjawab. Terpaksa aku kembali tenang, sepertinya tidak terjadi apa-apa yang dawat. Mungkin belum, ya ?
     “ oh, ya udah kalau gitu. “ kataku.
Alisnya berkerut, ku kira Tania merasa aneh denganku. Langsung saja aku pergi menyusul Lian. Sebelum Tania curiga. Dia kembali di posisi awal, bercengkerama dengan Ihsan, sesekali mereka bercanda bahkan tertawa.  Yah, tak apalah. Aku senang melihat senyum megar Tania. Lucu !
Ku temukan Lian sedang bertatap muka dengan client, cukup serius, aku mengenal siapa yang Lian ajak bicara itu. Miss.Jean, pecinta seni dari Art Home School. Janjinya, dia akan membeli lukisan Maluku dengan nominal yang tinggi. Karena dia berani bayar berapa pun untuk memiliki lukisan itu. Dia menyukai Maluku, katanya, Maluku itu Indah, elok dan seksi. Entah seksi dalam arti yang bagaimana, biarlah itu menjadi apresiasinya terhadap seni.
Aku ragu untuk mengganggu mereka. Ku coba tunggu beberapa saat, sampai Lian melihatku dan dia sendiri yang akan menemuiku. Benar, Lian menengokku sesekali pandangan Miss.Jean kabur ke kertas dinding yang melekat indah di sekitar koridor Pameran. Motif batik khas Jogyakarta itu menarik perhatian Miss.Jean. Aku mengedipkan mata sekali, isyarat bahwa aku ingin Lian mendatangiku. Dia pun paham, terlihat dia meminta izin permisi pada Miss.Jean.
     “ ada apa ? “
     “ ehm, Renata sama Regina mana sih ? “
     “ oh mereka, tadi bantu aku mendesign lukisan untuk pameran besok. Karena besok hari terakhir, aku ingin kita maksimal dan totalitas. “
     “ oh, ya udah kalau gitu. “
Lian memandangku lirih.
     “ kenapa ? “
     “ gak papa. “
     “ hheu, “









< MY LOVE PATZZI >
Malam harinya. Kami kelelahan, menyiapkan acara penutupan Pameran besok. Dengan raut wajah gembira dan suasana senang hati, kami berkumpul di kamar Tania. Menonton drama korea lagi, My Love Patzzi. Meringankan kekhawatiran kami untuk pelaksanaan yang lancar besok. Seksama kami mengikuti alur ceritanya, sunyi, tapi seperti biasanya, lagi-lagi suara mulut Tania tak pernah diam. Pop Corn di tangannya masih penuh, padahal sedari tadi dia selalu memasukkannya ke mulut namun tak kunjung habis. Ukh !
Seri Drama Korea My Love Patzzi yang rilis tahun 2002 itu terbilang singkat karena hanya terdiri dari sepuluh episode. Seri ini merupakan salah satu cerita baru tentang Cinderela. Kalau biasanya Cinderela diperankan oleh wanita cantik tapi disiksa oleh ibu tiri dan kakak tirinya. Lain halnya dengan My Love Patzi yang agaknya sedikit nyentrik dengan penokohan yang dibangun. Kongji dan Patji dalam Korea merupakan cerita tradisional. Kongji adalah gadis baik yang akhirnya mendapatkan pangeran dan Patji adalah wanita pemarah dan jahat sehingga banyak orang membencinya. Namun My Love patzzi membuat realitas yang berbeda, dimana Patji ditokohkan menjadi wanita pemarah namun sebenarnya ia berwatak baik hati dan peduli sedangkan Kongji meskipun ia tampak baik dan penuh perhatian, sebenarnya ia sangat jahat dan licik untuk membuat Patji semakin jelek.
Kisah dimulai ketika Song-Er, Xian Chen dan Xi Nuan (kalau di penokohan lain menggunakan nama Song-Yee, Hee-Won dan Hyun-Sung, saya lebih suka nama ini) masih di sekolah dasar. Song-Er sudah menyukai Xian Chen dan ketika dilakukan pengaturan tempat duduk dimana anak perempuan dipersilahkan memilih pasangan anak laki-laki maka Song-Er memutuskan untuk duduk dengan Xian Chen. Tak disangka, Xi Nuan juga memutuskan untuk duduk dengan Xian Chen dan akhirnya Xian Chen memilih Xi Nuan. Tentu saja, Song-Er tidak bahagia melihat hal ini. Marah, ia melempar sepatunya pada Xi Nuan dan kemudian mulai memukulinya.
Kini mereka telah dewasa, Song-Er yang menjadi staf sekolah memainkan sebuah drama versi yang berubah dari patji dan Kongji. Dimana pada kenyataanya memang Patji cinta sang pangeran setelah ia menemukan bahwa Kongji yang cantik sebenarnya orang yang licik dan palsu. Karena hal seperti ini, Song-Er lebih sering dipecat dari pekerjaannya. Xi Nuan yang selalu menyelamatkan Song-Er, Ia mencarikan pekerjaan baru di Taman Hiburan tempat ia bekerja.
Alih-alih mengatakan bahwa pekerjaan ringan, tak disangka Song-Er disuruh menadi maskot menggunakan pakaian tokoh kartun. Geram karena hal ini, Song-Er tidak menikmati pekerjaan ini. Kisah berlanjut ketika dua orang anak menjaili Song Er untukmengetahui dia seorang wanita.
Disinilah awal pertemuan Song Er dan Xian Chen ketika Song Er marah dan memukul dua anak itu. Song Er dikejar oleh San Lie dan xian Chen yang akhirnya terjatuh karena dihadang Xian Chen. Keribuatn terjadi ketika Xian Chen dan Song Er saling mengejek fisik satu sama lain. Xi Nuan pun datang dan meminta maaf atas perlakuan Song Er. Akhirnya Xian Chen sadar bahwa mereka adalah teman lamanya sewaktu SD.
Song Er baru mengetahui bahwa Xian Chen adalah cinta pertamanya. Sedikit sakit hati karena ternyata malam itu Xian Chen memutuskan jalan dengan Xi Nuan dan mengisahkan cintanya pada Xi Nuan. Selama beberapa hari berikutnya San Lie yang ternyata juga menyukai Xi Nuan mencoba untuk mendekatinya lewat Song Er. Ia berbohong menyukai Song Er dan itu kali pertama Song Er jatuh cinta. Namun mendengar hal itu, Xi Nuan mulai merencanakan niat jeleknya untuk membuat Song Er semakin patah hati. Akhirnya semuanya terjadi, Song Er tau bahwa San Lie hanya memanfaatkanya untuk mendekati Xi Nuan. Pun, Xi Nuan senang bahwa Song Er sudah sakit hati. Di sinilah Xian Chen mulai iba dengan Song Er. Ia kemudian sering mengajak Song Er jalan dan mendengarkan curahan hati Song Er.
Suatu hari, Song Er ingin merencanakan sedikit kerusakan, namun tidak disangka ia menyebabkan mobil kereta api mengalami kebakaran dan ternyata didalamnya terlihat Ci juan sedang menyetir yang akhirnya pingsan karena kehabisan udara. Song-Er akhirnya menyelamatkan Ci Juan. Ia kemudian lari karena takut disangka penyebab kebakaran. Setelah Ci Juan sadar, ia memutuskan mencari wanita yang telah menyelamatkannya yang akhirnya diketahui bahwa dia adalah Song Er. Ci Juan sebagai anak pemilik perusahan akhirnya jatuh cinta kepada Song Er. Disanalah muncul banyak konflik yang dibaut oleh Xi Nuan karena dia tidak suka Song Er mendekati Ci Juan.
Akhirnya kisah itu terungkap ketika ternayta penyebab kebakaran adalah Song Er. Ia lantas dikucilkan dari perusahaan. Xian Chen yang iba selalu mencoba ada di dekat Song Er. Ci Juan lantas memutuskan hubungan dengan Song Er namun ia kemudian sadar bahwa Song Er bukan penyebab semua kesalahan ini dan akhir-akhir ini diketahui bahwa penyebab semua ini adalah si cantik Xi Nuan.
Ci Juan pun memutuskan untuk memulai lagi dengan Song Er. Song Er pun tau ternyata Xian Chen juga menyukainya. Kisah berakhir ketika Xian Chen memutuskan untuk pindah pekerjaan di Seoul demi Song Er. Saat akan mengemasi barang, Xian Chen tiba-tiba pingsan karena penyakit jantungnya, ia kemudian dilarikan di rumah sakit dan harus dioperasi. Beberapa hari, Song Er baru tau bahwa Xian Chen jatuh sakit. Takut dan panik membuat Song Er pucat pasi yangternyata ia baru mengetahui bahwa ia pun mencintai Xian Chen.
Betapapun cintanya Song Er pada Ci Juan dan ternyata dia juga memiliki rasa cinta tidak sebatas persahabatan dengan Xian Chen membuatnya binggung untuk memilih. Bagaimana kisah Xi Nuan setelah diketahui bahwa dia dalang dari kecelakan itu? Dan bagaiaman kisahnya ketika ternyata Ci Juan mengajak Song Er pergi ke Jerman? Bgaimana dengan nasib Xian Chen?
Aku mulai mengantuk, tak sadar kepalaku telah bersandar pada bahu kanan Minhwam. Kebetulan dia di sampingku, syukurlah ada bahunya. Kalau tidak, aku akan ditertawakan Lian dan Tania karena tergeletak tidur. Hhm, Minhwam begitu hati-hati menjaga tidurku. Dia tak ingin aku terbangun, dia tahu aku sama-sama kelelahan. Tania melihat wajahku, dia tersenyum meledek. ‘huh, gak lucu tahu.’ Kataku dalam mimpi. Lian justru tersenyum sok penuh makna, senyumannya mewakili anggapannya bahwa aku benar menyukai Minhwam. Buktinya, aku bersandar di tempat yang tepat. Entahlah ! aku tak berpikir panjang.
< endless moment >
Moment terakhir di acara Pameran lukisan ASHARI LATE berlangsung lebih meriah dari 6 hari sebelumnya. Kesempatan kali ini, stasiun tv swasta diundang Lian untuk meliput acara mereka. Band Lian dkk juga menyanyikan beberapa lagu hitz mereka dan pengumuman lelang foto. Di atas panggung yang sederhana, Reshia berdiri tegak. Menatap riang wajah-wajah pengapresiasi seni. Tersenyum lebar pada semua yang dipandangnya. Penuh syukur kepada Allah berkat ridhanya pada pelaksanaan Pameran ini.
     “ terima kasih banyak kepada semua yang telah hadir seminggu ini dalam acara Pameran Foto ASHARI LATE, yang tak lain untuk membantu objek-objek potret kami. Untuk Maluku, Papua dan Solambia, terima kasih kekayaan alamnya dan arti sebuah kehidupan yang secara tak langsung, juga tak sengaja telah memberikan kami banyak inspirasi. “ aku menghela nafas sejenak.
     “ saya, beserta rekan-rekan saya, Tania Late, Lian Hael dan Kim Minhwam mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan partisipasinya. Semoga, hasil lelang ini bermanfaat untuk mereka. Aamiin “ lanjutku lagi.
Aku turun merinding, apa yang ku sampaikan tadi menggetarkan bulu-bulu tubuhku. Seperti ada rasa yang nyata, aku merasa mereka (anak-anak kelaparan) ada disini. Di sekitar kami. Kemudian, Tania naik ke panggung setelahku.
     “ sebelum kembali ke acara selanjutnya, saya akan memberitahukan tentang pendapatan atau hasil dari lelang lukisan seminggu ini. Seluruhnya, kami berhasil menerima dana sebesar Rp 250.000.000,00. “
Tepukan tangan meramaikan setiap huruf angka yang Tania sebutkan.
     “ segera, dana ini kami kirim untuk objek-objek kami. Terima kasih. “
Tania turun panggung, kakinya terlihat gemetar. Dia merasakan hal yang sama denganku. Namun mencoba bersikap biasa dan cukup anggun dengan busana formal yang melekat di tubuh mungilnya. Lalu, Lian dkk bersiap untuk menggemporkan seisi rumah kami yang serbaguna itu. Lagu pertama yang mereka alunkan adalah Endless Moment dari Super Junior. Lian sebagai vokalis dan Ihsan vocal kedua membuat band mereka ada sentuhan yang berbeda. Jenis suara yang lain dari keduanya justru membuat lagu yang mereka nyanyikan sangat menjiwai.
     “ my endless moment, pray for you. my shining moment, forever. “ kalimat pertama dari Lian. Begitu menyentuh, merupakan lirik dari Endless Moment.
Sojunghameul itkko sarasseo chaga-un sesang sogeseo
eodu-un georireul hemaedo nunmul heullil su eoptteon nayeonneunde

Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you

Nega eomneun na-ui moseubeul sangsanghal suneun eopseo
ibyeoriran mareul moreuneun neowa na-igil barae yeongweontorok

Neo-ui jageun euseumjocha ireoke nan haengbokhande
kkumi anin neo-ege yakssokhae
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever

Gakkeum seotureun nae mami uril himdeulge hal ttaedo
joheun geottteulman dashi gi-eokhandamyeon

Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you

Ojik neomanrul weonhae eonjena
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever

Girl, my heart is cold,
please come back to me
my shining moment, forever
Kami semua dibuat terpaku, bersamaan memahami setiap rajutan katanya. Ya ! lagu berbahasa korea ini sebelumnya sudah mereka latih. Menyebut katanya dengan jelas dan benar, Lian dan Ihsan juga belajar sama Minhwam.
Selesai sudah lagu pertama yang mereka layangkan. Kami berpencar lagi, berjabat tangan bahkan sesekali bercengkerama dengan semua yang saat itu hadir. Bersikap ramah dan santun, menyikapi kecerewetan beberapa client yang ikut melelang lukisan kami. Bahagianya saat itu, kami merasa impian kami tercapai dengan kebaikan, usaha dan doa yang menyatu menjadi sebuah kebanggaan. Thanks God ! kami berhasil dalam tindakan pertama kami ini, ini bukan apa-apa tanpa-Mu juga mereka (objek kami). Alhamdulillah, kami menemukan arti persahabatan sesungguhnya. Pencapaian kami ini menjadi bekal hubungan yang baik dalam persahabatan kami. Semoga jembatan kami tak berliku, semoga kami diberi kemudahan lagi untuk niat yang mulia adanya. Terima kasih kenyataan, mimpi dan angan, kami gerak karena kedatangan kalian memaksa kami untuk bertindak cepat.
Aku memegang tangan Tania kuat-kuat setelah rumah kami terlihat mulai sepi.
     “ kita berhasil tan. Yeah ! “
     “ hhm, iya res. Tapi, jangan puas sampai disini. Semakin banyak tugas kita di depan, berhasil saat ini, juga modal keberhasilan kita selanjutnya. “
     “ iiya, dan masih banyak orang-orang yang membutuhkan sosok teman hati seperti kita. Semoga bukan hanya kita yang melakukan ini untuk mereka, semoga di luar sana juga banyak yang tergerak tubuhnya untuk bekarja keras membantu mereka. “
     “ aamiin. “
Aku merangkul Tania, senyum kami terindah saat itu, uuh pede. Kami sampai pada meeting room, rumah kami sudah kembali rapi seperti sebelum Pameran. Lukisan kami habis terlelang. Kami saling berdiam, meja bundar dan tataan kursi yang melingkar dengan tepat 4 kursi membuat kami saling celingak-celinguk. Tak ada yang memulai pembicaraan, entah mengapa ? ku kira mereka masih tak menyangka dengan semua ini. Percayalah teman ! kita bisa. Aku mencoba beranikan diri untuk memulai sapa duluan.
     “ hhh, hai. “
     “ apaan deh. “ tatap Tania sinis padaku. Ku tahu dia bercanda. Tak apa.
Aku memajukan bibir satu centi. Minhwam tersenyum melihatku, mungkin aku kocak. Hheuh ! dasaaar orang korea, batinku.
     “ wow ! kita berhasil. Selamat yah teman-teman. “ heboh Lian.
Kami menatapnya lirih. Tanpa ekspresi,
     “ yeah, uhuuuy. “ teriak Tania gembira.
Huh, meramai. Minhwam hanya tertawa-tawa kecil. Hah, sok ngerti, batinku lagi.
     “ hahaha, apaan sih. Tadi diam semua, sekarang malah heboh. Aneh ! “
     “ ih, sumpah ! ini tuh gak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku seneeeeeng banget. “ ucap Tania, sambil melayangkan tangannya seperti akan berenang.
     “ lebayyy. “ kata Lian.
     “ yee, beneraan. “
     “ huuutss, udah jangan rebut. “ kataku.
Aku memandang Minhwam.
     “ how do you feel ? “ tanyaku.
     “ I’m happy, it’s first time that I did a lordly thing. “ jawabnya.
     “ waw ! keep spirit, keep on doing. “ ucapku.             
Lian dan Tania menatapku batu. Mereka membuatku tertawa, melongo bersamaan. Haha, kompak sekali.
     “ kenapa kalian ? “
     “ jangan sok kompak deh. “ lanjutku.
     “ hhaa, you are so funny like that. “ tutur Minhwam.
Tania manyun, Lian menatap Tania penuh rasa. Rasa sayang tepatnya, lebih dari sekadar sahabat. Tania tak sadar Lian menatapnya berbeda, dia biasa saja, tak ada kesadaran tentang Lian yang bersikap beda padanya.

< sarapan yang lucu >
Matahari belum datang dengan sinarnya. Awan pagi masih berbasahkan embun di kolong langit, jam 06.30 tepat. Di halaman depan, aku dan Minhwam selesai lari pagi. Aku mengajak Minhwam keliling komplek, sekadar pengenalan lingkungan saja. Penampilanku yang tertutup, dengan jilbab mengindahkan wajahku dan busana panjang yang menghangatkan tubuhku ternyata menumbuhkan pertanyaan pada Minhwam. Mungkin dia tak aneh, karena di negaranya Islam juga ada walau sedikit. Actor korea pun yang beragama Islam hanya satu orang saja, yang lain Budha, Kristen bahkan banyak yang Atheis. Heechul Super Junior contohnya, dia Atheis. Mungkin dia bingung mau pilih agama yang mana, jadi dia tak memilih mana pun. Hheuhheu.
Tania dan Lian datang dari belakang kami, mereka habis memasak sarapan untuk kami.
     “ yuk, sarapan. “ ajak Lian.
     “ I haved sureprise for you Minhwam. “ kata Tania.
     “ oh yeah, what ? “     
     “ yuk, come on we are going breakfast. “
Mereka masuk ke rumah, di ruang makan. Minhwam dibuat terkejut dengan menu yang tersedia di meja makan. Ada Chicken balado, kentang saus tomat, sayur bayam, sambal goreng pete, kerupuk gembel dan KIMCHI. Waw ! kimchi, Tania dan Lian membuatkan Kimchi untuk Minhwam, baiknyaaa. Ya ! Kimchi itu serupa dengan asinan sayur yaitu mentimun dan sawi, juga bisa ditambahkan dengan sayuran lainnya, kemudian didiamkan dalam rendaman garam. Iiiuh, aku tidak suka Kimchi. Aneh ! selain Kimchi, menu makanan lainnya juga membuat Minhwam terkejut. Sepertinya banyak menu khas betawi. Mereka semua duduk rapi.
     “ what this is ? “ tunjuk Minhwam pada sambal goreng pete.
     “ this is sambal goreng pete. “ jawab Tania.
     “ sam-mbal go-re-ng, pe-te ? “
     “ ya, “ Tania mengangguk.
Aku menelan ludah ketika melihat Kimchi yang menurut Minhwam itu sangat lezat, cocok untuk sarapan pagi. Hheuh ! apalah itu, tetap aku tidak suka yang berbau mentah. Minhwam begitu menikmati Kimchi buatan Tania dan Lian, juga menu lainnya. Terlebih pada sambal goring pete, mulutnya terus bersuara ‘ hu-hah-hu-hah’ hehe, kepedasan yah.
     “ this is very hot. “
Kami tertawa melihat wajah Minhwam yang lucu karena kepedasan. Tambah cuties, pikirku.
     “ oh ya, mianhae chingu. It as like that, many chili. “ kata Lian.














< MUSEUM BANK INDONESIA >
Seusai sarapan, perut sudah terisi dan berenergi. Kami bergegas pergi menuju MUSEUM BANK INDONESIA kota. Minhwam ingin tahu sekilas sejarah Indonesia, makanya Lian mengusulkan untuk jalan-jalan ke Museum BI. Padahal aku inginnya ke Candi Borobudur, tapi Lian mengajak kami ke kota. Sekalian bertemu dengan temannya yang bekerja di Stasiun Kota katanya. Entah siapa ? mobil Apv silver dengan sticker nama persahabatan kami tertempel di jendela belakang, Lian memarkirnya, kami tidak tahu dia parkir dimana. Karena tiba-tiba saja kami diturunkan di depan gerbang Museum BI. Dasaaaar ! rese, padahal cuaca sudah tak bersahabat. Panas, polusi, huh Jakarta Siang memang begini, gerutuku. Aku, Tania dan Minhwam menunggu Lian datang.
Tak lama kemudian, setelah Tania banyak menggerutu, Lian muncul. Melihat tampang Tania yang agak cemberut. Tania jenuh kalau menunggu lama. Dia langsung memberikan sebotol minuman kaleng, rasa jeruk, kesukaan Tania. Tania mengambilnya dengan raut wajah kesal.
     “ lama banget sih, ngapain coba kita diturunin disini ? “ ketus Tania.
     “ heem, biar sehat aja. Jalan kaki sedikit kan gak apa-apa. “
Aku dan Minhwam hanya memasang tampang biasa.
     “ erhm erhm, Cuma Tania aja nih yang dapat minuman ? kita enggak. Sabar aja deh, “ sindirku bercanda.
     “ ini kan punyaku, tadi aku bawa dari rumah. Hhm “ sambar Tania.
‘ ooh ‘ pelanku. Satupadu asap knalpot dengan asap rokok di sekitar membuat kepalaku berburung, aku menutup mulut menghindar dari polusi udara itu. Lian menarik tangan kanan Tania, Minham juga melakukannya padaku. Kami memasuki Museum, mendapatkan  dua lembar kertas soal dari petugas untuk kami jawab dengan mencarinya di dalam museum. Hanya lima soal esay, tapi setelah ku baca, sepertinya susah. Namun setelah kami menelusuri museum, ku rasa pertanyaannya sangat mudah karena jawabannya ada di informasi dalam museum. Hehe,  kami berada di daerah mata uang Negara-negara sejak zaman dahulu kala. Aku tak lupa dengan cameraku, ku potret setiap ilmu yang ku rasa perlu dan aku membutuhkannya. Oh My God ! aku berpisah dengan Tania. Aku masih berdampingan dengan Minham, Tani dan Lian entah kemana. Tapi aku tak menyadarinya.. begitu saja mengalir dengan berjalannya waktu, setiap koridornya seperti hanya milikku dan Minhwam. Kami menguasainya berdua, pengunjung yang lain tampak cuek karena terbawa suasana menikmati ilmu untuk dicerna dan diingat. Aku memotret mata uang Indonesia, Mata Minhwam tertuju tajam pada Metamorfosa Logo Bank Indonesia. Dia meneliti tegas setiap bentuk logonya. Aku yang melihatnya, membiarkan saja.

Minhwam membuntutiku, yaa ! ini kali pertama dia mengunjungi Museum di Indonesia. Aku menunduk, melihat apa yang terinjak di kakiku. Ternyata ada seragam pejuang yang digunakan zaman dahulu. ‘ keren ‘ kataku dalam hati. Minhwam juga takjub dengan apa yang dilihatnya di baah, dia sempat berkata sesuatu tapi berbahasa Korea. Karena aku tidak mengerti, jadi aku acuh saja.
Selesai menelusuri semua objek di museum, aku dan Minhwam kembali ke tempat awal, untuk mengembalikan kertas soal yang sudah kami jawab sebelumnya. Tapi kami tak langsung memberinya pada petugas, ku tunggu Tania dan Lian kembali. Aku duduk di kursi tunggu di dekat pusat informasi museum. Minhwam masih membuntutiku, aku duduk, dia juga duduk di sampingku. Aku tak menganggap dia mengikutiku, tapi dia memang harus mengikutiku. Kalau tidak, dia akan hilang, merepotkanku dan yang lainnya. Huh ! aku masih mengotak-atik kameraku, melihat hasil potretku barusan. Minhwam memandangku, aku kira dia ingin bicara sesuatu. Tapi karena melihatku sibuk dengan kamera, dia ragu.
     “ bagus yah, ilustrasi gambarnya keren. “ kataku pada kamera.
Minhwam menengokku, tak mengerti apa yang ku katakana. Dia hanya menunggu saat-saat aku akan menceritakan padanya tentang isi museum tadi. Namun aku tak juga memulai, Minhwam sampai harus berdiri, agar pandanganku berpaling.
     “ where are you doing ? “
     “ no, I just stand here. “ katanya santai.
Masih membeku sikapnya, dingin, tak banyak bicara. Stupid ! buat apa aku Tanya begitu, jelas-jelas dia cuma diri aja. Aku banyak berharap, aku ingin dia bawel padaku, aku ingin dia mengenalku lebih dekat, aku ingin dia mengajakku kencan. Ah ! mimpi, itu takkan terjadi kecuali aku yang memulainya duluan. Gengsi ! aku kan perempuan, gak etis kalau harus mendekati laki-laki duluan. Disangka Agresif lagi, iiyeuh ! anti sama cewek kecentilan, jadi ingat masa lalu deh. Shiiit !
Beberapa menit kemudian, Lian dan Tania datang. Mereka merasa tak berdosa, begitu saja melewatiku dan Minhwam yang sedari tadi menunggunya di ruang tunggu. Menyebalkan, batinku. Tapi Tania menahan tawa, aku tahu itu dari mulutnya yang bergetar. Yaa, mereka rese. Mereka mengembalikan kertas soal pada petugas. Aku dan Minhwam menyusul. Ku pukul bahu Lian dengan kertas soal sebelum ku kembalikan. Balasan karena dia belum bilang maaf atau terima kasih karena aku menunggunya.
     “ hehe, maaf. “
     “ dasaar, Cuma itu. “ kataku kesal memanja.
     “ hhem, ya udah deh. Kita makan yuk, lapeeeeer nih. “ ajak Lian. Ku tahu dia merayu.
     “ ah, Cuma itu. Gak mau ! “
Aku sok jual mahal, targetku, sampai Lian mengajak kami berbelanja, berwisata dan lainnya, barulah aku memaafkannya.
     “ eeuh, shopping deh. Gimana ? “
Aku menggelengkan kepala, Tania hanya tersenyum kecil. Begitu juga Minhwam, ‘ dia mah gak ngerti tapi senyum-senyum aja. Sok tahu banget. ‘ ku kira.
     “ hheem, foto-foto di Sunda Kelapa gimana ? atau naek sepeda ontel di Fhatahila. Mau ? “
Aku senang, karena dia banyak berjanji dan ku yakin dia menepatinya. Lian paling tahu bagaimana cara membuatku memaafkannya, itu sudah sering terjadi sejak Kuliah dulu. Dia merangkulku, tersenyum manis padaku. Setelah itu, kami meninggalkan museum. Lian lagi-lagi menyuruh kami menunggu di depan gerbang museum BI.  Tak lama kemudian, dia sampai dengan mobilnya. Kami langsung masuk ke mobil, Tania duduk di depan dengan Lian. Aku dan Minhwam di belakang. Mobil berjalan lembut di sekitar Kota Tua, sampai kami menemukan sebuah restoran seafood sederhana di pinggir jalan. Mobil berhenti tepat di depannya. Kami keluar dan memasuki restoran, lalu duduk di 4 kursi barisan depan. Lian memanggil pelayan dan memesan makanan juga minuman. Ketika menu kami tersedia, saatnya makaaaan. Yuammiii !





< SARANGHAEYO >
Aku dan Minhwam masih di dalam restoran. Tania dan Lian sudah di dalam mobil bersiap untuk pulang. Mereka menungguku,
     “ lama yeuh si Reshia, “
     “ kalau dah sama si sipit mah, gak bisa diganggu gugat dia. “ balsa Lian.
     “ hehe, iya. “
Lian menatap Tania, kesekian kalinya dia sering melakukan itu diam-diam. Lian menyukai Tania, perasaan yang baru dia sadari sejak Pameran itu kini semakin memaksa dirinya untuk segera menyatakan. Lian yang sok romantic dan tak pernah serius ini merasa Tania hanya akan menganggap rasanya bercanda. Padahal, ini tulus dari hati. Lebih dari sahabat, selama ini mereka memang dikenal persahabatannya yang paling harmonis, walau ada perbedaan persepsi, itu wajar, semua orang kan tak sama. Huh ! Tania tahu Lian memerhatikannya.
     “ ngapain kamu liatin aku gitu ? sukka eayya. “
Candaan Tania nyatanya benar.
     “ iya. “ jawab tegas Lian.
Tania yang cengar-cengir meledek Lian langsung terbatu, dia menatap Lian balik.
     “ haha, jangan sok serius deh. Muka kamu tuh lucu tau gak. “
Buang muka kembali. Namun Lian masih menatap Tania dengan segenap rasa yang terpendam.
     “ erhm, udah ah. I’m so shy. “ memasang wajah sok imutnya.
     “ tan. “ sapa Lian lembut.
Suasana hening, meromantis dan dag-dig-dug mulai Tania rasakan.
     “ aku serius. “
Tania terdiam, dia kira itu mimpi. Mana mungkin Lian menyukainya ? Tania pikir, selama ini Lian menyukai Reshia. Karena Lian memang lebih dekat dengan Reshia, sebelum mengenal Tania, Lian sudah mengenal Reshia terlebih dahulu.
     “ saranghaeyo, saranghandago. “
Bergetar hati Tania mendengar ucapan Lian yang begitu lantang, jantungnya berdetak cepat, bekerja lebih kuat dari rutinitasnya. Aliran darah yang mengalir di tubuhnya seakan deras berjalan melewati tulang-tulang yang melemas. Tania seakan ingin pingsan, pikirannya hanya tertuju pada satu pernyataan itu. Pandangannya tak buyar selain pada mata cokelat Lian.
     “ erhm, ka-mu lagi belajar bakor sama Minham y-yah. “
     “ keren, tapi kok, Cuma kata itu aja yah. “ kata Tania mengelak.
Tatapan Lian semakin serius, sepertinya dia tidak main-main.
     “ aku suka sama kamu Tan. “
Semakin menjalar ke tubuhnya kata-kata itu, membuat seluruh molekul darah memerahkan wajahnya. Pucat merah muda muka Tania, malu-malunya terlihat lucu.
     “ tapi, ki-ta kan sa-ha-bat Ian. “ tutur Tania terputus-putus.
     “ tapi ini lebih dari sahabat. “ smbar Lian.
     “ loh, gimana bisa ? selama ini, aku kira kamu suka sama Reshia. “
     “ gak mungkin aku rebut perempuannya Minhwam. Bisa-bisa nanti aku dikirim ke Korea jadi TKI. “
     “ haha, loh, gak papa kamu kesana aja. Kan nanti bisa ketemu sama Ryeowook dan anak-anak Super Junior lainnya. “
Lagi-lagi Tania memalingkan pembicaraan. Selain mencuri hati Lian, dia juga pandai merebut suasana, diatur sesuka hatinya. Itulah yang membuat Lian semakin membenarkan rasanya. Bukan ada alasan, rasanya mengalir begitu saja, seperti waktu yang terus memberi cerita setiap detik kehidupannya. Yang takkan pernah berhenti, tak bisa dibeli dan sangat mahal, sampai tak ada satupun yang mampu membeli waktu walau hanya 1 atau 5 menit saja.
     “ eh ya udah yuk tuh Reshia sama Minhwam suruh cepetan, lama banget mereka. Kita kan harus malukis lagi. Waktu kita untuk liburan udah habis loh Ian. “
Lian hanya memanggutkan kepala. Batinnya, tak apa kali ini Tania menganggapnya bercanda. Secepatnya, Tania akan tahu bahwa Lian sungguhan, perasaannya tak pernah bohong. Apa lagi, Lian yang masa lalunya cukup buram masalah percintaan kini justru membuatnya berhat-hati mencintai orang lain. Cinta yang bertepuk sebelah tangan, jangan sampai terjadi lagi. Reshia dan Lian yang pernah merasakan sakitnya, pedihnya dan tragisnya cinta yang bertepuk sebelah tangan itu sekarang malah terjebak cinta yang tak pasti. Mustahil katanya, sahabat jadi cinta. Tapi banyak kejadiannya kok, Tuhan itu sudah merencanakan nasib hamba-Nya, apalagi urusan jodoh. Udahlah, jodoh takkan kemana, santai Lian.













< esa, we miss you >
Sesampainya di rumah, depan gerbang sudah tergeletak mobil hitam Honda yang parkir tepat di halaman rumah kami. Kami cuek saja, tak mau pikir panjang. Aku dan Tania turun mobil, lalu membuka gerbang yang terkunci. Lian membawa masuk mobilnya dan berhenti di dalam garasi. Setelah itu, Lian dan Minhwam turun dari mobil, menghampiri kami. Bercanda tawa sedikit, sebenarnya kami lelah seharian jalan-jalan. Tapi karena kebersamaan, kami have fun aja. Tak lama kemudian sebelum kami melawati pintu rumah, seseorang menyapaku.
     “ Reshia. “
Serentak kami menengok pusat suara itu. Aku mengenalnya, suara itu taka sing lagi. Laki-laki sebaya, berjaket hitam dengan kaos putih, jeans hitam dan topi kotak-kota hitam itu berjalan mendekati kami. Aku sudah tak asing lagi dengan suaranya, tapi wajahnya, gayanya, aku tak tahu dia siapa. Mengapa dia mengenalku ? agaknya aku ingat sesuatu, laki-laki ini kan yang pernah menghampiriku mendadak saat Pameran lalu, pikirku lagi.
     “ siapa yah ? “ tanyaku.
     “ aku, teman basketmu saat SD dulu. “
Tania ingat, Esa. Ya ! dia Esa, sahabat kecilnya. Tersentak Tania heboh. Senang bercampur rasa tidak percaya. Baru saja dia pulang dari Jakarta, tak sempat mengingat atau bahkan mampir ke rumah Pohon yang dibangunnya sebelum perpisahan waktu itu. Oh My God ! Esa tiba-tiba muncul di depan matanya.
     “ Esssaaaa, ouh, kamu apa kabar ? “ teriak Tania.
Mengambil paksa tubuh Esa dan dipeluknya erat-erat. Rindu yang begitu hebat melandanya mungkin, pelukan itu bisa melampiaskan sedikit rasa kangennya. Aku pun begitu terkejut dan ditimpa kebahagiaan yang melimpah. Allah mempertemukan lagi aku dengan sahabatku, Thanks God.
     “ esa. Kamu disini ? “ tanyaku tak menyangka dia ada di hadapanku. Bisa ku sentuh dan berbicara.
Tania melepas pelukannya juga dengan terpaksa. Reshia hanya memegang bahu Esa sambil mereka bertiga menyebar rindu dan berusaha memusnahkannya saat itu juga. Esa hanya tersenyum santai, dia yang sudah beberapa minggu di Bandung, tinggal di rumah teman kampusnya, mendapatkan kabar dari sebuah stasiun tv swasta tentang Pameran Foto ASHARI LATE. Langsung mendatangi kantor pertelevisian itu, meminta alamat Pameran dan pernah muncul mendadak di depan Reshia tanpa dia tahu sosok Esa yang baru.
     “ heuh ! kalian telat ah. Aku kan udah beberapa minggu di Bandung. “
     “ oh yaa, kok gak kabar-kabari sih. “ kataku cemberut imut.
     “ aku pernah kesini kok. “
Reshia ingat wajah Esa, yang tempo lalu pernah mendatanginya dadakan.
     “ aah, kamu ynag waktu itu kan. Sok misterius gitu. Haha “ ungkapku.
     “ iya, kamu udah lupa sama aku yah. Yah “ memasang cemberut imut seperti Reshia.
Mereka yang sekarang memang sudah sama-sama berubah drastis sikapnya, menjadi semakin ketemu. Reshia yang bawel, Tania yang heboh dan Esa yang banyak omong, terlihat sama karakternya, namun ada ciri khas masing-masing.
     “ hehe, maaf. Aku kan gak inget. “
     “ yeaa, sama aja lupa itu mah neng. “
Mereka sekejap bercanda. Lian dan Minhwam tak aneh melihat sikap Reshia dan Tania begitu. Hanya rasa tak tahu harus bagaimana, yang mereka luapkan di wajah.
     “ oh iya, sa, ini Lian dan Minhwam sahabat aku di kampus. “ kataku.
     “ iya, aku tahu. “
     “ loh, udah kenal ? “
     “ kan udah hafal waktu penutupan Pameran lalu. Yang vocal band itu kan, terus Minhwam yang dari Korea. “
     “ ih, jadi kamu datang waktu itu ? kenapa gak temui kita. Jahaaaat. “ kesal Tania.
     “ aku ada kok di dekat kalian, tapi karena aku gak mau menggangu acara, aku Cuma lihat memperhatikan kalian aja. “ jawabnya santun.
Esa dari dulu memang lembut sekali tutur bahasanya. Tak pernah ngomong kasar atau keras. Hanya saja dia tak suka kalau ada anak laki-laki yang mengganggu perempuan. Tak pantas baginya laki-laki melawan perempuan. Pecundang !
     “ ehm, masuk yuk sa, main dulu disini. “ ajak Lian.
     “ hemm, maaf Ian, semua. Tapi aku harus balik, aku kesini Cuma mau kasih kabar aja kalau aku baik-baik. “
     “ yah, kok gitu. “ cemberut Tania, kali ini cemberut sungguhan.
     “ oia, kamu tinggal dimana ? biar suatu saat nanti, kita bisa main ke rumah kamu. “ tanyaku.
     “ aku tinggal di Jalan Bunga kampung wangi, dekat pasar. “
     “ ya udah ya, aku harus cepat pulang, ada yang menantiku di rumah. “ lanjutnya.
     “ oh, cieehh. “ ledek Tania.
     “ hehe, aku pamit yah. “
Ku pegang tangan Esa sekuat-kuatnya, seakan aku tak ingin dia cepat pulang. Namun dia berusaha sabar melepasnya, sampai akhirnya dia membalas memelukku. Kemudian lekas pergi, melintas cepat kilat dengan mobilnya. Aku dan Tania berdekatan, kami belum puas melepas penat kerinduan di hati yang lama tertimbun itu. Tak lama kemudian, Tania membangunkanku dari tidur panjang. Dua jam sudah aku tepar rebahan di kamar ania, yang juga adalah kamarku. Aku bangkit, ku kucek tak karuan mataku. Ku pegang keningku, tarik nafas dalam-dalam dan membuangnya lewat mulut. Aku bermimpi, tentang Esa. Tania duduk di sampingku dengan kebingungan.
     “ kenapa res ? “
     “ aku mimpi tan. Tentang Esa. “ jawabku datar.
     “ esa ? “
     “ iya. Dia tiba-tiba menemui kita terus dia pergi lagi, dia bilang dia ditunggu seseorang di rumah, jadi dia harus cepat pulang. “ kataku lemas.
     “ terus terus “
     “ terus, dia kasih alamat rumahnya. “
     “ dimana ? “
Aku diam sejenak.
     “ jangan bilang kamu lupa, please res, ingat-ingat. “
     “ jalan mawar, kampung wangi. “
     “ dekat pasar katanya. “ lanjutku.
     “ haha ! dimana tuh ? “
     “ masih daerah Bandung kok katanya. “
Kami berpikir, kami harus melakukan apa dari mimpi itu. Petunjuk kah ? untuk apa ? mempertemukan lagi kami dengannya, tak hanya dalam mimpiku. Kalau benar, aku segera kesana.
Esok harinya, pagi-pagi sekali, pukul 06.00 tepat. Setelah berlarian keliling komplek, langsung meluncur ke alamat yang Esa beri. Kami sampai di sebuah pasar, tengah jalan raya. Kami bertanya pada salah seorang pedagang sayuran disitu, setelah dia memberi petunjuk, dia menawarkan kami untuk beli bunga dulu. Kami bingung, kami tak butuh bunga. Toh kami hanya ingin ke rumah Esa. Main saja, silahturahim kiranya. Tapi kami tak menggubris, kami segera melintas ke arah yang ditunjuk oleh pedagang sayuran itu. Sesampainya di Jalan Mwar, tahukah ? kami terkejut dahsyat. Alamatnya benar, Jalan Mawar. Tapi kok, Tempat Pemakaman Umum yah. Kami masih tak pikir jauh. Kami berhenti di tengah jalan Mawar, kami turun dari mobil dan menggerombol.
     “ res, serius ini alamatnya benar ? “ Tanya Lian padaku.
     “ iya Ian, aku ingat jelas kok. “ aku celingak-celinguk.
Tak ada perumahan satu pun. Kami hanya melihat kuburan di sekeliling kami. Walau ada juga yang berkunjung untuk berziarah. Tapi aku tetap masih merasa aneh, yang lain juga.
     “ res, coba deh Tanya sama penjaganya atau siapa gitu. “ usul Tania.
Beberapa menit kemudian, seorang bapak tua dengan menggendong pacul di bahunya melewati kami. Aku memberhentikannya.
     “ pak, maaf, numpang Tanya. Ini benar kan ya Jalan Mwar ? “ tanyaku memperjelas.
     “ iya neng, benar. “
     “ gini loh pak, kami mau ke rumah teman kami. Dia memberikan alamat ini pada kami, tapi kok malah kuburan ya pak. “ jelas Tania.
     “ boleh tahu siapa nama teman neng itu ? “
     “ Esa pak namanya. “ jawab Reshia lantang.
Bapak tua itu ingat. Dia yang menggali kuburan untuk Esa sebulan yang lalu.
     “ oh, Esa. Baru sebulan yang lalu dia dimakamkan disini. “
Degh ! jantungku seakan berhenti, Tania tanpa kata, Lian pun shock berat, Minhwam juga seperti mengetahui maksud semua ini.
     “ makamnya dari sisni lurus saja, belok kanan pas ada pohon besar. Terus ada disitu kuburan yang banyak bunganya. Itu makamnya neng. Permisi “
Setelah menceritakan detail tempat Esa dimakamkan, bapak tua itu pergi begitu saja. Tak menghiraukan reaksi kami yang membatu. Aku masih dengan kepedihanku yang tertahan. Tania dengan air matanya mulai menggunung dan berkucuran deras. Lian merangkul Tania berharap ketabahan, Minhwam pun melakukan hal yang sama padaku. Aku hujan air mata, tak bisa lagi ku tahan sedihnya. Sebuah penyesalan yang tak terduga, sebuah kesakitan yang paling mendalam, sebuah perpisahan yang selamanya dan kekecewaan yang berdatangan.
Kenapa kau pergi begitu cepat ? batinku. Bukankah kita sudah bersahabat lama, kenapa kau tak datang menemuiku ? lewat mimpimu itu, rasanya aku seperti sahabat yang paling bodoh. Tak bertindak cepat untukmu, tak berusaha mencarimu dan tak pernah mengingatmu dengan kenangan kita dulu. Aku sangat sibuk dengan impianku sendiri, keegoisan itu memang hal yang paling mudah, benar kata Guruku. Aku teregois di dunia, mementingkan masa depan, malah melupakan sahabat lama. Sebenarnya aku tak pernah lupa denganmu atau siapa pun yang pernah ku kenal. Namun semua hal baru membuatku menempatkannya di sisi lain, tetap di hatiku. Esa, tak pernah ku duga kau datang menemuiku dalam sebuah mimpi. Mimpi yang ku rasa akan membuatku bertemu denganmu, berpelukan, kita tertawa, riang dan berteriak sekeras mungkin. Rindu ini kini hanya akan terbang sampai asapnya menyentuhmu di surga. Esa, kau tetap sahabat di hatiku. Ada tiadanya kau tetaplah bersinar di hati kami, cahayamu menerangkan jiwa-jiwa kami. Kami harap kau memaafkan kesalahan terbesar dalam hidup kami, sahabat macam apa kami ini. Di saat terakhirmu, kami tak di sampingmu. Saat ini kami cuma tertunduk di atas makammu. Bersedih, berkucuran air mata, menabur rindu di sekeliling rumah barumu. Esa, kalau saja kau tahu, penyesalan yang menghantui diri kami ini selamanya akan bernyawa, kecuali ketika kami mengikhlaskanmu nanti. Entah bagaimana perasaanku ? rasanya aku ingi marah pada Tuhan. Dia tega pada persahabatan kita, dia pisahkan kita saat kecil dulu. Sekarang, dia mengambilmu untuk selamanya. Tanpa pernah izin padaku, dia memanggilmu, tanpa batinku tahu.
     “ esa. “ kataku bertetesan air mata yang tak mau berhenti.
Aku memegang lembut nisannya. Ku bersikap lembut seperti sikapnya pada semua orang. Tania tak kuasa melihat Esa yang sudah tertimbun tanah permanennya. Kita hanya akan bertemu di akhirat nanati, saat kau mungkin sudah punya sahabat baru yang lebih baik dari kami.
     “ maaf. “ kataku lagi.
     “ sabar res, Esa bahagia disana. “ ucap Lian.
     “ bagaimana mungkin Esa bahagia disana ? dia di dalam sendirian Ian, dia gak punya temen buat curhat atau main basket. Kamu tahu gak ? dia tuh takut kegelapan. Walaupun dia cowok, tapi dia phobia kegelapan “ aku histeris.
Tak sadar aku menangis keras. Teriak-teriak histeris. Lian mencoba menenangkanku. Tania yang menangis tersedu-sedu melihat sikap anehku masih dipeluk Minhwam. Lian tak kuasa menahan histerisku, aku yang seperti orang gila itu terus teriak kencang. Lian memelukku kuat-kuat, aku mulai mereda, sedikit tenang. Pandanganku tak berpaling dari nisan atas nama Esa Affam Diandra.
     “ esaaaaaaa. “ teriakku lagi.
     “ tenang res, kamu jangan bodoh. Esa pasti gak suka lihat kamu histeris gini. “ bisik Lian padaku.
     “ istighfar res, ingat Allah. Dia mempunyai jalan terbaik dari semua kejadian ini. “ lanjutnya.
     “ tapi kenapa secepat ini ? aku belum sempat ketemu Esa Ian, aku rindu dia, aku rindu diaaa. “ teriak histeris lagi.
Lian terus menenangkanku. Peluknya meredakan deras air di mataku. Aku mulai menghapus air mata. Ku hirup udara pangjang, ku hempaskan dalam-dalam. Aku menjongkok, ku tundukan kepalaku di atas tanah merah yang menggunung.
     “ Esa. Kita sayang kamu. “









< SEIKAT BUNGA >
Malam ini ku kirimkan doa terindah untuk Esa, bersama Lian dan Tania. Sehabis sholat isya berjamaah, kami tadarus bersama, membaca surat Yasin terkhusus untuk Esa dan surat Al-Mulk. Kami panjatkan doa untuknya, berharap dia bahagia disana, diampuni dosanya, diterima amal ibadahnya, dilapangkan kuburnya, dijadikan ilmunya bermanfaat dan ditempatkan di surganya Allah SWT. Minhwam sedari tadi mengintip kami dari balik pintu kamar. Kami rasa dia memperhatikan kegiatan ibadah kami. Aku mengangkat kedua tangan, ku buka mata lebar-lebar. Ku biarkan airnya keluar semua. Aku hanya ingin kesedihanku terlampiaskan dengan air mata walau nyatanya air mata cuma pendukung. Tak hanya aku, Tania juga sama. Dia malah lebih merasa kehilangan dari pada aku. Tania memang sangat dekat dengan Esa di sekolah, Esa selalu saja berkomentar tentang sikap Tania yang buruk. Setiap kali Tania malas mengerjakan pr, malas piket dan lainnya. Esa selalu menasehatinya walau semua wejangan itu tak pernah didengarnya. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri, itulah Tania dulu. Sekarang, Tania justru lebih baik. Setelah ini, dipastikan Tania semakin lebih baik lagi. Dia berjanji akan ingat semua pesan Esa dan mengamalkannya. Tuhan, ku harap kau bersamanya disana, dalam hati Tania.
Selesai kami berdoa, bersujud khusyu’ di hadapan Allah, kami membereskan perlengkapan sholat. Minhwam menghampiri kami. Lembutnya membuatku tak tahan, dia begitu sopan.
     I want to do that? “ katanya.
Kami tertegun, menelan ludah sedalam-dalamnya. Setelah apa yang terjadi sebelumnya, Minhwam memang terlihat ingin mempelajari Islam. Ziarah kubur kemarin membuatnya banyak Tanya dan ingin tahu. Saat ini pun dia terus terang ingin belajar sholat, baca qur’an dan ajaran Islam lainnya.
     “ be happy. “ kata Lian. Aku dan Tania tersenyum bahagia.
Kami tertidur pulas, aku yang mengalami shock berat akhirnya cukup tenang. Esok kami berniat ke makam Esa lagi, mengunjunginya. Kami yakin dia ada di samping kami, kapan pun itu. Esa, kami akan datang. Dengan doa yang selalu teriring untukmu. Senanglah disana, kau bisa datang padaku kapan pun kau mau.
Pagi ini, setelah kami sarapan. Kesedihan itu masih menyelimuti jiwa kami. Rasa kehilangan yang tak akan pernah pudar ini terus menggantung di hati kami. Sesak ! setiap kali aku ingat kenangan dulu bersama Esa, saat dia mengajariku main basket yang tak jua aku bisa melakukannya dengan baik. Saat dia mengusap air mataku, ketika aku terjatuh dan terluka. Saat dia menuntunku menyebrangi jalan, saat dia memberiku air minum, ketika aku haus. Dan segalanya, segalanya tentang dia. Terputar kembali di memory otakku.
Mobil Lian melintas kilat menuju Jalan Mawar, dengan seikat bunga untuk Esa, ku gendong penuh kasih bunga itu. Ku jaga harumnya, ku jaga kelopaknya agar tak berguguran. Kami sampai di depan rumah Esa, rumah yang kini menjadi tempat peristirahatannya untuk selamanya. Ku letakkan seikat bunga itu di dekat nisannya. Ku tata rapid an teliti agar terlihat cantik.
     “ ini untukmu. “
     “ dari kita, sahabatmu. “ kataku.
     “ Esa, aku masih belum bisa terima kepergianmu yang tak pamit dulu padaku. Aku marah, kau tahu, kalau tak ada kamu disini, siapa yang akan mengingatkanku saat aku salah ? hhem, Reshia, ah ! dia begitu kasar padaku, tak sabaran. Ehm, Lian, hhh dia kan selalu saja menyebalkan. Cuma kamu yang kebal sama semua kepolosanku. “ jelas Tania.
Dia berbicara seakan ada Esa di hadapannya. Aku tahu, jiwanya masih sangat merasa kehilangan. tiba-tiba saja, aku teringat masa lalu. Cinta pertama itu, yang membuatku sampai saat ini belum juga menemukan cinta yang baru. Agaknya, cinta pertama itu bertahan lama di hatiku. 9 tahun lamanya, ah ! belum lama. Ada yang sampai menikah pun, hatinya masih milik yang lain. Setia yah ? iya atau gak sih.




< cinta pertama kembali >
Kami pulang dari pemakaman. Di mobil, semua terdiam. Tania masih saja membendung air matanya, mengenang Esa. Minhwam sibuk dengan ipadnya, Lian menyetir dengan baik. Aku melamun, pikiranku kosong. Ku biarkan sejenak otakku beristirahat. Tiba-tiba Lian rem mendadak, kami terpental ke depan namun tak terluka, hanya saja shock yang memburung di kepala. Lian hampir saja menabrak mobil yang berhenti di depannya, mobil itu mogok. Lian keluar mobil, menghampiri si sopir.
     “ maaf pak, ada apa ? kau menggangu jalanku. “
Laki-laki sebaya dengan Lian keluar dari mobilnya, menghadap Lian. Dengan kacamata hitam gaya, rambut ala Siwon Super Junior dan busana serba hitam jeans membuat Lian beku sejenak.
     “ mobil saya mogok, maaf mengganggu jalan anda. “ katanya sambil membuka kacamatanya.
Lian terpesona, amat tampan wajahnya, macho dan berwibawa. Sosok cowok idola wanita nih, tapi tetap, akulah yang paling top dari semua laki-laki. Pede !
     “ oh ya sudah, mau aku bantu ? “
     “ tidak, terima kasih. “
Lian langsung kembali ke mobilnya, laki-laki itu memeriksa mesin mobil tanpa memerhatikan Lian sedikit pun.
     “ kenapa Ian ? “ tanyaku.
     “ mobilnya mogok. “
     “ oh. “
     “ ada-ada aja sih. “ ucap Tania.
Lian membelokkan mobilnya 45 derajat dan meju ke depan melewati mobil laki-laki itu. Tanpa peduli bagaimana nasibnya. Tapi Reshia, dia melirik sebentar laki-laki itu. Wajahnya tak jelas terlihat. Namun tak digubris, begitu saja terlewati kejadian singkat tadi. Mobil berjalan terus mengelilingi kota Bandung. Berhenti di depan sebuah bengkel yang juga menerima pencucian mobil dan motor. Lian ingin memcuci mobilnya, agar terlihat elok dan bersih seperti baru. Kebetulan, ada juga restoran kecil di sampingnya. Sambil menunggu mobil selesai dimandikan, Lian dkk makan siang dahulu. Memesan beberapa menu, mereka makan.
     “ esaaa, makaaan. “ ucap Tania tersenyum manis.
Kami menatapnya tak aneh, itu hanya sebentuk sikap untuk menghilangkan kesedihan.
     “ hhem, kebetulan ini jus alpukat. Kesukaan Esa. “ kataku. Ku minum jus di depanku.
Kami mulai makan. Sambil menyuap, aku memandang sekitar bengkel. Sebuah mobil mewah hitam baru memasuki bengkel, sepertinya moilbya akan dimandikan juga, atau diservice, atau juga diberikan perawatan. Pemiliknya keluar dari mobil, menghampiri restoran yang juga sedang disinggahi Lian dkk. Dia duduk di kusri sebelah kiri kami, terlihat seorang pelayan begitu saja mengantarkannya banyak menu. Menu yang mahal ku kira, dia hanya sendiri tapi makanannya sangat banyak. Rakus sekali, batinku. Setelah ku tegasi lagi, aku seperti mengenali sosoknya. Tak asing rasanya, tapi ku yakin aku tak mengenalnya. Ku kira cuma aku yang memperhatikan sosok laki-laki dengan menu yang banyak di mejanya itu, Tania juga ternyata. Dia keselak saat minum, dia minum kembali jus di tangan kirinya. Dan seakan ingin mengungkapkan sesuatu, aku memalingkan perhatianku padanya.
     “ kenapa tan ? “
     “ res, ingat sesuatu sama cowok di meja itu gak ? “ tunjujnya pada laki-laki itu.
Aku melihat arah telunjuknya.
     “ kayak kenal sih, tapi gak tahu, gak pernah lihat. “ kataku.
     “ aku tahu siapa dia. “ kata Tania tegas.
     “ siapa ? “ tanyaku penasaran.
Tania berpikir sejenak, kalau dia ungkap jujur, bahwa cowok itu mirip sama Alan. Tania takut itu akan membuatnya membuka luka lama yang belum kering, masih perih pasti. Jangan dibuka dulu, biarlah sampai mongering. Barulah buka plesternya.
     “ loh, itukan cowok yang tadi mobilnya mogok. “ kata Lian.
Kami berempat memerhatikannya, dia merasa kalau kami memerhatikannya. Risih, dia berpaling dari kami. Tertutup, dia seperti tidak ingin dikenali wajahnya.
     “ oh yaa, so cool. “ ucap Tania ceplos.
     “ euh, dasaaar. “ kataku.
     “ tapi sombong banget, dia kayak cewek di depanku, tak butuh bantuan orang lain, merasa bisa melakukan suatu hal sendirian. “
Lian menyindirku, aku tahu. Karena aku tepat di depannya.
     “ maksudmu ? “
     “ jangan merasa kalu memang bukan. “
Aarrrghhht, ingin aku menjitak kepalanya dengan keras. Tapi aku bersabar, aku hanya memanyunkan mulut setengah centi.
     “ itu Alan kan ? iya, aku yakin itu Alan. Alan khahzam, kenapa dia disini ? akankah masa lalu itu hidup kembali, dengan cerita baru dan kehidupan yang baru. Tidak masuk akal, jangan sampai dia muncul di saat yang belum tepat. “ pikir Tania dalam hati.
Aku melihat Tania melamun menatap cowok itu sedari tadi, ada apa ? aku curiga namun tak pikir panjang. Ah ! mungkin Tania naksir sama cowok yang katanya cool itu. Kami meneruskan menikmati makan siang, tanpa pusing memikirkan cowok itu. Minhwam saja bisa sebeku itu sikapnya, kenapa aku tidak ? duh, kenapa tiba-tiba membanding-bandingkannya. Aneh !


< tertunda >
Hari ini poster pembukaan Galery Photo untuk umum mulai disebarkan. Renata dan Regina yang membantu kami mempromosikannya. Uang masuk hanya Rp 1.000,00/orang. Untuk perawatan lukisan dan ruangnya. Siang pun datang begitu cepat. Pengunjung di hari pertama lumayan membanggakan, baru beberapa jam saja dipublikasikan. Namun yang berminat cukup banyak melalui blog, media jejaring social dan edaran, Galery Photo mengundang penikmatnya dengan sejuta keingintahuan. Seperti apa sih anak-anak kelaparan di Somalia itu ? lalu bagaimana nasibnya ? sejarah singkat Kevin Carter dan lukisan indah lainnya. Menuntun mereka berdatangan ke Galery. Padatnya pengunjung, membuat Renata dan Regita kesibukkan melayani tiket masuk. Uang di tangannya memang tak seberapa, tapi inilah kerja keras mereka membangun impian baru. Impian memiliki pekerjaan yang seru dan ringan.
Reshia, Tania, Lian dan Minhwam berpencar. Mereka dikerubuti pengunjung yang ingin diceritakan sedikit tentang objek lukisan di Galery. Terlihat sosok laki-laki itu, dengan busana resminya, semakin memperlihatkan kewibawaan dan sikap kepemimpinan. Tania yang melihatnya pertama, beruntung Tuhan baik hati. Tania langsung meninggalkan pengunjung di dekatnya dan menghampiri cowok itu.
     “ maaf, anda siapa ya ? “
     “ saya ? “
Cowok itu terkejut Tania tiba-tiba ada di depan matanya.
     “ iya. “
     “ sa-ya, “
     “ Alan ? “
Cowok itu tertegun. Tania mengenalnya. Bahaya ! rencananya untuk masuk perlahan di kehidupan Reshia akan gagal karena ketelitian Tania. Matanya berkeliling menghindari tatapan Tania yang tajam. Tania yakin dia Alan. Masa lalu Reshia, yang membekaskan luka di hati Reshia tanpa sempat menyembuhkannya atau mencegahnya muncul kembali.
     “ ngaku aja, kenapa kamu disini ? “
     “ a-aku, “
     “ pergi ! aku mau kamu pergi dari sini, jangan pernah datang kesini lagi dan mengacaukan semuanya. “ ungkap Tania kesal.
Alan panic, kalau dia menuruti kata Tania, dia tidak akan bertemu Reshia secepatnya. Tapi kalau dia tidak lekas pergi, Tania akan sangat marah padanya.
     “ aku hanya ingin melihat karya kalian. “ katanya ragu.
     “ untuk apa ? “
     “ untuk menghancurkannya, untuk membuatnya berkeping-keping. Seperti apa yang telah kamu lakukan ke Reshia. “ tegas Tania.
     “ apa maksud kamu ? aku tidak berniat begitu. “
     “ oh yeaa, dan aku percaya gitu ? gak lah, aku gak sebodoh Reshia, yang mencintaimu begitu tulus. “
     “ sekarang pergi ! aku bilang pergi. “ teriak Tania.
Orang di sekitarnya memandang ke arahnya semua, dengan tatapan bingung. Tania mencoba tenang.
     “ kamu pergi, atau aku panggilkan satpam ? “
Mau tak mau Alan harus segera pergi, sebelum Reshia datang dan mengetahuinya ada disini. Alan pergi dengan rasa tak puas, nanti dia akan kembali lagi, tekadnya.
     “hampir saja dia merusak semuanya, mimpi Reshia dan kehidupannya. Alan gak boleh muncul lagi, kehadirannya akan meresahkan Reshia. Cinta yang masih utuh untuk Alan pasti akan membuat Reshia dengan mudah menerima Alan kembali. Ah ! sahabatku itu kan sangat baik hati orangnya. “ pikir Tania dalam hati.
Kembali ke posisi awal, Tania bersikap seakan tak ada kejadian apapun tadi. Reshia datang memegang bahu kiri Tania, dia yang sedang melamun itu dikagetkannya.
     “ kenapa sih tan ? melamun aja. “
     “ duh, maaf yah. Aku bukan kamu yang hobbynya melamun, mengkhayal berat dan berimajinasi kuat. “
     “ haha, bisa aja. Ya deh tahu, yang hobbynya menimpa cat di kertas. Membuat warna di kertas polos, membentuk suatu garis penuh makna dan menjadikannya satu gambar yang indah. Abstrak , hehe. “
Mereka malah saling mencela canda.
     “ hoho, enak aja. Biar abstrak juga kan mahal harganya, siik asiik. “
     “ yeeeh, bisa aja neng. “ kataku.












< KEHADIRANMU >
Pukul 16.00 WIB, Galery tutup. Renata dan Regina sudah merapikan semuanya. Tenaga mereka sangat membantu kegiatan Galery. Reshia bersantai di teras depan rumah, duduknya memanjangkan kedua kaki. Tubuhnya direbahkan pada bangku santai yang biasa ada di pinggir kolam renang. Sambil membaca novel “ EGO CENTRIS “ karya Novanka Raja. Seseorang berdiri tegak di hadapannya, dengan membusungkan dada. Begitu percaya diri kehadirannya diterima baik Reshia.
     “ sore reshia. “ sapanya.
     “ iya, sore. “ tanpa menengok sosoknya.
     “ ingat aku kan ? “
Pertanyaan memastikan itu merebut perhatian Reshia dari sebuah buku. Aku bangkit, berdiri sederajat dengannya. Menutup buku yang dia baca dan meletakkannya di kursi.
     “ ehm, siapa ya ? “
     “ loh, yang waktu itu mobilnya mogok kan ? “ ingat Reshia.
     “ selain itu ? “
     “ hheeu, yang makan banyak di restoran ya. “
     “ selain itu ? “
Alan memaksa Reshia untuk mengingatnya sebagai cinta pertama 9 tahun lalu. Reshia berpikir keras, namun sudah mentok otaknya. Tak mampu lagi mencari data di masa lalu.
     “ a-aku Alan. “ ucapnya.
Reshia terkejut, jantungnya yang lembut, bekerja seperti mesin cor-an. Denyut nadinya berdetak cepat, perasaannya tak beraturan. Entah dia harus senang atau kecewa, marah atau bahkan biasa saja. Reshia hanya menatap Alan tak mengedip. Mata tajamnya membalas tatapan Reshia. Dari bulatan mata cokelatnya, terlihat harapan Alan pada Reshia begitu sungguh.
     “ aku boleh tanya ? “
Reshia masih membatu, matanya menatap terus dua mata Alan.
     “ masih sayang sama aku ? “
     “ kenapa tiba-tiba datang, Tanya kayak gitu ? “ pandangan Reshia buyar.
     “ aku ingin tahu. “
     “ sejak kapan kamu mulai peduli ? “
     “ sejak kamu pergi, sejak kita berpisah. “
     “ sejak Anitha ninggalin kamu ? “ kataku menyinggung.
     “ kamu tahu ? “
     “ aku tahu semua. “
Alan tak bisa lagi mengelak. Dia tahu aku sangat kecewa padanya dulu. Dia mencoba menenangkanku, menahan sedikit emosiku.
     “ res, a-aku, “
     “ untuk apa kesini ? “ sambarku.
     “ untuk menemuimu. “ katanya spontan.
     “ selain itu ? “
     “ hanya itu. “ tegasnya.
     “ sekarang udah berhasil kan, silahkan pergi. “
     “ dan jangan kembali. “ kataku lagi.
Aku merasa kata-kataku sangat kasar dan menyakitkan. Sikapku begitu saja mengalir tanpa ada persetujuan dulu dengan perasaanku. Aku ingin dia tahu, sebenarnya aku juga tak tega lakukan itu. Aku merindukannya, sangat merindunya. Tapi aku sedikit munafik, aku takut dia besar kepala dan terus menganggapku bodoh. Aku selalu ingat pesan Tania, ‘ lupakan Alan, jangan biarkan dia menghantui hari-harimu. Biarkan jalanmu menggapai impian terasa mudah. Akan berat kalau kamu terus mengingat masa lalu itu. ‘
     “ res, aku mohon biarkan aku disini sebentar lagi. Aku tahu kamu masih sayang sama aku, aku tahu kamu merindukan aku. Jadi kasih kesempatan aku ungkap semuanya. Aku mohon res. “ pinta Alan, sambil memegang kedua tangan Reshia.
     “ lan, aku mohon kamu pergi sekarang. Kalau Tania sampai lihat kamu disini, dia pasti marah besar. “ kataku panic.
Anehnya ! aku membiarkan dia menggenggam erat tanganku, untuk pertama kalinya. Aku merasakan benar-benar cinta mendekatiku. Tapi aku tak merasakn hal yang lebih, cukup bagiku menganggapnya cinta pertama 9 tahun lalu. Kalau pun kini ada cinta yang baru, biarkan dia tumbuh dan berkembang.
     “ aku akan datang lagi nanti. “
Dia meraih tubuhku, dipeluknya aku dengan kerinduan dan harapan yang besar. Aku merasakan getar tubuhnya seperti sungguhan. Aku tidak mimpi kan ? ya, aku bisa menyentuh rambut tebalnya yang halus. Aku merasakan sebuah rasa yang pertama kali ku rasakan dulu. Sepertinya cukup, aku lepas tubuhnya dari tubuhku. Ku ingin dia melangkah sendiri, tanpa ku lihat setiap jejaknya.
     “ res, “
Aku tak menggubris panggilannya. Ku biarkan dia pergi, sampai jejaknya tak ku terpandang. Aku duduk kembali seperti semula, tak lama kemudian Tania datang. Hampir saja, batinku.
     “ res, besok siang Lian perform di Kampus kita. “
     “ oh, ya udah. Kita hadir ya. “
     “ okeh. “
     “ besok Galery gimana ? “
     “ biar Renata dan Regina yang jaga. Tadi aku dah konfirmasi sama mereka kok. “
     “ oh, okeh deh. “ kataku, seperti tak ada kejadian apapun tadi.
Tania memandangku curiga, dia seakan tahu tadi ada sesuatu yang terjadi. Ah ! aku harap dia segera pergi. Aku takut mataku terlihat menyimpan rahasia, dia pasti akan sangat pandai menebak.


















< kajima ! >
Berada di Kampus lagi seperti kembali pada status Mahasiswa, baru tahun lalu aku lulus S1 jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Juga pemotretan, hehe. Suasana ramai merapat, banyak alumnus yang juga datang sekadar untuk menyaksikan Lian, si cowok keren angkatan tahun lalu itu tampil. Hah ! aku tidak menyangka, Lian masih saja digemari banyak orang. Terlebih lagi anak-anak junior, seringkali mereka kecentilan, minta nomor handphone Lian lah sama aku, titip kado lah, atau sekadar menyambungkan surat cinta. Hah ! aku bosan melakukan itu sekian tahun lamanya. Tapi itulah yang terkenang, pengalaman kekacauan anak-anak kampus. Gokil kalau diingat-ingat lagi. Band Lian dkk tampil menjadi band pembuka, waw ! keren. Lagu pertama yang dinyanyikan adalah lagu “ DON’T SAY GOOD BYE “ yang dipopulerkan oleh Davichi. Lagi-lagi ini lagu korea kedua yang dinyanyikan Lian, berkat ajaran Minhwam, Lian mampu lancar mengucapkan bahasa Korea.
Tteorineun neoui ibseurul nan nan cheoeum boaji
Museun mal halyeogo mal halyeogo
Oh~ tteumman deurineunji
Seulpeun yegameun da majneundan norae gasacheorom
Seolma anigetji anilkkeoya oh~ anieoyaman dwe
Beolsseo neon nareul tteona ni maeummajeo tteona
Tto mommajeodo tteonaneunde
Nan molla neol jabeul bangbeobeul jom
Nuga nege malhaejwoyo
Oneulbam geu malmaneun marayo
Wae nal beorigo ganayo
Na maeumi apa gaseumi apa
Nunmul cha orayo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Chageun neoui hanmadiga nal ju jeo an jeoji
Sesang muneojil deu muneojin deu oh~ nunmulman nunmulman
Jigeum sungani gamyeon I sungani jinamyeon
Yeong-yeong urin ibyeorinde
Saranghae jugdorok saranghan nal
Nal beolriji marajwoyo
Oneulbam geu malmaneun marayo
Wae nal beorigo ganayo
Nan mal eumi apa gaesumi apa
Nunmul cha orayo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Ibyeori mwonji naneun mollayo
Geunyang seoreobgo seoreowo
Malhajima~
Ibyeoti mwonji naneun mollayo
Geunyang seoreobgo seoreowo
Na sayeoni manha chueogi manha
Gaseum jji jeojyeoyo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Ammyeongirago naege malhajima
Begitu mengalir nada setiap liriknya. Indah, suara Lian memberikan sentuhan baru yang berbeda. Aku dan Tania seksama mendengarkannya dari kejauhan. Aku melirik sekitarku, Minhwam tidak ada. Seharusnya dia ada di samping Tania. Aku langsung menghindar dari Tania, ku cari Minhwam. Ku temukan dia di taman kampus, duduk sendirian tak berteman. Ku hampiri dengan riang.
     “ why ? “
     “ hheu,  I want to go home. “
     “ loh,  the show has not been completed, soon.
     not return to the gallery but I'm going home to Incheon. “
Aku tanpa kata, aku tak tahu harus bereaksi apa. Aku ingin mencegahnya, aku ingin dia tetap disini. Tapi dia bukan siapa-siapaku, tak ada hak aku melarangnya pulang.
     “ when ? “
     “ this afternoon. “
     “ what ? “ aku terkejut.
     “ it’s too speet. “ kataku.
Minhwam, jangan pergi dulu. Aku masih ingin kita lakukan banyak hal untuk membantu orang lain. kita masih punya mimpi kan ? mimpi untuk membangun Masjid di dekat apartmentmu di Incheon. Kau ingat kan ? kita masih merencanakan objek karya kita selanjutnya. Please ! jangan cepat pergi.
     my uncle was back there, and there is no reason I'm still here. “
     they asked me to go home. “ lanjutnya.
Apa ? pamannya sudah di Korsel. Loh, kapan dia kesana ? disini Minhwam belum sampat bertemu dengannya. Kok tiba-tiba sudah dikabarkan ada disana. Yah !
     I have to go home. “
     sorry if I bother. “ lanjutnya.
     no, you would help us. “
Aku berharap dia mengatakan sesuatu, tentang perasaannya. Bukan hanya kata maaf atau terima kasih, cobalah katakan sesuatu hal yang lebih menyenangkanku. Minhwam, kalau saja kau tahu. Aku masih menyimpan hati untuk cinta pertamaku, setelah aku tanpanya, kau datang mengisi hampa hati yang tersakiti masa lalu. Cinta itu benar menyakitkan yah, datang tak diundang, pulang tak diantar. Menyebalkan !
     “ reshia. “ katanya padaku.
Dia menatap mataku, aku merasa dia akan katakan sesuatu. Tatapannya, aku melihat sebuah kesakitan yang terpendam. Ada apa ? kenapa aku berfirasat bahwa Minhwam menyembunyikan sesuatu. Aku yakin dia pulang bukan karena pamannya, tapi karena hal lain.
Tiba di Soetta Airport. Aku, Lian dan Tania mengantar Minhwam pulang. Aku ingin hujan badai yang ku buat sendiri, tapi aku malu. Tak ada satupun yang tahu aku menyukai Minhwam. Kami sebatas sahabat selama ini. Minhwam sudah dengan koper besarnya, busana ala korea yang dia kenakan membuatnya tampan. Dia benar-benar mirip Oh Won Bin saat itu. Akulah Song Hye Kyo nya, uukh ! ngkhayal.
     “ minhwam, aku mohon jangan pergi. “ teriakku padanya.
Tania merangkulku, Lian dengan segenap pengetahuannya, seakan dia tahu apa yang nanti akan terjadi. Dia memang begitu, sok tahu. Sebal aku !
     “ aku bilang jangan pergi. “
Tak terasa air mataku menetes di pipi. Aku tak lagi ingat gengsi disitu. Yang aku ingat hanya perasaanku pada Minhwam. Aku sadar, aku menyukainya sejak dia ku anggap cuties. Tapi tak beralasan, aku menyukainya tanpa ku tahu apa yang membuatku menyukainya. Cinta tumbuh saja, bibitnya sangat bagus sampai harus berakhir seperti ini. Lagi-lagi aku merasakan perpisahan untuk kesekian kalinya. Tapi ini lain dari yang lain, aku membanjiri bandara.
Ketika dia memang ahrus pergi, sebelum dia ketinggalan pesawat.
     “kim minhwam. “ kataku berkucuran air mata.
Terdengar lagu dari Super Junior terputar, ENDLESS MOMENT. Aku menikmati setiap bait liriknya, sambil melihat Minhwam melangkah terus meninggalkan kami. Aku tak bisa melepas Minhwam begitu saja, dia sudah hadir beberapa bulan lalu di hidup kami. Tinggal bersama, selalu melakukan sesuatu hal bersama. Kalau dia pergi, siapa yang nanti membuatku tertawa bodoh lagi ? siapa yang nanti ku ajarkan sholat dan baca al-qur’an ? minhwam, please don’t go. Keep stay here with us.
Ku lihat dia hampir sangat menjauh, mataku sudah pudar memasang jarak tempuh melihatnya. Karena air mata yang terus membendung, aku seakan kehilangan sosok sahabat untuk selamanya walau jasadnya masih bernyawa. Dua kali kah harus aku mengalami kesakitan yang sama ? belum cukup kah Tuhan kau panggil Esa, sahabatku. Sekarang, kau takdirkan Minhwam untuk pulang ke Incheon tanpa pernah meninggalkan kalimat indah untukku. Aku bersabar kalau memang Minhwam tak menyukaiku, tapi aku berharap dia masih boleh disini. Menjalankan tugas kami selanjutnya, Tuhan hentikan langkahnya. Jangan biarkan dia menaiki tangga pesawat.
     “ don’t leave me Minhwam. “ teriakku ketika dia akan tak terlihat dari pandanganku.
     “ please don’t go. “
Aku terus memohon agar dia tidak benar-benar pergi. Minhwam tetap ingin pulang, baginya cukup mengenal sahabat terindah beberapa bulan ini. Dia harus pergi, untuk pelaksanaan Wamil (wajib militer) selama 2 tahun. Aku masih berlinang air mata, tanpa sanggup melihat langkahnya lagi.
     “ mianhae. “
     “ kajima ! teonajima. “ teriakku padanya.
Mata pudarku melihat langkahnya berhenti dan berbalik menatapku. Dia tak jadi pergi ? ku harap begitu. Ya ! aku sebenarnya bisa berbahasa korea, hanya saja aku merahasiakannya. Dia hampiriku, ku harap dia bilang, dia tidak jadi pergi.
I’ll be back nuhn dashi nareur chajeul guya. Geuddae dashi naega ool guya.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.

Gabjagi eerum uhdduhgae nan uhdduhgae haran marya nega dodaechae
Uhdduhgae eerae nan nega nar yungwunhee saranghalguran mar midutdan marya.
Yaksuhkhaetjanha yungwonhi byunhaji marjago oorineun bunmyung maejujin jjagirago
Boonmyunghee matdago. Naega geuruhgeh yaegihaetjanha.

I’ll be back nuhn dashi nareur chajeul guya. Geuddae dashi naega ool guya.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.

You’ll be back nuhneun dashi dora ol guya geuraesuh nuhr bonaeneun guya
Naneun ara nega na uhbshin mossandan guseul I’ll be back.

Nuhn nan oorin he-uhjil soo ga uhbsuh nega chakkageul hana bwa
Eeguhn nuguna hanbuhnjjeum gyuhkneun gobi-eel bbuniya jungshincharyuh.
Dashi saenggakhae amuri mareur hae jwuhbwado eemee nuhn
Mareur deudji anha me-ariro dora-ojanha

Listen baby girl
Geurae dorasuhjoolgeh mutjigeh namjadabgeh nohajoolgeh
Geurigo nuhr gwichangeh haji anhgeh maruhbshi juh dwi-esuh
Ajoo manhi dduhrujyusuh na-eui jonjaereur nega wanjunhi eejuhbuhrigeh UH~

But you better know that I’m not giving you away
Will I ever stop waiting no way
It’ll be the same in my world I’m your boy You’re my Girl.
Jamggan geudaer bonaeman nan nega dashi dora-ool guhran
Guhl ara geuruhni guhkjung mara nega sseuruhjil ddae I’ll be back

Tersirat makna dari lagu 2PM ini, 2PM adalah boy band Korea Selatan yang berada di bawah manajemen artis JYP Entertainment. Pada awalnya grup ini terdiri dari 7 anggota, namun sekarang hanya terdiri dari 6 anggota. Jaebeom mengumumkan dirinya keluar dari 2PM pada September 2009, setelah adanya kontroversi mengenai komentar negatif yang dibuatnya mengenai Korea lima tahun yang lalu diketahui publik.[1] Sekarang 2PM terdiri dari Junsu, Junho, Nichkhun, Taecyeon, Wooyoung, dan Chansung.
Bersama-sama 2AM, 2PM adalah salah satu dari dua subgrup yang dibentuk dari boy band One Day. Grup ini pertama kali melakukan debutnya pada 4 September 2008 dengan lagu "10 Jeom Manjeome 10 Jeom" (10 만점에 10) yang menonjolkan gaya tari akrobatik dan b-boy.







                                                                                                              
Ku akan kembali, kau akan menemukannya lagi. Aku akan datang kembali nanti ketika tidak ada yang bisa mencintaimu seperti aku mencintaimu. Aku tidak akan mengganggumu lagi, diam-diam dari belakangmu, melihatmu dari jauh tanpa kamu tahu, sehingga kau benar-benar akan melupakan keberadaanku. Begitu arti liriknya ku simpulkan. Melantun jelas dari sekitar Airport, sepertinya itu dari derings handphone Minhwam.
















                                                                    

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan hidayah-Nya. Nikmat iman, islam dan ihsan juga nikmat panjang umur. Sehingga aku dapat menulis indah sebuah novel remaja Korea’s Story “CHEOSSARANG” dengan segala ceritanya. Ini kisah sekelompok anak pemimpi, yang memiliki tekad tinggi untuk meraih impiannya. Impian yang baik akan tercapai dengan mudah.
“ sesungguhnya di balik kesulitan itu ada kemudahan. “
Semoga novel ini memberikan motivasi atau inspirasi dan membangkitkan semangat untuk terus bermimpi. Jangan hanya berimpian, tapi berusaha dan berdoalah untuk pencapaian yang maksimal dan totalitas. Saya berharap semoga novel ini bermanfaat bagi semua pembaca, anak-anak, remaja, keluarga. Selamat membaca ! berkaryalah.

Jakarta, Februari 2012.




RYE YU-EUN






TENTANGKU
DELISA NOVARINA
Menulis, inilah caraku mengapresiasikan seni dan sastra. DELISA NOVARINA, anak petualangan dari pasangan cinta kasih Samin Sagita dan Lilis Suryani. hidup sederhana dengan dua adik tersayang, Sherin Nabila Khoiril Khuda dan Fauzan Yusli Hamid. Saat ini kesehariannya adalah menuntut ilmu dan bertunduk sujud kepada Allah. Tak henti-hentinya bermimpi, menjadikannya kenyataan dengan usaha dan doa, bersikap tawadu, optimis, dan tawakal. Menulis menjadi sebuah tempat terindah untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, terlihat dan terdengar. Merasakan semua hal dengan pikiran dan hati, mengantarkanku kepada arah yang baik.














COVER BELAKANG
Cinta pertama 9 tahun lalu membuat Reshia sulit jatuh cinta lagi. Impiannya begitu besar dan mulia. Bersama Tania, Lian dan Kim Minhwam mereka Travelling Overseas ke Solambia (Afrika), Maluku dan Papua. Memotret apa yang dirasa bernilai tinggi, Melukis anak-anak kelaparan di Solambia, menggambar keelokkan Pantai Natsepa (Maluku) dan karyanya tersebut dilelang dalam acara Pameran Photo ASHARI LATE. Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana yang kemudian hasilnya akan dikirim ke mereka (objek kami). Berjalannya waktu dan impian, cinta juga mengalir bersamanya.
“ Ceritanya ringan, fresh dan segar. Khas novel remaja dan cinta-cintaannya juga berasa mengalir aja. Bikin penasaran ! semangat Del. “ ( Harris Nizam – sutradara film Surat Kecil Untuk Tuhan. )










Tidak ada komentar:

Posting Komentar