< FIRST LOVE >
Awal yang indah pagi ini. Setelah kemarin
pengumuman kelulusan untuk tingkat Sekolah Dasar. Aku lulus, tapi dibuat
bingung dengan pilihan sekolah lanjutan nanti. Kemudian memasuki dunia SMA.
Lalu ke perguruan tinggi, hheuh! Aku belum mau jadi orang dewasa. Ku kira,
orang dewasa itu merepotkan. Masalahnya selalu melibatkan anak-anak dan aku
akan rasakan itu nanti. Aku berharap aku tidak seperti mereka, anak-anak
menjadi korban orang dewasa. Ibuku selalu berkata maaf, setiap kali pertengkarannya
dengan Ayah ku dengar. Ayah juga selalu minta maaf, sesekali dia mengacuhkanku.
Beruntungnya aku anak yang cuek. Tak apa kalau sampai saat ini orang dewasa di
sekitarku seringkali menjengkelkan. Karena kenakalanku pun tak jarang membuat
mereka kesal. Anggap saja itu impas, tapi tetap tidak adil. Aku kan masih di
bawah umur, huh!
Masih berseragam putih-merah. Tadi ke sekolah cuma
main-main saja. Setelahnya langsung ke basecamp. Lapangan basket di tengah
komplek dekat rumahku. Sebelum pulang, aku dan sahabatku menyempatkan waktu
berteduh di bawah pohon jambu pinggir lapangan. Paling menyenangkan saat
pohonnya berbuah. Dari kejauhan, sinar merah jambu sudah menarik perhatian.
Pohon ini kami sebut Pink Friendly. buahnya yang merah
jambu dan pohonnya yang sudah lama bersahabat dengan kami membuat kami betah
bersandar di bawahnya. Sambil baca buku, ngemil atau sekadar singgah sebentar. Pohon,
rumah yang damai bagi kami.
Terlihat seorang anak laki-laki sebaya dengan kami sedang bermain basket. Sedari tadi aku perhatikan bolanya belum masuk ke ring. Dengan jeans pendek, berkaos biru donker dan tinggi sekitar 120 cm itu memang nampak cool, imut dan cukup keras kepala. Shoot bolanya yang belum juga menyamakan ring terus dicobanya. Dia terlalu yakin untuk memasukkan satu kali saja. Tapi untuk anak usia 11 tahun, dribblenya lumayan bagus. Tahu teknik tapi tak ada sesekali pun bola yang masuk. Aneh !
“ dia
siapa ? “ lirikku pada anak laki-laki itu.
Tania yang berada di sampingku mengalihkan
pandangannya dari buku yang dia baca. Ditengoknya anak itu sejenak dan kembali
sibuk membaca.
“
rumahnya tepat di blok E, katanya sih dari Padang. Kesini cuma liburan aja.
Kalau nama, aku kurang tahu. Tapi waktu itu aku pernah dengar Esa panggil dia
Al. mungkin namanya Aldo. “
“ Aldo ?
“ pikirku.
Entah mengapa aku terpancing untuk ingin tahu
sekadar namanya. Karena dia memang pantas untuk dikenal atau mungkin aku
menyukainya. Ah ! sejak itu selalu saja aku ingat dia. Tania sampai bosan
seringkali aku menanyakan Aldo padanya. Berhubung rumah Tania cukup dekat
dengan Aldo. Jadi aku mudah mendapat informasi tentang Aldo. Sialnya, Ibu tahu
aku sering melamun. Ibu juga tahu sebab lamunanku. Ibu bilang aku menyukainya, cinta
monyet begitu Ibu sebut. Usiaku baru beranjak 11 tahun. Kata Ayah, aku
belum tahu apa itu cinta. Aku akan tahu rasanya cinta setelah aku dewasa nanti.
Sedangkan aku benci orang dewasa. Bagaimana mungkin aku segera dewasa dan
megenal cinta.
Dalam bukunya EYE SHADOW, KEISHA SARANG menyatakan
“ Sarangeun Apeun-go “ meskipun “ Sarangeun Modeun Geoseul Chiyuhamnida “.
Cinta itu menyakitkan tapi cinta juga menyembuhkan segalanya. Ya ! walaupun
bisa dibilang aku belum paham. Tapi aku sedikit mengerti, cinta mungkin seperti
Sarang
Walet. Hambar, namun semua membutuhkannya. Tak jarang Ibu dan Ayah
bertengkar, tapi karena keberadaanku, membuat mereka baikan dan bertahan. Aku
pikir begitu, mereka bilang, aku buah cinta mereka. Cinta itu makhluk
hidup ya ? sejenis buah, atau . . .
<
DISAPPOINTED >
Pagi tadi sudah diguyur hujan lebat. Siang ini
justru terasa sangat panas, padahal terik matahari cukup bersahabat karena
hujan rintik-rintik yang juga turun ke bumi. Kolong langit tak menentu, aku
terus berpindah posisi. Jenuh menunggu sendirian, Tania belum juga datang. Janjinya,
aku akan diajarkan teknik melukis yang benar. Walaupun terbilang masih kecil,
tapi Tania sudah sangat terampil dalam seni lukis. Impiannya dewasa nanti,
ingin mempunyai Galery sendiri. sedangkan cita-citanya mau jadi Reporter.
Berbeda, tapi itu akan dilakukannya bersamaan. Sejak dini dia sudah memikirkan
resolusi ke depan, untuk esok dan seterusnya saja dia sudah punya rencana.
Kalau ada yang belum bisa tercapai hari ini, dia akan capai esok, lusa sampai
keinginannya itu tercapai. Tania, sahabatku yang paling Amazing. Hobbynya
membaca buku, impiannya jadi pelukis dan cita-citanya jadi Reporter. Heran deh
! apa hubungannya yah?
Beruntung aku memakai baju tebal, tidak begitu
panik dengan rintikan hujan yang takut akan membuatku menjadikannya alasan ingin
pulang dan berhenti menunngu Tania. Aku masih setia menunggu janjinya
tertepati. Kemudian, seseorang menghampiriku. Penampilannya yang Girly,
dengan serba pink melekat di tubuhnya dan kipas mini unik berbulu di tangannya
mengejutkanku. Yaa ! dia datang sambil mengibaskan kipasnya itu ke wajahku.
Resee !
“ sedang
apa ? “
“ nunggu
Tania. “ jawabku agak kesal.
“ oh, “
“ kamu
sendiri ? “
“ aku
mau ketemu Esa. “ sedikit centil. Itu yang kurang ku suka darinya
Nitha, teman sekelasku. Dia memang seperti itu
anaknya. Manja, centil dan heboh. Tapi itu yang membuatnya banyak disukai anak
laki-laki. Entah apa? Jujur dia cantik dan penampilannya selalu menarik. Beda
denganku, Tania atau anak perempuan lainnya di sekolah, yang masa bodo dan sederhana
saja. Bagiku, masih kecil jangan banyak gaya, penampilan harus selaras dengan
usia.
Huft ! aku menggerutu dalam hati. ‘cepatlah sampai
tan’. Benar saja, Tania pun datang.
“ hai. “
“ hai
tan. “ sapa Nitha. Tania hanya membalas dengan senyuman.
“ maaf
yah res aku lama, tadi habis beli cat warna. “
“ iya
gak apa-apa kok. “
“ oia,
kamu kok disini ? “ Tanya Tania
“ hhm,
aku janjian ketemu Esa disini. Tapi kok dia lama yah ? “
Keningnya berkerut, Tania mengetahui kejenuhanku
yang menunggunya lama. Terlebih lagi ada cewek menyebalkan itu. Aku memang tak
suka dengannya sejak kejadian dia memfitnahku mencuri handphonenya. Padahal dia
sendiri yang lupa menaruhnya dimana, handphonenya ditemukan salah satu anak
kelas 5 di depan kaca toilet. Huh ! makanya jangan ceroboh, masih SD saja sudah
bawa benda mahal ke sekolah.
Lalu, terlihat Esa datang dengan bola basket di
pelukannya. Bersama Sandy, Jason dan … Aldo waw ! aku lantas mengenali sosok di
sampingnya itu. Mereka menghampiri kami.
“ hai,
kalian disini juga ? “ Tanya Esa padaku dan Tania.
“ Esaaa,
kok lama banget sih. Aku capek tahu nunggunya. “ sambung Nitha.
Lagi-lagi sikapnya itu menjengkelkan.
“ hhh, maaf.
Tadi aku ke rumah Sandy sama Jason dulu, terus ketemu Alan di jalan. “ jawab
Esa.
“ oia,
kenalkan, ini Alan, tetangga baruku. “ kata Esa.
Jadi namanya Alan, bukan Aldo? Ukh, Tania salah
beranggapan nih. Aku dan Tania malah melongo karena merasa bodoh dengan mengira
namanya itu Aldo. Saat aku ingin berjabattangan dengan Alan, Nitha langsung
menyambarnya.
“ Anitha
Dewanka, panggil aja Nitha. “
Mulai deh kecentilan sama anak baru. Semuanya biasa
saja melihat sikap Nitha yang memang begitu. Alan juga merespon, menurutnya
Nitha anak yang sangat ramah.
“ aku
Tania, ini Reshia sahabatku. “
Alan membalas jabatan kami dengan senyuman lima
centinya. Ada getaran yang aneh, mataku tak bisa mengedip. Aku baru tersadar
saat Tania menyikutku lembut. Oh My God, ada apa? Perasaanku mulai jelas. Aku
menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Tapi Nitha, mulai saat itu dia
mendekati Alan.
Aku, Tania dan Jason duduk manis di pinggir
lapangan basket sambil melihat Esa, Sandy dan Alan bermain basket. Sementara Nitha,
terlihat dia masih bergerak-gerak imut di tengah lapangan. Menyorakkan semangat
untuk Alan. Aku merasa Nitha juga menyukai Alan, sedari tadi ku perhatikan
sikapnya. Matanya tak berpaling dari Alan. Aku takut Nitha benar menyukai Alan,
kalau itu terjadi, aku rasa Alan pun begitu. Nitha cantik, aku tak sebanding
dengannya.
Tania memandangku. Dia membiarkan aku berada di
alam bawah sadar. Mungkin baginya, tak apa aku sejenak berpikir panjang tentang
mereka. Asalkan jangan sampai aku terpingsan, aku akan malu dan terlihat sangat
bodoh. Aku ingin bebas dari khayalan
burukku tentang Alan dan Nitha, tapi Tania tak jua membuyarkan lamunanku.
Tiba-tiba bola basket melayang di depanku, hampir
saja mengenai kepalaku. Alan berlari menuju bola yang terdiam di depanku
setelah gagal membuatku mati duduk. Degh !
jantungku berdetak amat cepat, terdengar keras mungkin karena Tania
memandangku dengan senyumnya.
“ maaf.
“
Cuma itu, dalam hatiku, atau aku mulai tuli karena
jatuh cinta. Reflex, aku mengangguk. Dia kembali ke tangah lapangan dengan
bolanya. Shiiit, satu menit saja kejadian itu mulai berlalu tapi terasa amat
sangat lama. Segitu saja sudah membuatku bersenang hati, tak sengaja dia dahulu
yang mendekatiku. Hah, tetap saja Nitha lebih beruntung daripada aku.
“ kenapa
kamu ? “
“ kamu
pasti tahu apa yang ku rasa, buat apa bertanya. “ ucapku
Tania tertawa kecil, membuatnya terlihat manis.
“ senang
yah ? yuk ke rumah, nanti kesorean aja. “ ajaknya.
“ duh,
rasanya aku malas pergi dari sini. “
“ ya,
aku tahu. Tapi kita harus pergi, nanti kesorean ih. “
Menarik tanganku agar aku terbangun.
“ cepat.
Nanti kesorean. “
“ iyaaa.
Sabar, aku masih mau disini sebentar saja, ya tan?. “ pintaku.
Menghela nafas sambil melepas tanganku. Tania
sepertinya sudah punya firasat buruk tentang kejadian yang akan datang jika aku
masih disini. Esa mengajak kami ke tengah lapangan. Kami pun berkumpul
melingkar, Nitha berdiri di samping Alan. Gerah ! aku ingin menjambak rambut
panjangnya, kalau saja itu tidak akan memberantakkan semuanya pasti sudah aku
lakukan.
“ nanti
kita akan berpisah yah ? “ Tanya Esa.
Suasana hening, Nitha yang cerewet sepertinya tahu
posisi. Kami sama-sama menahan pedih, perpisahan yang sebentar lagi menjemput
persahabatan kami bersiap menghancurkan apa yang kami inginkan. Dulu, kami
berharap untuk selalu bersama. Karena kami tak pernah membayangkan sebuah
kesakitan yang amat sangat seperti yang akan terjadi nanti.
Aku menggenggam erat tangan kanan Tania, walau aku
tahu aku akan bersama lagi dengan Tania karena orang tua Tania sepakat untuk
ikut keluargaku pindah ke Bandung, meninggalkan Jakarta juga semua sahabat hati
disini. Tapi tetap kesedihan terbendung, hujan akan datang. Tuhan tahu kami
akan menyimpan rindu yang besar, saat ini air mata kami masih belum ingin
keluar. Hujan mulai membasahi kerinduan yang akan datang, setiap tetesnya
menjadi saksi kebersamaan kami yang tulus. Selama 6 tahun lebih, bahkan dari
kecil kami berteman.
Perlahan tangan kiri Nitha menyentuh jemari tangan
kanan Alan, mereka berpegangan tangan. Tania yang pertama melihat itu mencoba
mengalihkan arahku. Tapi sayangnya, aku terlanjur melihat. Yaa ! aku biasa
saja, namun hati ini, entah mengapa terasa sesak.
“ hujan,
kita pulang saja. Besok menjadi hari terakhir kebersamaan kita, jangan lupa
kumpul jam 8 pagi yah. “ kata Esa.
Esa mengawali memeluk kami, kami pun berpelukan. Damai,
tak ada kedamaian yang abadi selain sebuah pelukan. Tenang, adalah salah satu
cara awal menghadapi sebuah masalah. Alan dan Nitha berlarian sambil tangan
mereka bereratan, canda tawa kecil terdengar. Hujan sepertinya mendukung
kedekatan mereka. Aku ingin ini segera berakhir. Ini kesakitanku yang pertama,
tapi buat apa aku merasa sakit hati? Alan bukan siapaku, walau aku menyukainya.
Tania meyakinkan bahwa aku hanyalah sedikit kecewa, aku baru mengenal Alan
walau aku lebih dulu dibanding Nitha, nyatanya Nitha lebih mudah menarik
perhatian Alan. Pelajaran ini membuatku mengaca diri, bukan melihat apa
kekuranganku tapi berharap aku tidak mengulangi hal yang sama.
<
PAMERAN FOTO ASHARI LATE >
Ingatan lalu itu terputar begitu saja. Di tengah
keramaian pengunjung yang berbondong-bondong datang ke acara peresmian Galery
Photo milik Reshia Ashari dan Tania Late. Air mata kebahagiaan berkucuran deras
di pipi Reshia, tapi terbesit sebuah kerinduan amat sangat terhadap
sahabat-sahabat kecilnya. 9 tahun berlalu, Reshia masih bersama Tania. Berjuang
demi masa depan yang terang benderang, sepermainan bersama melawan apa yang selama
ini mereka tantang. Mereka berhasil, Tania bisa mewujudkan impiannya mempunyai
Galery sendiri. Reshia sukses dengan hobby potretnya, mereka bersatu,
menghidupkan seni dan turut membantu anak bangsa maupun luar Negara.
“ hey,
why do you so sad? Don’t be cry. This is our event, be happy. “ kata Minhwam.
Aku, Tania, Lian dan Minhwam bersama dalam
pencapaian yang totalitas ini. Lian adalah teman sekampus aku dan Tania di
salah satu Universitas di bilangan Bandung. Lian merupakan vokalis band kampus
yaitu @5 yang juga ikutserta meramaikan pergelaran lelang foto kami. Sedangkan
Kim Minhwam, biasa disapa Minhwam, dia warga kenegaraan Korea, tepatnya di kota
Incheon, salah satu mahasiswa di Inha Univercity jurusan drama dan film.
Awalnya, Minhwam ke Bandung untuk menemui pamannya yang bekerja di salah satu
stasiun radio di Indonesia. Namun, justru Minhwam bertemu kami dalam event
kampus di sebuah hotel yang diinap oleh Minhwam.
Sebelum pertemuan kami dengan Minhwam, kami sudah
memiliki banyak rencana. Aku yang suka memotret, Tania yang suka melukis dan
Lian yang suka menyanyi mulai berpikir kuat untuk bersatu. Akhirnya, bertemuan
kami dengan Minhwam menambah ide kami. Minhwam ingin sekali ke Papua, Maluku
dan kota kecil di Afrika. Kami menyusun konsep, tujuan kami adalah membantu
system pendidikan di Papua, memotret keindahan Maluku dan meneliti Kelaparan di
Solambia, Afrika. Bermodal sebuah kamera, aku memotret semua luka yang
tersembunyi dari anak-anak Papua. Sesungguhnya mereka sangat tekun dalam belajar,
namun kekurangan fasilitas buku membuat mimpi mereka untuk segera cerdas mukai
berkurang. Maluku, keindahan setiap tepinya begitu elok, menakjubkan kata
Minhwam.
Kedua hal itu menjadi awal berjalannya konsep kami.
Lewat potret, lukisan Tania dan puisi hati karya Lian, kami optimis. Lelang
yang nanti akan kami adakan, dananya untuk mereka, objek kami. Kami yakin akan
berhasil, ini untuk anak bangsa. Setelah mendapatkan hasil yang cukup baik,
Minhwam mengajak kami ke sebuah kota di Afrika. Yang menurut kabar, kota itu
menjadi kota dengan penduduk Kelaparan terbesar. Minhwam tersentuh hatinya
untuk berkunjung kesana. Sungguh amat sangat kesakitan yang kami rasakan, ini
lebih sakit dari kesakitanku di masa lalu. Mereka anak-anak kecil bertubuh yang
hanya tinggal tulang, mereka kehausan, kelaparan, kurang gizi, perhatian
pemerintah belum terdeteksi oleh mereka. Pameran ini untuk kalian, Papua,
Maluku dan Solambia.
<
Lukisan 1 >
Beberapa anak menunggu belas kasih secuil makanan
dari sang dermawan, terlihat anak itu sedang menangis kelaparan. Lukisan telah
bicara lewat seni gambar dan setiap paduan warnanya. Tatapan mereka seakan
berteriak ‘bantu kami, kami kelaparan’. Tragisnya kehidupan mereka menarik hati
kami untuk sedikit mengulurkan tangan.
Tania yang saat itu manarik tubuhku untuk segera
memotret mereka, dia juga lantas melukis anak-anak itu. Tanpa membuat mereka
curiga atau berpikiran buruk, Tania berusaha meyakinkan mereka agar mereka
percaya bahwa kami hanyalah wartawan asal Indonesia yang ditugaskan untuk
meliput kelaparan di Solambia. Prinsip kami, mereka tidak boleh tahu bahwa ini
semua salah satu cara untuk membantu mereka. Biar saja semua mengalir, nantinya
mereka akan mendapat kabar baik.
Anak-anak ini sedang dalam masa pertumbuhan. Tapi
kalau saat ini saja hidup mereka sudah tidak baik, nantinya mereka akan
berkembang menjadi apa? Aku takut yang mereka alami ini berpengaruh terhadap
psikologis mereka. Terlebih lagi, pandangan mereka terhadap pemerintah. Mereka
adalah generasi masa depan, calon penerus bangsa. Namun, keadaannya begini. Apa
mereka akan patuh terhadap Negara? Dengan segala aturannya tanpa sedikit
mempedulikan rakyat di pelosok. Mengherankan !
“ cepat
potret mereka, aku tidak tahan berlamaan di hadapan mereka. “
Begitu ungkap Tania kepadaku. Dia langsung pergi
membelakangi kami, sesekali dia bertabrakan dengan anak-anak yang lain.
Menambah kacau batinnya. Belum bisa berbuat lebih, hanya ini usaha rahasia kami
demi sedikit mengurangi keroncongan di perut mereka. Aku tahu, mereka ingin
berbicara kepadaku, mengungkap semua penderitaan mereka agar pemerintah
Solambia mendengarnya. Tapi tutur kata mereka, aku tidak mengerti sama sekali.
Kalau saja ada di antara mereka yang pandai berbahasa inggris, aku akan tulus
menjadi tempat curahan semua derita mereka. Setelah ku memotret banyak foto,
aku segera menyingkir, sejenak membebaskan hati dari sebuah kesedihan yang
mendalam. Tiba-tiba seorang anak remaja menghampiriku, ku rasa dia tidak begitu
lapar. Karena walau raut wajahnya sama dengan anak-anak yang sedang mengantri
belas kasih secuil makanan, dia terlihat biasa saja.
“ who
are you ? “
Aku melongo, dia berani berbincang denganku. Waw !
sedari tadi anak-anak yang hilir mudik di hadapanku hanya menatapku penuh
pinta. Tapi anak ini, dia mengajakku berbicara.
“ I’m
Reshia, And you ? “
Dia menatapku lirih. Mungkin dia tidak suka dengan
keberadaanku. Entah menganggap aku tidak ada gunanya atau hanya akan
memperburuk keadaan mereka. Aku tak tahu !
“ I have
a letter for you. It’s from my mother. “
Ku raih selembar kertas yang terlipat rapi.
Setelahnya dia pergi sambil berlarian cepat. Ku buka setiap lipatannya dengan
ragu. Ku baca gabungan hurufnya dengan teliti. Tania menepak bahuku, aku
terkaget namun tetap tenang. Kami membaca suratnya bersama.
My dear Son’s, Keep stay a life, for your town. Acquit The
children from hunger.
|
Singkat
isi suratnya, namun aku dibuat berpikir panjang. Apa maksud Ibu anak itu?
Apakah dia mati dalam kelaparan? Lalu bagaimana mungkin anaknya mampu hidup
sendiri tanpa penguat di hari-harinya? Mengiris halus nuraniku. ini jalanku
selanjutnya, aku harus bergerak cepat. Aku melipat kembali suratnya, ku
selipkan di saku jeansku.
“ res, dari siapa surat itu ? “
“ dari anak kecil yang menghampiriku
tiba-tiba. Dia bisa berbahasa Inggris. Anehnya lagi, mengapa dia bisa
memberikan surat dari ibunya itu padaku ? pasti dia ingin aku melakukan
sesuatu. “
“ iya, aku rasa dia percaya kamu bisa
lakukan sesuatu yang mampu merubah sedikit kehidupan mereka. “
“ semoga, dan kita harus bantu mereka. “
Aku
teringat sesuatu, Minhwam.
“ dimana dia ? “
“ siapa ? “
“ Minhwam. “
“ oh, tadi dia di depan tenda sana. “
“ kita harus segera pindah lokasi, disini
kita sudah dapatkan petunjuk. “
Tania
mengangguk, kami pun lekas pergi.
< LUKISAN 2 >
Aku membaca sebuah rubrik Dalam
artikelnya di Majalah 'Time' (sebagaimana diulas 'VIVAnews', dan dipantau
IPOSnews), jurnalis Samuel Loewenberg menceritakan secara dramatis. Seseorang meninggalkannya begitu saja terkapar di
tanah yang tandus. Beruntung aku mengambilnya.
Tersebutlah kisah seorang wanita separuh baya. Ibu Hassan,
begitu dia dipanggil. Dia baru saja tiba di kamp pengungsi setelah berjalan
kaki dua minggu dari rumahnya. Dia satu dari puluhan ribu orang Somalia
yang menyelamatkan diri ke Kenya dari bencana kelaparan.
Masalahnya, Ibu Hassan itu baru saja melahirkan, sehingga menderita pendarahan. Dia perlu segera dilarikan ke rumah sakit untuk menerima pengobatan yang layak.
Ibu Hassan beserta para pengungsi Somalia lainnya menyelamatkan
diri untuk mendapat makanan.
Kondisi mereka pun mengenaskan. "Mereka menempuh perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya," |
Bencana kelaparan di Somalia dan
negara-negara di sekitarnya tampak sudah menjadi masalah global. Kondisi di
tanduk Afrika semakin memprihatinkan. Kemarau yang memicu kelaparan ini
diperkirakan akan terus memburuk sampai akhir tahun ini.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan
jumlah orang yang membutuhkan bantuan lebih dari 15 juta. Mereka butuh makanan,
air dan tempat tinggal. Aku semakin tersentuh untuk menyentuh mereka, membantu
mereka walau sedikit saja. Selama hidupku, tak pernah aku merasakan lapar yang
amat sangat. Hingga aku terpaksa mengemis dan mengangkat kedua tanganku untuk
belas kasih yang sesungguhnya tak diperbolehkan. Seharusnya aku menunggu
bantuan, namun perut ini sudah tidak mampu lagi menunggu bantuan yang tak kunjung
datang.
Aku segera memberikatahukan
berita itu pada Tania dan Minhwam. Minhwam membujuk kami untuk segera ke lokasi
itu. Tempat dimana ibu Hassan dan anaknya mengungsi. Tapi aku bingung, aku
maupun Tania sama sekali tidak tahu lokasi pengungsian. Sedangkan Minhwam terus
mendesak.
Kelaparan yang melanda warga
Somalia diperkirakan akan bertambah setiap tahunnya jika pemerintah Somalia
belum berbuat apa-apa. Dikhawatirkan, kejadian ini akan berdampak juga di
Ethiopia dan Kenya. Lembaga bantuan asal Inggris, OXFAM. Memikat kami untuk
bekerjasama dengan organisasi mereka. Menjadi sukarelawan atau sekadar penjaga
tempat pengungsian pun tak apa. Kami hanya ingin kesana. Untuk kepentingan
pameran, penggalangan dana bantuan for Somalia.
Namun usaha kami gagal. Namun tak
sia-sia, kami malah tersesat di daerah kelaparan yang sama. Tak jauh dari
Somalia, pengungsian ini justru memburuk. Kondisi anak-anak sangat tragis.
Seperti biasa, kemi tak pernah melewatkannya begitu saja. Ada beberapa potret
dan lukisan kecil yang sempat aku dan Tania kerjakan. Minhwam, lagi-lagi dia
menghilang. Membuat panik dan khawatir kami. Ini bukan negaranya, kami takut
dia tersesat jauh. Dia satu-satunya jembatan penghubung kami bisa sampai
kesini. Tanpanya, kami belum tentu bisa capai sampai ke Somalia.
< lukisan 3 >
Anak malang ini terlihat sedang
diperiksa keadaannya oleh tim medis setempat. Minimnya jumlah kampung
pengungsian membuatnya baru bisa diperiksa tim medis. Mengenaskan, tragis,
mengiris batin kita para penglihat dan pemerhati anak. Sangat jelas, anak ini
kekurangan gizi dan lingkungan mereka tak layak.
Seorang Jurnalis asal Somalia
menuturkan,
Penuturannya itu diperkuat data dari
lembaga bantuan 'Medecins Sans Frontieres', yakni satu dari tiga anak Somalia
yang baru tiba di kamp pengungsian di Kenya menderita kekurangan gizi akut
akibat tiadanya asupan pangan layak.
Setiap hari, kamp itu didatangi 1.400 pendatang baru. Itulah sebabnya, sejak 2008, kamp pengungsi itu tidak mampu lagi menerima para pendatang secara layak.
Jumlah pengungsi kini empat kali lipat lebih banyak dari daya tampung. Mereka yang baru datang terpaksa harus tinggal di luar kamp dengan fasilitas seadanya.
Setiap hari, kamp itu didatangi 1.400 pendatang baru. Itulah sebabnya, sejak 2008, kamp pengungsi itu tidak mampu lagi menerima para pendatang secara layak.
Jumlah pengungsi kini empat kali lipat lebih banyak dari daya tampung. Mereka yang baru datang terpaksa harus tinggal di luar kamp dengan fasilitas seadanya.
Orang asing
ternyata dilarang masuk di daerah pengungsian ini. Aku, Tania dan Minhwam hanya
bisa menyaksikan dari luar batas pengungsian. Sambil memotret perlahan keadaan
anak-anak itu. Aku abadikan hasil rekaman ini. Kelak ini menjadi harapan besar
anak-anak Somalia.
“ if I could help them more than this. “
kata Minhwam.
“ iya, this is our job. “ kataku.
Tania menjauh dari
kami beberapa langkah, dia menerima telepon dari Lian. Lian yang tak ikut
bersama kami ke Somalia, dia hanya mengawasi kondisi di Jakarta. Karena dia
juga punya tugas lain yang masih harus diurusnya dan tidak bisa ditinggalkan
yaitu menata Galery Photo milik kami bersama. Yang nantinya menjadi gudang
bermanfaat untuk mengabadikan hasil lukisan dan potret kami disini. Tak lama
kemudian, Tania kembali.
“ Lian baru saja menghubungiku. Dia
mengabarkan bahwa ada panggilan potret untuk Pantai Natsepa di Maluku. Akhir
minggu ini kita diminta untuk segera datang ke Maluku. “
“ whats wrong ? “ bingung Minhwam.
“ we must go home this week. We will take
a pictures of Natsepa’s Beach in Maluku. “ jelasku.
“ oh yea ? Really ? its good. “
Entah mengapa
rasanya berat akan meninggalkan Somalia tanpa pernah berbuat apa-apa. Sedangkan
nanti kalaupun dana lelang foto berhasil mengumpulkan banyak uang, uangnya akan
kami kirim via Organisasi bantuan dari Indonesia yang langsung akan
memberikannya pada warga Somalia. Sudah dipastikan kami tidak akan menginjakkan
kaki disini lagi, oh no !
Tapi kami harus
adil, Negara kami sendiri pun masih membutuhkan bantuan. Kalau mampu berusaha
keras untuk membantu Negara lain, mengapa untuk Negara sendiri saja tidak ?
pertanyaan besar. Kami pun mengiyakan project Lian.
< lukisan 4 >
Ku temukan data sebuah
artikel pada salah satu blog milik pecinta alam di Indonesia. Kemudian foto
pada artikelnya aku lukis kembali dengan sedikit perubahan namun tanpa lupa
meminta izin pemiliknya. Walaupun katanya, pemilik aslinya telah meninggal
dunia.
Awalnya adalah
mendengarkan lagu Manic Street Preacher yang berjudul Kevin Carter.
Hi Time Magazine Hi
Pulitzer Prize
Tribal Scars In
Technicolor
Bang Bang Club AK 47 Hour
Kevin Carter
Vultures Stalked White
Piped Lie Forever
Wasted Your Live In Black
and White
Kevin Carter Kevin Carter
Kevin Carter
The Elephant Is So Ugly
He Sleeps His Head
Machetes His Bed Kevin Carter
Kaffir Lover Forever
Kevin Carter Kevin Carter
Kevin Carter
Apa maksud Majalah Time ,
Pulitzer Prize, burung bangkai tersebut ?
Kevin Carter adalah
wartawan foto yang meliput konflik di benua Afrika. Mengabadikan Represi
Rezin Apartheid, protes anti Apartheid dan kekerasan di
benua tersebut. Salah satu hasil karyanya berhasil meraih hadiah Pulitzer Prize
for Feature Photography tahun 1994. Dalam foto tersebut terekam seorang anak
Sudan merangkak dengan lemah menuju tempat pembagian makanan, sementara
beberapa meter di belakangnya ada Burung pemakan bangkai (vultures) menunggu
kematian anak itu.
Kevin Carter menjual foto
tersebut ke Koran News York Times dan dimuat pada 26 Maret 1993. Tanggapan atas
foto tersebut sangat luar biasa. Dua bulan setelah acara pemberian anugerah
Kevin Carter ditemukan mati bunuh diri menggunakan Karbonmonoksida. Pesan bunuh
dirinya (suicide note) adalah :
I am depressed, without
phone, money for rent, money for child support, money for debts, money !!! I am
haunted by the vivid memories of killings and corpres and anger and pain. Of
starving or wounded, often police, of killer executioners, I have gone to join
Ken ( my friend ) if im that lucky.
Ken adalah teman Kevin
yang sudah meninggal.
Aku tersentak merinding
membaca teliti tiap teksnya. Ada keharuan dan kebanggaan yang selesai begitu
saja ketika tahu Kevin mengakhiri hidupnya dengan cara yang salah. Seharusnya
dia berpikir lebih dewasa dan matang. Dia harus tetap hidup untuk membantu
anak-anak itu. Keminderan terhadap dirinya telah membuat dia merasa tidak bisa
berbuat apa-apa untuk anak-anak itu. Yaa ! tapi karyanya itu telah bernilai
mahal. Pray for Kevin and Thanks for your Photos.
< keindahan Maluku >
Kurang
dari sebulan sudah aku, Tania dan Minhwam meninggalkan Indonesia. Kini kami
kembali, bersiap mengayun dayung dengan perahu impian menuju kebaikan
selanjutnya. Aku merindukan Lian, sangat merindukan sahabatku yang manis itu.
Ku peluk tubuhnya dari belakang, dengan genbira aku berteriak kecil. Lian yang
sedang mengotak-atik laptopnya di meja kerja terkaget lembut dengan pelukanku
yang mendadak. Baginya, aku selalu saja mengejutkan. Hheuh, itulah aku.
“ Liaaaan, aku pulang, “
“ iyaa aku tahu res, sebelum kamu sampai
juga kan aku yang sudah memintamu untuk pulang. “
Aku
memanyunkan bibir, ku lepas tubuhnya dari dekapanku. Aku hanya ingin Lian tahu,
aku rindu candaannya yang menyebelin itu. Membuatku geer tapi setelahnya
meminderkan aku lagi. Huh ! kau sahabat yang aneh, batinku.
“ annyeong haseyo ? “ sapanya pada Minhwam
yang berdiri di sampingku.
Dengan
sedikit membungkukkan badan, Minhwam menyapa kalimat yang sama. Lian dan Tania
memang sering berbicara menggunakan bahasa Korea dengan Minhwam, tapi aku,
entah aku malas, atau karena aku memang tak bisa bahasanya, aku belum pernah
lakukan itu dan Minhwam tidak heran. Kiranya, mungkin aku belum bisa bahasa
Korea. Hangeul dan lainnya aku tidak mengerti itu.
“ hai tan, apa kabar ? “
“ Alhamdulillah aku baik. “ memeluk
sebentar tubuh Lian.
“ aku kok gak ditanya kabar ? “ sedihku.
“kau kan baik-baik saja. “ jawabnya santai
sambil mematikan Laptopnya.
“ tahu darimana ? “
“ buktinya kau masih bersikap sama, suka
mengagetkan orang lain. “
Tania
tertawa mendengar pertengkaran kecil aku dan Lian. Minhwam juga sempat ikut
tertawa.
“ kenapa kau tertawa ? “ tanyaku heran
pada Minhwam.
Aku
lupa kalau dia tidak mengerti bahasaku.
“ what ? “
“ hahaha, it doesn’t matter. Please take a
rest firstly. “ kata Lian pada Minhwam.
Tanpa
sengaja dia menyelamatkanku dari kebodohan yang akan panjang. Aku baru sadar
bahwa Minhwam begitu manis, matanya yang sipit membuatnya terlihat tambah
cuties dan menggemaskan. Kenapa aku baru rasakan itu sekarang yah ? setelah
tadi gertakanku padanya menahan mataku menatap matanya. So cute ! manis, waw !
aku telat ternyata. Dulu, Tania juga pernah menilai yang sama tapi aku biasa
saja menyikapinya. Tak peduli, toh aku masih saja peduli pada Cinta Pertamaku
semasa SD lalu. Whateverlah !
Esok
harinya, Maluku begitu indah. Tepatnya Ambon. Aku dibuat terpaku oleh keindahan
yang murni menelusup tulang-tulangku. Perfection ! aku, Tania, Lian dan Minhwam
menikmati Rujak Natsepa. Di bawah pohon kelapa yang tinggi, di atas pasir putih
dan di hadapan air laut yang biru. Pantai Natsepa !
Pantai Natsepa terletak di
Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Ambon. Pantai ini terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Ambon. Untuk
menuju lokasi pantai dapat ditempuh dengan naik kendaraan umum dengan
harga sekali jalan Rp. 5000. Pantai ini terletak di samping jalan besar,
dengan waktu tempuh dari kota Ambon sekitar 30 menit, dengan jarak tempuh
24 km.
Tarif masuk ke lokasi wisata
ini, untuk orang dewasa sebesar Rp. 1.000,- kendaraan roda dua Rp.
1.000,- dan kendaraan roda empat Rp. 2.000. Objek
Wisata ini menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh para
pengunjung antara lain beberapa shelter yang dapat digunakan sambil
menikmati indahnya pantai dan pemandangan di Teluk Baguala. Terdapat
juga penyewaan pelampung berupa ban dalam roda mobil dengan harga sekitar
Rp 3.000 untuk yang berukuran kecil dan Rp 3.500 untuk yang berukuran
besar.
Perahu
kole-kole untuk menyebrangi Pantai Natsepa.
Aku
beberapa menit saja menyebrangi Pantai dengan Perahu Kole bersama Minhwam.
Walau hanya sebentar, aku merasa nyaman dan damai sekali. Padahal aku termasuk
Phobia Laut. Tapi saat ada Minhwam, aku lupa dengan Phobiaku gitu aja. Biarlah,
itu bagus bukan !
Lian dan
Tania terlihat menikmati keindahan Pantai, begitu sempurna alam ini. Namun ulah
manusia masih saja memburuk. Tak bersyukur atas apa yang Allah ciptakan. Tak
terasa, aku semakin dekat dengan Minhwam. Terdengar keras dering panggilan dari
handphone Minhwam, tiba-tiba saja suara air laut menenangkan pikiran. Minhwam
mengangkat teleponnya. Bahasa Hangeul yang dia ucapkan membuatku sedih, sedih
karena gak ngerti. Ukh !
< JAYAPURA >
Setelah
puas mengelilingi Pantai Natsepa, Lian mengajak kami ke sebuah tempat
pengelolaan makanan Sagu. Khas Maluku, daerahnya masih sangat sejuk, kadar
polusi masih rendah.
Dari
tahun 1910 ke 1962, Jayapura ini dikenal sebagai Hollandia dan merupakan
ibukota distrik dengan nama yang sama di timur laut Papua Barat. Kota ini sempat disebut Kota Baru dan
Sukarnopura sebelum memangku nama yang sekarang pada tahun 1968. Arti literal
dari Jayapura, sebagaimana kota Jaipur di
Rajasthan, adalah 'Kota Kemenangan' (bahasa Sanskerta: jaya yang berarti "kemenangan";
pura: "kota"). Kota ini merupakan ibukota provinsi yang terletak
paling timur di Indonesia. Kota ini terletak di teluk
Jayapura, ibukota Papua.
Pohon
Sagu
Ini
tempat pembuatan sagu.
Pohon
sagu symbol karakter orang Maluku, menurut sebagian pengamat.
Selesai
mengunjungi rumah sagu, kami beristirahat di rumah teman Lian di sudut kota
Jayapura. Malam hari pertama kami berada di Papua. Menyenangkan namun tak
terasa besok kami sudah harus kembali ke Bandung. Owh ! tak menyia-nyiakan
kesempatan, Tania melukis lagi, pemandangan malam kota Papua.
Biru air
dengan bebatuan besar, itulah hidup !
< KARYA BICARA ! >
beberapa
pecinta seni begitu mendengarkan dengan saksama ceritaku dan Tania. Perjalanan
kami yang amat berjurang namun menantang ini diberi banyak jempol oleh
pengunjung. Berawal dari seorang pengunjung yang minta diceritakan kisah saat
pengambilan sebuah lukisan anak kelaparan di Somalia. Tak terasa, ku telah
berbagi semua penat yang indah sekilat tentang petualangn kami di kota-kota
pilihan. Aku melongo, melihat sekelilingku penuh kerumunan orang.
“ bagaimana bisa anda menggambar kembali
sebuah potret dari foto Kevin Carter ? “ Tanya salah seorang pengunjung.
“ kami mendapatkan infonya dari blog
seorang teman, kami meminta izin untuk melukisnya kembali sebagai tanda
apresiasi bukan bermaksud untuk mengcopy atau hal buruk lainnya. “ jelasku.
“ bagaimana keadaan mereka saat ini kak ?
“ Tanya lagi anak remaja beberapa tahun di bawah kami.
“ I wish they feel be better soon, this exhibition
aims to help tehem. We make sure they can be a better soon. “ jawab Minhwam.
Harapan
kami, pameran ini diminati banyak orang. Dukungan mereka sudah sangat bersorak
bagi kami. Semangat, optimis dan usaha selalu kami selaraskan. Ini impian kami,
apapun yang harus kami lakukan demi mewujudkan sebuah impian pasti kami akan
kejar. Totalitas, mungkin kami belum sukses cukup sampai disini.
Pencapaian
tak akan pernah maksimal jika masih ada keraguan atau kemacetan sesaat. Pameran
ini hanya berlangsung seminggu ke depan, hari pertama sudah membuahkan hasil.
Banyak yang melelang lukisan dengan harga sesuai. Kami berharap, esok dan
seterusnya semakin lebih baik.
Aku
mondar-mandir di sudut pameran. Entah apa yang ku pikirkan, terlamun begitu
saja. Seseorang dengan lembut menepuk bahuku. Aku tak buyar, kedua kalinya, aku
sadar. Dia, sosok lelaki dengan pandanganku yang buram atau memang dia tak
jelas terlihat. Entah !
“ ada jalan untuk tujuan yang baik.
Teruslah begini, sebarkan kepada anak-anak yang lain. Negara butuh jiwa-jiwa
orang yang memiliki kepedulian yang tinggi. Pesankan kepada mereka, pengalaman
itu penting. “ katanya.
“ tapi … “
“ tidak ada kata tapi untuk hidup yang
damai. “
Dia lekas
pergi, sampai jejaknya pun tak ku lihat lagi. Aku terdiam sesaat, tiba-tiba
Lian datang. Dia heran melihatku bermuka kusut.
“ tadi siapa ? temanmu ? “
Ah !
nyatanya Lian juga menyadari sosok lelaki barusan. Ku pikir hanya halusinasiku.
“ aku tak tahu. “
“ loh, kok ? “
“ ya, dia datang tiba-tiba. Sama kayak
kamu, “
“ loh, kamu tuh yang suka tiba-tiba.
Mengagetkan orang saja hobbynya. Bikin jantung terasa mau copot. “
“ oh yeaaa. “
“ ikh dasaaaar, Reshia jeleeeek. “
Lian
menjulurkan lidahnya, meledekku. Itu hobbynya sejak sekampus. Ngeseliiiin. Aku
acak-acak rambut hitamnya yang tertata rapi, ku buat berantakan, amburadul,
rumit, kacauu. Hha. Kami bercanda tawa sejenak, setelah disuduhkan banyak
pertanyaan yang menguras tenaga saat menjawabnya. Aku teringat pertanyaan
seorang teman sekelasku dulu sewaktu SMA, pertanyaannya biasa saja tapi butuh
penjelasan yang sengaaat jelas.
“kenapa sih seniman itu penampilannya
begitu ? “ tunjuknya pada salah seorang seniman sastra di acara musikalisasi
puisi sebuah sekolah negeri.
“ itulah mereka. Seperti karyanya. “
“ maksudmu ? “
“ apa adanya, merahasia, cuek dan gokil.
Tapi ada suatu kekuatan yang tak terlihat namun dapat kita rasakan. “
“ apa ? “
“ karyanya. “
“ kita bisa menilai, jangan sekadar
penikmatlah. Beri sedikit sentuhan, agar mereka merasa dihargai. Karya bicara
tentang bagaimana karakter pencipta dan menghidupkan penciptanya disitu. “
Itu
sekilas ingatanku.
< kau cantik >
Dering
ringbacktones dari handphoneku terdengar sampai ke telinga Minhwam. Dia berada
di belakang kursiku, lantas dia langsung menghampiriku. Yang telah ku sadar
bahwa dia cuties dan matanya, memiliki tatapan yang tajam. Perlahan namun
cepat, menusuk sampai ke hati. Oh my god !
Lagu
Ji-Yeon T-ARA berjudul Ttoreureu yang menjadi OST. GOD OF STUDY, drama Korea
yang sangat inspiring, bordering, itu yang menarik Minhwam untuk mendekatiku.
Yaa ! dia tentunya tahu lagu itu. Liriknya sangat menjiwa, nadanya lembut, aku
suka.
ttoreureu
nunmuri heulleoganda ttoreureu ttoreureureu
sorieomneun
apeumeul igijido motanche
pareureu
sonkkeuchi tteollyeoonda pareureu pareureureu
ttaseuhaetdeon
siganeul gieokhanabwa
sarangeul
hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul
hamyeon jom dallajindae
eotteoke
haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul
hamyeon nunmuri nago
nunmuri
namyeon tto saenggangmaneul
geureon
sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo
seureureu
du nuni gamgyeoonda seureureu seureureureu
goun
miso hyanggie kkumeul kkugo sipeonnabwa
ttoreureu
sarangi heulleoganda ttoreureu ttoreureureu
mami
siryeoulmankeum johahanabwa
sarangeul
hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul
hamyeon jom dallajindae
eotteoke
haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul
hamyeon nunmuri nago
nunmuri
namyeon tto saenggangmaneul
geureon
sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo
gaseume
chagaun niga naerimyeon
motbondeusi
geujeo useoya haeyo
haengyeo
niga dorabolkkabwa hangsang geu jarireul maemdoneun
eoriseogeodo
haengbokhan sarangi johaseo
sarangeul
hamyeon deo yeppeojindae
sarangeul
hamyeon jom dallajindae
eotteoke
haeya nae anui sarangi deo yeppeojilkkayo
saenggageul
hamyeon nunmuri nago
nunmuri
namyeon tto saenggangmaneul
geureon
sarami gyeote itdaneunge dahaengijyo
“ do you know tahat song ? “
“ ya. “ jawabku dengan senyum yang tak
biasa.
“ do you like it ? “
“ ya, of course. “
‘ why do
you ask that ? ‘ gerutuku dalam hati.
“ can you speak Korean little bit ? “
“ no, I can’t speak anything about Korean
language “
“ oh, “
Berhadapannya dengannya
hanya berdua membuat pikirannya salah arah. Menurutku, Minhwam ada kemiripan
dengan Yoo Seung Ho sebagai Hwang Baek Hyun di drama korea GOD OF STUDY. Dingin, pendiam dan cuties. Rambutnya,
matanya, poster tubuhnya juga cara dia berpakaian.“ hey, why do you stare me like that ? “
Lamunanku buyar, ah, aku memikirkan apa sih. Aneh-aneh saja.
“ hheuh, not. “
Dia berbalik menatapku, tapi lebih dalam, matanya, bulatan itu, membuatku malu.
“ don’t stare me like that. “ kataku malu.
“ you’re beautyful. “
Hah ! tiba-tiba aku merasa akan terbang, tinggi, lalu melayang-layang turun dengan parasut. Aku mencoba tidak terlihat senang dipujinya. Biasa saja, dia orang kesekian banyak yang bilang begitu padaku. May be ! aku ngarang, hehe.
Tak
tahu harus bersikap apa setelah mendengar pernyataan Minhwam. Lian datang,
syukurlah. Lagi-lagi dia menyelamatkanku. Hampir saja aku mati gaya. Hyuh !
“ what are you doing ? “
“ hhm, aku sama Minhwam lagi ngomongin
lagu Ji-Yeon yang di GOD OF STUDY itu loh. “ jawabku terdengar aneh karena agak
terburu.
“ oh.”
“ hhh, Minhwam, there is an email for you.
The computer in Affham’s Room. “ lanjut Lian.
“ oh yeaa, thanks. I’m going there
firstly. “
Minhwam
bergegas pergi, beruntungnya dia tidak menambahkan keterangan apa pun. Lian
mengambil kursi yang barusan Minhwam duduki, menggesernya ke samping kursiku.
Lalu duduk dan tenang, aku takut dia tanya-tanya hal yang sulit dijawab.
Pura-pura sibuk mengetik sms atau sekadar membuka file di memory card, ku
lakukan agar Lian tidak bertindak apa yang sedang ku khawatirkan.
“ untuk besok, sudah dipersiapkan. “
“ sudah. “ kataku singkat.
“ besok bandku isi acara. Biar tambah rame
dan menarik pengunjung, ada sedikit hiburan, kan perlu. “
“ silahkan. “ kataku lagi.
“ yah, gak sopan, ada orang lagi ngomong,
masa gak tatap muka. Etikanya mana ? “ sindirnya pelan.
Sentak
aku tersinggung, ku palingkan muka dan menatapnya. Sunyi, tak terdengar suara
apa pun. Kami saling bertatapan, tak ada yang memulai tuk buang muka. Aneh !
ada apa ? jangan bilang kau akan mengatakan hal yang sama padaku seperti
Minhwam tadi, pikirku. Gubraaak ! sempat-sempatnya narsiiis.
< god
of study >
Di
kamar Tania, tepatnya di rumah kami bersama. Ya, semenjak bertekat tinggi untuk
mencapai impian, kami tak tinggal di rumah masing-masing. Kami memutuskan untuk
membeli sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan nyaman, untuk tinggal
bertiga dan memanfaatkan sebuah ruangan yang luas untuk Galery Photo. Tinggal
bertiga memang asik dan seru, tapi dengan munculnya Minhwam menjadi sahabat
baru kami, meramaikan rumah kami juga. Dia mengasyikan dan lucu, walau awalnya
kami masih kaku tapi kelamaan justru kami menemukan kecocokan.
Menonton
dvd drama korea, GOD OF STUDY. Lesehan di lantai kamar, depan tv. Tania tak
bisa diam, mulutnya terus bersuara karena mngunyah Pop Corn, yang tadi dia
pesan dari pabriknya langsung. Haha. Serasa nonton di Bioskop yah. Hho. Ku
ceritakan sedikit tentang inti cerita drama itu.
Kang
Suk Ho adalah seorang pengacara biasa yang memutuskan untuk bekerja sebagai
pengacara di sebuah sekolah menengah atas. Setelah melihat kondisi sekolah dan
murid-murid yang berada disana. Karen sekolah tersebut terkenal dengan
murid-muridnya yang nakal dan bodoh. Suk Ho memutuskan untuk membuat sebuah kelas khusus menjanjikan masuk ke perguruan tinggi paling bergengsi di Korea, "Chun-Ha-Dae University." Lima dari siswa yang paling termalas - Baek Hyun Hwang, Gil Pul Ip, Na Hyun Jung, Hong Chan Doo, dan Oh Bong Goo bergabung dengan kelas untuk membuktikan bahwa mereka dapat melakukannya dengan kerja keras dan dedikasi.
Di film ini diberikan tips-tips atau motivasi belajar yang sangat baik, kisah hidup dari berbagai murid yang biasa dihadapi oleh setiap murid di dunia, dan kisah cinta remaja disuguhkan.
“ aku mirip Go Ah Sung yah yang sebagai Gil Pul Ip ? hehe. Gak jauh beda lah. “ selaku, memulai pembicaraan duluan.
“ haha, aku Ji Yeon nya dong. Yang sebagai Na Hyun Jung, kan aku unyu-unyu gituu deh. “ sambung Tania.
“loh, berarti aku si Lee Hyun Woo yang sebagai Hong Chan Doo, lucu karakternya. “ sambar lagi Lian.
“ ahaha, Lian mah Lee Chan Ho aja. Si Oh Bong Goo, kan gokil anaknya. Gendut, imut, lebih unyu-unyu daripada Chan Doo. Hho “ sahut Tania.
“ yah, kan aku gak gendut. “
“ gak papa. Haha “
Kami menertawakan Lian, wajahnya tampang melas. Uuuh ! imut deh.
“ I’m Yoo Seung Ho, Hwang Baek Hyun. “
Minhwam nyambung-nyambung aja. Dia seakan mengerti apa yang kami ributkan, mungkin karena kami menyebutkan beberapa nama tokoh GOD OF STUDY. Kami serentak memandangnya. Dia tersenyum kecil. So cute ! aku merasa benar dia mirip Yoo Seung Ho.
“ hah ! “ heran Tania. Minhwam sangat pede menurutnya.
“ hemm, yaa, sedikit mirip. “ ucap Lian terbata-bata.
< kita sahabat >
Pameran
kembali di gelar. Kali ini lebih ramai dari biasanya. Selain ada hiburan dari
band Lian, juga karena acara yang dipublikasikan oleh stasiun tv swasta. Sangat
membantu kami dalam mempermudah pengumpulan dana untuk Somalia, Papua dan
Maluku. Somalia, kami akan mengirimkan sejumlah uang untuk dipergunakan oleh
anak-anak kelaparan. Papua, kami akan kirimkan buku-buku pelajaran baru tingkat
Sekolah Dasar untuk beberapa Sekolah Dasar di Jayapura. Maluku, rencananya kami
akan buatkan satu pondok rumah serbaguna yang akan digunakan untuk balai
pendidikan seni dan sastra, sederhana saja yang penting bermanfaat.
Aku
kerepotan saat ingin memindahkan sebuah lukisan berukuran sedang dengan gambar
Pantai Natsepa. Tingginya lukisan itu menempel di dinding, membuatku yang tak
sampai meraihnya harus berjinjit. Tangan kanan yang merampas lukisan itu dari
incaran tangan kananku tiba-tiba saja dengan santai mudah mengambilnya. Itu
tangan Lian, yaa dia membantuku.
“ kalau gak nyampe, minta bantuan dong.
Disini kamu gak sendirian res. “
Aku
merebut lukisan itu dari tangannya.
“ maaf, ku kira aku bisa sendiri. usahaku
cukup baik kan ? “
“ tidak. Jangan selalu merasa bisa
melakukan sesuatu itu sendirian. Kita pasti akan membutuhkan orang lain. “
“ hhm, aku salah yah. “ kataku pelan.
Lian
mendengarnya walau kurang jelas. Aku menunduk, ku tatap lukisan itu sebagai
sampingan.
“ salah, tapi jadikan ini pembelajaran.
Jangan ulangi lagi, terkadang, salah itu memang perlu. Demi tidak adanya
kesalahan yang sama dan supaya lebih baik. “
Aku
mengangguk, berpikir sejenak. Lian meninggalkanku, kemudian, Minhwam tiba.
“ hey girl. “
“ ya. “
“ do you need a help ? “ tanyanya.
‘ ah
telat. ‘ batinku.
“ hhm, “ aku masih ragu menjawab. Jujur
atau tidak yah ?
Dia
melirik sekilas lukisan yang ku pegang. Seakan berkata ‘ aku akan membantumu. ‘
haha. Tapi masih menunggu pintaanku, ku kira dia akan inisiatif. Nyatanya
tidak, atau mungkin belum.
“ where do you put it ? “
Dia
merampas lukisan dari tanganku. Aku tak heran, karena itu yang sebenarnya aku
inginkan.
“
beside a picture of Sagu’s trees.. “
Dia
tengok kiri-kanan, lalu pergi. Tak lama, Tania mengagetkanku dari belakang.
“ hey, melamun aja. Kebiasaan deh. “
Kali
ini aku terkejut, biasanya aku yang jail suka mengagetkan orang lain. Ah, Tania
resee.
“ ih, ngagetin aja. Huh “
“ loh, gak papa dong. Sesekali kamu
rasakan. “
Aku
menjulurkan lidah pendek.
“ pertama Lian, terus Minhwam, eh sekarang
kamu. Nanti siapa lagi yang nyamperin aku, hemm. “ memasang muka kusut.
“ oh ya, berurutan gitu yaa. Haha “
“ jangan tertawa. Aku lelah. “
“ sana istirahat, sedari tadi kamu sibuk
melayani pertanyaan-pertanyaan pengunjung. Tapi itu kan memang tugas kamu ya. “
“ hheuh, sudah ah aku ke kamar dulu.” Aku
melangkah lambat meninggalkan Tania.
<
incheon >
Sesampainya
aku di kamar, tepat di sebelah kamar Minhwam. Aku mendengar suara orang sedang
berbicara, ku rasa itu suara Minhwam karena bahasanya menggunakan bahasa korea.
Aku melirik pintu, ternyata pintunya terbuka sedikit lebar. Ku mengindap-indap
melihat Minhwam, berusaha hening dan tenang, tidak ada maksud lain. Aku hanya
ingin melihat saja.
“ (여보세요?) Yoboseyo? Hallo ? “
“ ne. “ kata Minhwam.
“ (언제 한국애 왔어요?) onje
hanguke wassoyo? Kapan anda
datang ke korea ? “ katanya lagi.
Minhwam
sedang menerima telepon, dari temannya. Aku berusaha memahami.
“ oh ne. “
“ (사무실이 어디예요?) samusili
odiyeyo? dimana kantornya ? “
lanjutnya.
Hah?
Apakah Minhwam ingin kembali ke korea? Hemmm, jangan dong, pikirku.
Minhwam tinggal
di Incheon, kota metropolitan dan pelabuhan utama di pesisir barat Korea Selatan. Kota terbesar ketiga di Korea Selatan setelah Seoul dan
Busan yang berpopulasi lebih dari 2,6 juta jiwa, Incheon adalah
kota penting yang berfungsi sebagai kota pelabuhan dan transportasi di Asia Timur Laut. Merupakan salah satu tuan
rumah Piala
Dunia FIFA 2002. Dalam
bidang ekonomi, Incheon adalah salah satu kota penting dari dua Zona Ekonomi Bebas
Korea Selatan. Incheon berfungsi sebagai zona bisnis dan finansial bersama
dengan Zona Ekonomi Bebas Busan-Jinhae.
Wilayah
Incheon memiliki 42 buah pulau berpenghuni dan 112 tak berpenghuni. Pulau-pulau
utama dihubungkan dengan jembatan, antara lain Pulau Yongyu, Yeongheung
dan Seonjae. Pulau-pulau yang lebih jauh antara lain Pulau Baengnyeong,
Yeonpyeong dan Daecheong. Pantai-pantai di sekitar Incheon adalah
objek penelitian dan wisata seperti rekreasi, berenang, memancing dan mandi lumpur. Pada saat Perang Korea meletus, banyak pengungsi dari Hwanghae yang pindah ke Incheon sehingga sampai sekarang seni dan
budaya khas Korea bagian
utara masih dipertahankan
di wilayah ini seperti Eunyul Talchum (sendratari topeng Eunyul) dan
lagu rakyat dari wilayah barat (Seodo Sori).
Sebagai
pintu masuk ke Korea yang dibuka pada periode Joseon, Incheon memiliki berbagai
peninggalan bersejarah dari zaman itu. Incheon adalah satu-satunya kota di
Korea yang memiliki pecinan. Orang Tionghoa pertama kali datang ke Incheon sejak tahun 1800-an, sejak Korea
mulai membuka diri kepada dunia luar. Pecinan
Incheon terletak di
distrik Seollin-dong yang ditinggali oleh warga Tionghoa generasi ke-2 atau
ke-3.
Hampir sebagian besar rakyat
Korea Selatan memilih tidak beragama atau atheisme. Buddha adalah
agama yang mempunyai penganut terbesar di Korea Selatan dengan 10.7 juta
penduduk. Agama lainnya yang terbesar adalah Kristen
Protestan dan Katolik Roma. Gereja Kristen terbesar di
Korea Selatan, Yoido
Full Gospel Church berlokasi di Seoul.
Diperkirakan ada 45.000 warga Muslim Korea dengan 100.000 orang pekerja yang
dari luar negeri yang berasal dari negara Muslim.
Minhwam
menempati Best Western Songdo Park Hotel, Songdo-dong, Songdo,
Incheon, Korea Selatan. bersama
kakaknya (oppa).
Aku juga terpesona ketika saat pertama kali Minhwam
memperkenalkan kotanya kepada kami, dia perlihatkan video pulau-pulau yang
sering dia kunjungi di negaranya. Seperti pulau Jejudo, yang masuk kategori 7 Keajaiban Dunia bersama pulau Komodo asal Indonesia. Dia juga
memberitahu kampusnya, Inha Univercity
dan actor favoritenya yaitu Oh Won
Bin, actor paling tampan di Korea. Penyanyi yang dia suka adalah Beige, teman duet Ryewook Super Junior dengan single
Insomnia yang dipopulerkan kembali di negaranya. Juga film yang dia banggakan, Endless Love, film nomor satu di Korea.
Dengan pemain Oh Won Bin, Song Hye Kyo
dan Song Seung Hun. Wah ! aku banyak tahu tentangnya yah, hehe. Karena
dia pernah menceritakan pada kami sebelumnya.
< AKU, dia, menyukaimu >
Kembali ke pameran. Aku duduk di depan panggung mini
tempat bandnya Lian manggung, ada satu kursi kosong di sampingku. Karena aku
duduk di shaf depan, hanya tersedia dua kursi khusus. Di belakang barulah
beberapa shaf memanjang, namun sudah penuh terisi pengunjung. Lian datang,
membawakan sebotol minuman kaleng untukku.
“ Tania
mana ? “ sambil menyodorkan minuman itu padaku dan duduk di kursi kosong
sampingku.
“ hhh,
tadi di ruang pameran sama temen-temen band kamu. “
“ makasih
ya. “ lanjutku.
Aku membukanya, ku minum setegukan.
“ eh,
kayaknya. Temen kamu itu ada yang suka sama Tania deh, siapa tuh namanya, yang
pake jacket abu-abu, kaosnya putih, pake topi. “
“ oh,
Ihsan. “
“ hhm,
iya tuh, kayaknya dia suka sama Tania, gak papa, bisa kale mereka dicomblangin.
“
Lian terdiam, dia seperti berpikir kuat dan wajahnya
tampak bimbang.
“ hhh “
“ kenapa
? “ tanyaku.
“ aku … “
Belum sempat meneruskan kalimatnya, aku memotong.
“ ahaa,
kamu suka yaah sama Taniaa. Ayoo, ngaku deh. “ tebakku.
Aku hanya asal tebak, niatku bercanda. Sesekali
meledeknya lagi kan taka pa.
“ iya. “
katanya ragu.
Aku terpaku, mematung menatapnya penuh keseriusan.
Aku tak menyangka tebakanku benar. Wah ! Tania akan ditimpa pilihan yang sulit
nih. Uhhu !
“ are you
really ? “
“ yaaa
reshia, serius. “
“ oh My God ! “
Ku pegang keningku.
“ kenapa
? “
“ lalu
bagaimana dengan Ihsan ? “
“
biarlah, belum tentu benar juga kan. “
“ ah,
tapi Ihsan bilang langsung kok sama aku. “
Upss ! keceplosan. Sial !
“ apa ? “
“ ehm,
i-iya. “
“ owh
shiiit ! “
Lian mengepalkan jemari tangan kanannya. Dia
bergegas pergi, aku takut dia akan membuat masalah.
“ Ian,
mau kemana ? “
Tak menjawab, dia tetap berjalan terburu-buru. Aku
segera mencari Tania, atau Ihsan sekalian. Memastikan Lian tidak juga mencari
mereka. Aku sempat panic, namun aku mencoba tenang, lalu lekas bangkit. Ku
telusuri sudut-sudut ruang Pameran, ku lirik orang-orang di sekitar, tak juga
ku lihat Tania atau pun Ihsan. Lalu, kakiku tiba-tiba saja melangkah ke pojok
ruang dekat pintu masuk. Ternyata Ihsan dan Tania sedang berdampingan duduk di
kursi penjaga tamu. Seharusnya, Renata dan Regina yang duduk disitu, mereka
anak kembar identik, sahabat kami juga sewaktu di kampus.
“ Tan. “
panggilku.
Tania menengok, berdiri, melangkah menghampiriku.
“ kenapa
res ? “
“ hemm. “
Aku tak tahu harus mulai dari mana.
“ kok
diam ? kenapa sih ? “
Hhm, gak
papa kok. “ kataku terputus-putus.
“ wah,
pasti ada sesuatu nih. Apaan sih ? bilang aja gak papa. “
Aku manarik tangan kanan Tania untuk sedikit lebih
menghindar dari Ihsan, sedari tadi dia memerhatikan kami. Mungkin dia curiga,
atau dia merasa kalau dirinya juga perlu tahu.
“ Li-lian
. “
“ oh,
Lian. Tadi dia ke arah meeting room kayaknya. “
Dengan santainya dia menjawab. Terpaksa aku kembali
tenang, sepertinya tidak terjadi apa-apa yang dawat. Mungkin belum, ya ?
“ oh, ya
udah kalau gitu. “ kataku.
Alisnya berkerut, ku kira Tania merasa aneh denganku.
Langsung saja aku pergi menyusul Lian. Sebelum Tania curiga. Dia kembali di
posisi awal, bercengkerama dengan Ihsan, sesekali mereka bercanda bahkan
tertawa. Yah, tak apalah. Aku senang
melihat senyum megar Tania. Lucu !
Ku temukan Lian sedang bertatap muka dengan client,
cukup serius, aku mengenal siapa yang Lian ajak bicara itu. Miss.Jean, pecinta
seni dari Art Home School. Janjinya, dia akan membeli lukisan Maluku dengan
nominal yang tinggi. Karena dia berani bayar berapa pun untuk memiliki lukisan
itu. Dia menyukai Maluku, katanya, Maluku itu Indah, elok dan seksi. Entah
seksi dalam arti yang bagaimana, biarlah itu menjadi apresiasinya terhadap
seni.
Aku ragu untuk mengganggu mereka. Ku coba tunggu
beberapa saat, sampai Lian melihatku dan dia sendiri yang akan menemuiku.
Benar, Lian menengokku sesekali pandangan Miss.Jean kabur ke kertas dinding
yang melekat indah di sekitar koridor Pameran. Motif batik khas Jogyakarta itu
menarik perhatian Miss.Jean. Aku mengedipkan mata sekali, isyarat bahwa aku
ingin Lian mendatangiku. Dia pun paham, terlihat dia meminta izin permisi pada
Miss.Jean.
“ ada apa
? “
“ ehm,
Renata sama Regina mana sih ? “
“ oh
mereka, tadi bantu aku mendesign lukisan untuk pameran besok. Karena besok hari
terakhir, aku ingin kita maksimal dan totalitas. “
“ oh, ya
udah kalau gitu. “
Lian memandangku lirih.
“ kenapa
? “
“ gak
papa. “
“ hheu, “
< MY LOVE PATZZI >
Malam harinya. Kami kelelahan, menyiapkan acara
penutupan Pameran besok. Dengan raut wajah gembira dan suasana senang hati,
kami berkumpul di kamar Tania. Menonton drama korea lagi, My Love Patzzi. Meringankan
kekhawatiran kami untuk pelaksanaan yang lancar besok. Seksama kami mengikuti
alur ceritanya, sunyi, tapi seperti biasanya, lagi-lagi suara mulut Tania tak
pernah diam. Pop Corn di tangannya masih penuh, padahal sedari tadi dia selalu
memasukkannya ke mulut namun tak kunjung habis. Ukh !
Seri Drama Korea My Love Patzzi yang rilis tahun
2002 itu terbilang singkat karena hanya terdiri dari sepuluh episode. Seri ini
merupakan salah satu cerita baru tentang Cinderela. Kalau biasanya Cinderela
diperankan oleh wanita cantik tapi disiksa oleh ibu tiri dan kakak tirinya.
Lain halnya dengan My Love Patzi yang agaknya sedikit nyentrik dengan penokohan
yang dibangun. Kongji dan Patji dalam Korea merupakan cerita tradisional.
Kongji adalah gadis baik yang akhirnya mendapatkan pangeran dan Patji adalah
wanita pemarah dan jahat sehingga banyak orang membencinya. Namun My Love
patzzi membuat realitas yang berbeda, dimana Patji ditokohkan menjadi wanita
pemarah namun sebenarnya ia berwatak baik hati dan peduli sedangkan Kongji
meskipun ia tampak baik dan penuh perhatian, sebenarnya ia sangat jahat dan
licik untuk membuat Patji semakin jelek.
Kisah dimulai ketika Song-Er, Xian Chen dan Xi
Nuan (kalau di penokohan lain menggunakan nama Song-Yee, Hee-Won dan Hyun-Sung,
saya lebih suka nama ini) masih di sekolah dasar. Song-Er sudah menyukai Xian
Chen dan ketika dilakukan pengaturan tempat duduk dimana anak perempuan
dipersilahkan memilih pasangan anak laki-laki maka Song-Er memutuskan untuk
duduk dengan Xian Chen. Tak disangka, Xi Nuan juga memutuskan untuk duduk
dengan Xian Chen dan akhirnya Xian Chen memilih Xi Nuan. Tentu saja, Song-Er
tidak bahagia melihat hal ini. Marah, ia melempar sepatunya pada Xi Nuan dan
kemudian mulai memukulinya.
Kini mereka telah dewasa, Song-Er yang menjadi
staf sekolah memainkan sebuah drama versi yang berubah dari patji dan Kongji.
Dimana pada kenyataanya memang Patji cinta sang pangeran setelah ia menemukan
bahwa Kongji yang cantik sebenarnya orang yang licik dan palsu. Karena hal
seperti ini, Song-Er lebih sering dipecat dari pekerjaannya. Xi Nuan yang
selalu menyelamatkan Song-Er, Ia mencarikan pekerjaan baru di Taman Hiburan
tempat ia bekerja.
Alih-alih mengatakan bahwa pekerjaan ringan, tak
disangka Song-Er disuruh menadi maskot menggunakan pakaian tokoh kartun. Geram
karena hal ini, Song-Er tidak menikmati pekerjaan ini. Kisah berlanjut ketika
dua orang anak menjaili Song Er untukmengetahui dia seorang wanita.
Disinilah awal pertemuan Song Er dan Xian Chen
ketika Song Er marah dan memukul dua anak itu. Song Er dikejar oleh San Lie dan
xian Chen yang akhirnya terjatuh karena dihadang Xian Chen. Keribuatn terjadi
ketika Xian Chen dan Song Er saling mengejek fisik satu sama lain. Xi Nuan pun
datang dan meminta maaf atas perlakuan Song Er. Akhirnya Xian Chen sadar bahwa
mereka adalah teman lamanya sewaktu SD.
Song Er baru mengetahui bahwa Xian Chen adalah
cinta pertamanya. Sedikit sakit hati karena ternyata malam itu Xian Chen
memutuskan jalan dengan Xi Nuan dan mengisahkan cintanya pada Xi Nuan. Selama
beberapa hari berikutnya San Lie yang ternyata juga menyukai Xi Nuan mencoba
untuk mendekatinya lewat Song Er. Ia berbohong menyukai Song Er dan itu kali
pertama Song Er jatuh cinta. Namun mendengar hal itu, Xi Nuan mulai
merencanakan niat jeleknya untuk membuat Song Er semakin patah hati. Akhirnya
semuanya terjadi, Song Er tau bahwa San Lie hanya memanfaatkanya untuk
mendekati Xi Nuan. Pun, Xi Nuan senang bahwa Song Er sudah sakit hati. Di
sinilah Xian Chen mulai iba dengan Song Er. Ia kemudian sering mengajak Song Er
jalan dan mendengarkan curahan hati Song Er.
Suatu hari, Song Er ingin merencanakan sedikit
kerusakan, namun tidak disangka ia menyebabkan mobil kereta api mengalami
kebakaran dan ternyata didalamnya terlihat Ci juan sedang menyetir yang
akhirnya pingsan karena kehabisan udara. Song-Er akhirnya menyelamatkan Ci
Juan. Ia kemudian lari karena takut disangka penyebab kebakaran. Setelah Ci
Juan sadar, ia memutuskan mencari wanita yang telah menyelamatkannya yang
akhirnya diketahui bahwa dia adalah Song Er. Ci Juan sebagai anak pemilik perusahan
akhirnya jatuh cinta kepada Song Er. Disanalah muncul banyak konflik yang
dibaut oleh Xi Nuan karena dia tidak suka Song Er mendekati Ci Juan.
Akhirnya kisah itu terungkap ketika ternayta
penyebab kebakaran adalah Song Er. Ia lantas dikucilkan dari perusahaan. Xian
Chen yang iba selalu mencoba ada di dekat Song Er. Ci Juan lantas memutuskan
hubungan dengan Song Er namun ia kemudian sadar bahwa Song Er bukan penyebab
semua kesalahan ini dan akhir-akhir ini diketahui bahwa penyebab semua ini
adalah si cantik Xi Nuan.
Ci Juan pun memutuskan untuk memulai lagi dengan
Song Er. Song Er pun tau ternyata Xian Chen juga menyukainya. Kisah berakhir
ketika Xian Chen memutuskan untuk pindah pekerjaan di Seoul demi Song Er. Saat
akan mengemasi barang, Xian Chen tiba-tiba pingsan karena penyakit jantungnya,
ia kemudian dilarikan di rumah sakit dan harus dioperasi. Beberapa hari, Song
Er baru tau bahwa Xian Chen jatuh sakit. Takut dan panik membuat Song Er pucat
pasi yangternyata ia baru mengetahui bahwa ia pun mencintai Xian Chen.
Betapapun cintanya Song Er pada Ci Juan dan
ternyata dia juga memiliki rasa cinta tidak sebatas persahabatan dengan Xian
Chen membuatnya binggung untuk memilih. Bagaimana kisah Xi Nuan setelah
diketahui bahwa dia dalang dari kecelakan itu? Dan bagaiaman kisahnya ketika
ternyata Ci Juan mengajak Song Er pergi ke Jerman? Bgaimana dengan nasib Xian
Chen?
Aku
mulai mengantuk, tak sadar kepalaku telah bersandar pada bahu kanan Minhwam.
Kebetulan dia di sampingku, syukurlah ada bahunya. Kalau tidak, aku akan
ditertawakan Lian dan Tania karena tergeletak tidur. Hhm, Minhwam begitu
hati-hati menjaga tidurku. Dia tak ingin aku terbangun, dia tahu aku sama-sama
kelelahan. Tania melihat wajahku, dia tersenyum meledek. ‘huh, gak lucu tahu.’
Kataku dalam mimpi. Lian justru tersenyum sok penuh makna, senyumannya mewakili
anggapannya bahwa aku benar menyukai Minhwam. Buktinya, aku bersandar di tempat
yang tepat. Entahlah ! aku tak berpikir panjang.
<
endless moment >
Moment
terakhir di acara Pameran lukisan ASHARI LATE berlangsung lebih meriah
dari 6 hari sebelumnya. Kesempatan kali ini, stasiun tv swasta diundang Lian
untuk meliput acara mereka. Band Lian dkk juga menyanyikan beberapa lagu hitz
mereka dan pengumuman lelang foto. Di atas panggung yang sederhana, Reshia
berdiri tegak. Menatap riang wajah-wajah pengapresiasi seni. Tersenyum lebar
pada semua yang dipandangnya. Penuh syukur kepada Allah berkat ridhanya pada
pelaksanaan Pameran ini.
“ terima kasih banyak kepada semua yang
telah hadir seminggu ini dalam acara Pameran Foto ASHARI LATE, yang tak lain
untuk membantu objek-objek potret kami. Untuk Maluku, Papua dan Solambia,
terima kasih kekayaan alamnya dan arti sebuah kehidupan yang secara tak
langsung, juga tak sengaja telah memberikan kami banyak inspirasi. “ aku
menghela nafas sejenak.
“ saya, beserta rekan-rekan saya, Tania
Late, Lian Hael dan Kim Minhwam mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan
dan partisipasinya. Semoga, hasil lelang ini bermanfaat untuk mereka. Aamiin “
lanjutku lagi.
Aku
turun merinding, apa yang ku sampaikan tadi menggetarkan bulu-bulu tubuhku.
Seperti ada rasa yang nyata, aku merasa mereka (anak-anak kelaparan) ada
disini. Di sekitar kami. Kemudian, Tania naik ke panggung setelahku.
“ sebelum kembali ke acara selanjutnya,
saya akan memberitahukan tentang pendapatan atau hasil dari lelang lukisan
seminggu ini. Seluruhnya, kami berhasil menerima dana sebesar Rp
250.000.000,00. “
Tepukan
tangan meramaikan setiap huruf angka yang Tania sebutkan.
“ segera, dana ini kami kirim untuk
objek-objek kami. Terima kasih. “
Tania
turun panggung, kakinya terlihat gemetar. Dia merasakan hal yang sama denganku.
Namun mencoba bersikap biasa dan cukup anggun dengan busana formal yang melekat
di tubuh mungilnya. Lalu, Lian dkk bersiap untuk menggemporkan seisi rumah kami
yang serbaguna itu. Lagu pertama yang mereka alunkan adalah Endless Moment dari Super Junior. Lian sebagai vokalis dan
Ihsan vocal kedua membuat band mereka ada sentuhan yang berbeda. Jenis suara
yang lain dari keduanya justru membuat lagu yang mereka nyanyikan sangat
menjiwai.
“ my endless moment, pray for you. my
shining moment, forever. “ kalimat pertama dari Lian. Begitu menyentuh,
merupakan lirik dari Endless Moment.
Sojunghameul itkko sarasseo chaga-un
sesang sogeseo
eodu-un georireul hemaedo nunmul heullil su eoptteon nayeonneunde
Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you
Nega eomneun na-ui moseubeul sangsanghal suneun eopseo
ibyeoriran mareul moreuneun neowa na-igil barae yeongweontorok
Neo-ui jageun euseumjocha ireoke nan haengbokhande
kkumi anin neo-ege yakssokhae
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever
Gakkeum seotureun nae mami uril himdeulge hal ttaedo
joheun geottteulman dashi gi-eokhandamyeon
Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you
Ojik neomanrul weonhae eonjena
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever
Girl, my heart is cold,
please come back to me
my shining moment, forever
eodu-un georireul hemaedo nunmul heullil su eoptteon nayeonneunde
Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you
Nega eomneun na-ui moseubeul sangsanghal suneun eopseo
ibyeoriran mareul moreuneun neowa na-igil barae yeongweontorok
Neo-ui jageun euseumjocha ireoke nan haengbokhande
kkumi anin neo-ege yakssokhae
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever
Gakkeum seotureun nae mami uril himdeulge hal ttaedo
joheun geottteulman dashi gi-eokhandamyeon
Neoreul gidaryeo ongeoya aju oraen shigandongan
nareul kkok dalmeun sarangeul wihae
weroweottteon shiganmankeum neo-ege da jugo shipeun
my endless moment, pray for you
Ojik neomanrul weonhae eonjena
manheun nari jinagado neoreul wihan naega dwelge
my shining moment, forever
Girl, my heart is cold,
please come back to me
my shining moment, forever
Kami
semua dibuat terpaku, bersamaan memahami setiap rajutan katanya. Ya ! lagu
berbahasa korea ini sebelumnya sudah mereka latih. Menyebut katanya dengan
jelas dan benar, Lian dan Ihsan juga belajar sama Minhwam.
Selesai
sudah lagu pertama yang mereka layangkan. Kami berpencar lagi, berjabat tangan
bahkan sesekali bercengkerama dengan semua yang saat itu hadir. Bersikap ramah
dan santun, menyikapi kecerewetan beberapa client yang ikut melelang lukisan
kami. Bahagianya saat itu, kami merasa impian kami tercapai dengan kebaikan,
usaha dan doa yang menyatu menjadi sebuah kebanggaan. Thanks God ! kami
berhasil dalam tindakan pertama kami ini, ini bukan apa-apa tanpa-Mu juga
mereka (objek kami). Alhamdulillah, kami menemukan arti persahabatan
sesungguhnya. Pencapaian kami ini menjadi bekal hubungan yang baik dalam
persahabatan kami. Semoga jembatan kami tak berliku, semoga kami diberi
kemudahan lagi untuk niat yang mulia adanya. Terima kasih kenyataan, mimpi dan
angan, kami gerak karena kedatangan kalian memaksa kami untuk bertindak cepat.
Aku
memegang tangan Tania kuat-kuat setelah rumah kami terlihat mulai sepi.
“ kita berhasil tan. Yeah ! “
“ hhm, iya res. Tapi, jangan puas sampai
disini. Semakin banyak tugas kita di depan, berhasil saat ini, juga modal
keberhasilan kita selanjutnya. “
“ iiya, dan masih banyak orang-orang yang
membutuhkan sosok teman hati seperti kita. Semoga bukan hanya kita yang
melakukan ini untuk mereka, semoga di luar sana juga banyak yang tergerak
tubuhnya untuk bekarja keras membantu mereka. “
“ aamiin. “
Aku
merangkul Tania, senyum kami terindah saat itu, uuh pede. Kami sampai pada
meeting room, rumah kami sudah kembali rapi seperti sebelum Pameran. Lukisan
kami habis terlelang. Kami saling berdiam, meja bundar dan tataan kursi yang
melingkar dengan tepat 4 kursi membuat kami saling celingak-celinguk. Tak ada
yang memulai pembicaraan, entah mengapa ? ku kira mereka masih tak menyangka
dengan semua ini. Percayalah teman ! kita bisa. Aku mencoba beranikan diri
untuk memulai sapa duluan.
“ hhh, hai. “
“ apaan deh. “ tatap Tania sinis padaku.
Ku tahu dia bercanda. Tak apa.
Aku
memajukan bibir satu centi. Minhwam tersenyum melihatku, mungkin aku kocak.
Hheuh ! dasaaar orang korea, batinku.
“ wow ! kita berhasil. Selamat yah teman-teman.
“ heboh Lian.
Kami
menatapnya lirih. Tanpa ekspresi,
“ yeah, uhuuuy. “ teriak Tania gembira.
Huh,
meramai. Minhwam hanya tertawa-tawa kecil. Hah, sok ngerti, batinku lagi.
“ hahaha, apaan sih. Tadi diam semua,
sekarang malah heboh. Aneh ! “
“ ih, sumpah ! ini tuh gak bisa
diungkapkan dengan kata-kata. Aku seneeeeeng banget. “ ucap Tania, sambil
melayangkan tangannya seperti akan berenang.
“ lebayyy. “ kata Lian.
“ yee, beneraan. “
“ huuutss, udah jangan rebut. “ kataku.
Aku
memandang Minhwam.
“
how do you feel ? “ tanyaku.
“ I’m happy, it’s first time that I did a
lordly thing. “ jawabnya.
“ waw ! keep spirit, keep on doing. “
ucapku.
Lian
dan Tania menatapku batu. Mereka membuatku tertawa, melongo bersamaan. Haha,
kompak sekali.
“ kenapa kalian ? “
“ jangan sok kompak deh. “ lanjutku.
“ hhaa, you are so funny like that. “
tutur Minhwam.
Tania
manyun, Lian menatap Tania penuh rasa. Rasa sayang tepatnya, lebih dari sekadar
sahabat. Tania tak sadar Lian menatapnya berbeda, dia biasa saja, tak ada
kesadaran tentang Lian yang bersikap beda padanya.
< sarapan
yang lucu >
Matahari
belum datang dengan sinarnya. Awan pagi masih berbasahkan embun di kolong
langit, jam 06.30 tepat. Di halaman depan, aku dan Minhwam selesai lari pagi.
Aku mengajak Minhwam keliling komplek, sekadar pengenalan lingkungan saja.
Penampilanku yang tertutup, dengan jilbab mengindahkan wajahku dan busana
panjang yang menghangatkan tubuhku ternyata menumbuhkan pertanyaan pada
Minhwam. Mungkin dia tak aneh, karena di negaranya Islam juga ada walau sedikit.
Actor korea pun yang beragama Islam hanya satu orang saja, yang lain Budha,
Kristen bahkan banyak yang Atheis. Heechul
Super Junior contohnya, dia Atheis. Mungkin dia bingung mau pilih agama
yang mana, jadi dia tak memilih mana pun. Hheuhheu.
Tania
dan Lian datang dari belakang kami, mereka habis memasak sarapan untuk kami.
“ yuk, sarapan. “ ajak Lian.
“ I haved sureprise for you Minhwam. “
kata Tania.
“ oh yeah, what ? “
“ yuk, come on we are going breakfast. “
Mereka
masuk ke rumah, di ruang makan. Minhwam dibuat terkejut dengan menu yang
tersedia di meja makan. Ada Chicken balado, kentang saus tomat, sayur bayam,
sambal goreng pete, kerupuk gembel dan KIMCHI. Waw ! kimchi, Tania dan Lian
membuatkan Kimchi untuk Minhwam, baiknyaaa. Ya ! Kimchi itu serupa dengan
asinan sayur yaitu mentimun dan sawi, juga bisa ditambahkan dengan sayuran
lainnya, kemudian didiamkan dalam rendaman garam. Iiiuh, aku tidak suka Kimchi.
Aneh ! selain Kimchi, menu makanan lainnya juga membuat Minhwam terkejut.
Sepertinya banyak menu khas betawi. Mereka semua duduk rapi.
“ what this is ? “ tunjuk Minhwam pada
sambal goreng pete.
“ this is sambal goreng pete. “ jawab Tania.
“ sam-mbal go-re-ng, pe-te ? “
“ ya, “ Tania mengangguk.
Aku
menelan ludah ketika melihat Kimchi yang menurut Minhwam itu sangat lezat,
cocok untuk sarapan pagi. Hheuh ! apalah itu, tetap aku tidak suka yang berbau
mentah. Minhwam begitu menikmati Kimchi buatan Tania dan Lian, juga menu
lainnya. Terlebih pada sambal goring pete, mulutnya terus bersuara ‘
hu-hah-hu-hah’ hehe, kepedasan yah.
“ this is very hot. “
Kami
tertawa melihat wajah Minhwam yang lucu karena kepedasan. Tambah cuties,
pikirku.
“ oh ya, mianhae chingu. It as like that,
many chili. “ kata Lian.
<
MUSEUM BANK INDONESIA >
Seusai
sarapan, perut sudah terisi dan berenergi. Kami bergegas pergi menuju MUSEUM
BANK INDONESIA kota. Minhwam ingin tahu sekilas sejarah Indonesia,
makanya Lian mengusulkan untuk jalan-jalan ke Museum BI. Padahal aku inginnya
ke Candi Borobudur, tapi Lian mengajak kami ke kota. Sekalian bertemu dengan
temannya yang bekerja di Stasiun Kota katanya. Entah siapa ? mobil Apv silver
dengan sticker nama persahabatan kami tertempel di jendela belakang, Lian
memarkirnya, kami tidak tahu dia parkir dimana. Karena tiba-tiba saja kami
diturunkan di depan gerbang Museum BI. Dasaaaar ! rese, padahal cuaca sudah tak
bersahabat. Panas, polusi, huh Jakarta Siang memang begini, gerutuku. Aku,
Tania dan Minhwam menunggu Lian datang.
Tak
lama kemudian, setelah Tania banyak menggerutu, Lian muncul. Melihat tampang
Tania yang agak cemberut. Tania jenuh kalau menunggu lama. Dia langsung
memberikan sebotol minuman kaleng, rasa jeruk, kesukaan Tania. Tania
mengambilnya dengan raut wajah kesal.
“ lama banget sih, ngapain coba kita
diturunin disini ? “ ketus Tania.
“ heem, biar sehat aja. Jalan kaki sedikit
kan gak apa-apa. “
Aku dan
Minhwam hanya memasang tampang biasa.
“ erhm erhm, Cuma Tania aja nih yang dapat
minuman ? kita enggak. Sabar aja deh, “ sindirku bercanda.
“ ini kan punyaku, tadi aku bawa dari
rumah. Hhm “ sambar Tania.
‘ ooh ‘
pelanku. Satupadu asap knalpot dengan asap rokok di sekitar membuat kepalaku
berburung, aku menutup mulut menghindar dari polusi udara itu. Lian menarik
tangan kanan Tania, Minham juga melakukannya padaku. Kami memasuki Museum,
mendapatkan dua lembar kertas soal dari
petugas untuk kami jawab dengan mencarinya di dalam museum. Hanya lima soal
esay, tapi setelah ku baca, sepertinya susah. Namun setelah kami menelusuri
museum, ku rasa pertanyaannya sangat mudah karena jawabannya ada di informasi
dalam museum. Hehe, kami berada di
daerah mata uang Negara-negara sejak zaman dahulu kala. Aku tak lupa dengan
cameraku, ku potret setiap ilmu yang ku rasa perlu dan aku membutuhkannya. Oh
My God ! aku berpisah dengan Tania. Aku masih berdampingan dengan Minham, Tani
dan Lian entah kemana. Tapi aku tak menyadarinya.. begitu saja mengalir dengan
berjalannya waktu, setiap koridornya seperti hanya milikku dan Minhwam. Kami
menguasainya berdua, pengunjung yang lain tampak cuek karena terbawa suasana
menikmati ilmu untuk dicerna dan diingat. Aku memotret mata
uang Indonesia, Mata
Minhwam tertuju tajam pada Metamorfosa Logo Bank Indonesia. Dia meneliti tegas
setiap bentuk logonya. Aku yang melihatnya, membiarkan saja.
Minhwam membuntutiku, yaa ! ini
kali pertama dia mengunjungi Museum di Indonesia. Aku menunduk, melihat apa
yang terinjak di kakiku. Ternyata ada seragam pejuang yang digunakan zaman
dahulu. ‘ keren ‘ kataku dalam hati. Minhwam juga takjub dengan apa yang
dilihatnya di baah, dia sempat berkata sesuatu tapi berbahasa Korea. Karena aku
tidak mengerti, jadi aku acuh saja.
Selesai menelusuri semua objek di
museum, aku dan Minhwam kembali ke tempat awal, untuk mengembalikan kertas soal
yang sudah kami jawab sebelumnya. Tapi kami tak langsung memberinya pada
petugas, ku tunggu Tania dan Lian kembali. Aku duduk di kursi tunggu di dekat
pusat informasi museum. Minhwam masih membuntutiku, aku duduk, dia juga duduk
di sampingku. Aku tak menganggap dia mengikutiku, tapi dia memang harus
mengikutiku. Kalau tidak, dia akan hilang, merepotkanku dan yang lainnya. Huh !
aku masih mengotak-atik kameraku, melihat hasil potretku barusan. Minhwam
memandangku, aku kira dia ingin bicara sesuatu. Tapi karena melihatku sibuk
dengan kamera, dia ragu.
“ bagus yah, ilustrasi gambarnya keren. “
kataku pada kamera.
Minhwam menengokku, tak mengerti
apa yang ku katakana. Dia hanya menunggu saat-saat aku akan menceritakan
padanya tentang isi museum tadi. Namun aku tak juga memulai, Minhwam sampai
harus berdiri, agar pandanganku berpaling.
“ where are you doing ? “
“ no, I just stand here. “ katanya santai.
Masih membeku sikapnya, dingin,
tak banyak bicara. Stupid ! buat apa aku Tanya begitu, jelas-jelas dia cuma
diri aja. Aku banyak berharap, aku ingin dia bawel padaku, aku ingin dia mengenalku
lebih dekat, aku ingin dia mengajakku kencan. Ah ! mimpi, itu takkan terjadi
kecuali aku yang memulainya duluan. Gengsi ! aku kan perempuan, gak etis kalau
harus mendekati laki-laki duluan. Disangka Agresif lagi, iiyeuh ! anti sama
cewek kecentilan, jadi ingat masa lalu deh. Shiiit !
Beberapa menit kemudian, Lian dan
Tania datang. Mereka merasa tak berdosa, begitu saja melewatiku dan Minhwam
yang sedari tadi menunggunya di ruang tunggu. Menyebalkan, batinku. Tapi Tania
menahan tawa, aku tahu itu dari mulutnya yang bergetar. Yaa, mereka rese.
Mereka mengembalikan kertas soal pada petugas. Aku dan Minhwam menyusul. Ku
pukul bahu Lian dengan kertas soal sebelum ku kembalikan. Balasan karena dia
belum bilang maaf atau terima kasih karena aku menunggunya.
“ hehe, maaf. “
“ dasaar, Cuma itu. “ kataku kesal
memanja.
“ hhem, ya udah deh. Kita makan yuk,
lapeeeeer nih. “ ajak Lian. Ku tahu dia merayu.
“ ah, Cuma itu. Gak mau ! “
Aku sok jual mahal, targetku,
sampai Lian mengajak kami berbelanja, berwisata dan lainnya, barulah aku
memaafkannya.
“ eeuh, shopping deh. Gimana ? “
Aku menggelengkan kepala, Tania
hanya tersenyum kecil. Begitu juga Minhwam, ‘ dia mah gak ngerti tapi
senyum-senyum aja. Sok tahu banget. ‘ ku kira.
“ hheem, foto-foto di Sunda Kelapa gimana
? atau naek sepeda ontel di Fhatahila. Mau ? “
Aku senang, karena dia banyak
berjanji dan ku yakin dia menepatinya. Lian paling tahu bagaimana cara
membuatku memaafkannya, itu sudah sering terjadi sejak Kuliah dulu. Dia merangkulku,
tersenyum manis padaku. Setelah itu, kami meninggalkan museum. Lian lagi-lagi
menyuruh kami menunggu di depan gerbang museum BI. Tak lama kemudian, dia sampai dengan mobilnya.
Kami langsung masuk ke mobil, Tania duduk di depan dengan Lian. Aku dan Minhwam
di belakang. Mobil berjalan lembut di sekitar Kota Tua, sampai kami menemukan
sebuah restoran seafood sederhana di pinggir jalan. Mobil berhenti tepat di
depannya. Kami keluar dan memasuki restoran, lalu duduk di 4 kursi barisan
depan. Lian memanggil pelayan dan memesan makanan juga minuman. Ketika menu
kami tersedia, saatnya makaaaan. Yuammiii !
< SARANGHAEYO >
Aku dan Minhwam masih di dalam
restoran. Tania dan Lian sudah di dalam mobil bersiap untuk pulang. Mereka
menungguku,
“ lama yeuh si Reshia, “
“ kalau dah sama si sipit mah, gak bisa
diganggu gugat dia. “ balsa Lian.
“ hehe, iya. “
Lian menatap Tania, kesekian
kalinya dia sering melakukan itu diam-diam. Lian menyukai Tania, perasaan yang
baru dia sadari sejak Pameran itu kini semakin memaksa dirinya untuk segera
menyatakan. Lian yang sok romantic dan tak pernah serius ini merasa Tania hanya
akan menganggap rasanya bercanda. Padahal, ini tulus dari hati. Lebih dari
sahabat, selama ini mereka memang dikenal persahabatannya yang paling harmonis,
walau ada perbedaan persepsi, itu wajar, semua orang kan tak sama. Huh ! Tania
tahu Lian memerhatikannya.
“ ngapain kamu liatin aku gitu ? sukka
eayya. “
Candaan Tania nyatanya benar.
“ iya. “ jawab tegas Lian.
Tania yang cengar-cengir meledek
Lian langsung terbatu, dia menatap Lian balik.
“ haha, jangan sok serius deh. Muka kamu
tuh lucu tau gak. “
Buang muka kembali. Namun Lian
masih menatap Tania dengan segenap rasa yang terpendam.
“ erhm, udah ah. I’m so shy. “ memasang
wajah sok imutnya.
“ tan. “ sapa Lian lembut.
Suasana hening, meromantis dan
dag-dig-dug mulai Tania rasakan.
“ aku serius. “
Tania terdiam, dia kira itu
mimpi. Mana mungkin Lian menyukainya ? Tania pikir, selama ini Lian menyukai
Reshia. Karena Lian memang lebih dekat dengan Reshia, sebelum mengenal Tania,
Lian sudah mengenal Reshia terlebih dahulu.
“ saranghaeyo, saranghandago. “
Bergetar hati Tania mendengar
ucapan Lian yang begitu lantang, jantungnya berdetak cepat, bekerja lebih kuat
dari rutinitasnya. Aliran darah yang mengalir di tubuhnya seakan deras berjalan
melewati tulang-tulang yang melemas. Tania seakan ingin pingsan, pikirannya
hanya tertuju pada satu pernyataan itu. Pandangannya tak buyar selain pada mata
cokelat Lian.
“ erhm, ka-mu lagi belajar bakor sama
Minham y-yah. “
“ keren, tapi kok, Cuma kata itu aja yah.
“ kata Tania mengelak.
Tatapan Lian semakin serius,
sepertinya dia tidak main-main.
“ aku suka sama kamu Tan. “
Semakin menjalar ke tubuhnya
kata-kata itu, membuat seluruh molekul darah memerahkan wajahnya. Pucat merah
muda muka Tania, malu-malunya terlihat lucu.
“ tapi, ki-ta kan sa-ha-bat Ian. “ tutur
Tania terputus-putus.
“ tapi ini lebih dari sahabat. “ smbar
Lian.
“
loh, gimana bisa ? selama ini, aku kira kamu suka sama Reshia. “
“ gak mungkin aku rebut perempuannya
Minhwam. Bisa-bisa nanti aku dikirim ke Korea jadi TKI. “
“ haha, loh, gak papa kamu kesana aja. Kan
nanti bisa ketemu sama Ryeowook dan anak-anak Super Junior lainnya. “
Lagi-lagi Tania memalingkan
pembicaraan. Selain mencuri hati Lian, dia juga pandai merebut suasana, diatur
sesuka hatinya. Itulah yang membuat Lian semakin membenarkan rasanya. Bukan ada
alasan, rasanya mengalir begitu saja, seperti waktu yang terus memberi cerita
setiap detik kehidupannya. Yang takkan pernah berhenti, tak bisa dibeli dan
sangat mahal, sampai tak ada satupun yang mampu membeli waktu walau hanya 1
atau 5 menit saja.
“ eh ya udah yuk tuh Reshia sama Minhwam
suruh cepetan, lama banget mereka. Kita kan harus malukis lagi. Waktu kita
untuk liburan udah habis loh Ian. “
Lian hanya memanggutkan kepala.
Batinnya, tak apa kali ini Tania menganggapnya bercanda. Secepatnya, Tania akan
tahu bahwa Lian sungguhan, perasaannya tak pernah bohong. Apa lagi, Lian yang
masa lalunya cukup buram masalah percintaan kini justru membuatnya berhat-hati
mencintai orang lain. Cinta yang bertepuk sebelah tangan, jangan sampai terjadi
lagi. Reshia dan Lian yang pernah merasakan sakitnya, pedihnya dan tragisnya
cinta yang bertepuk sebelah tangan itu sekarang malah terjebak cinta yang tak
pasti. Mustahil katanya, sahabat jadi cinta. Tapi banyak kejadiannya kok, Tuhan
itu sudah merencanakan nasib hamba-Nya, apalagi urusan jodoh. Udahlah, jodoh
takkan kemana, santai Lian.
< esa, we miss you >
Sesampainya di rumah, depan
gerbang sudah tergeletak mobil hitam Honda yang parkir tepat di halaman rumah
kami. Kami cuek saja, tak mau pikir panjang. Aku dan Tania turun mobil, lalu
membuka gerbang yang terkunci. Lian membawa masuk mobilnya dan berhenti di
dalam garasi. Setelah itu, Lian dan Minhwam turun dari mobil, menghampiri kami.
Bercanda tawa sedikit, sebenarnya kami lelah seharian jalan-jalan. Tapi karena
kebersamaan, kami have fun aja. Tak lama kemudian sebelum kami melawati pintu
rumah, seseorang menyapaku.
“ Reshia. “
Serentak kami menengok pusat
suara itu. Aku mengenalnya, suara itu taka sing lagi. Laki-laki sebaya,
berjaket hitam dengan kaos putih, jeans hitam dan topi kotak-kota hitam itu
berjalan mendekati kami. Aku sudah tak asing lagi dengan suaranya, tapi
wajahnya, gayanya, aku tak tahu dia siapa. Mengapa dia mengenalku ? agaknya aku
ingat sesuatu, laki-laki ini kan yang pernah menghampiriku mendadak saat
Pameran lalu, pikirku lagi.
“ siapa yah ? “ tanyaku.
“ aku, teman basketmu saat SD dulu. “
Tania ingat, Esa. Ya ! dia Esa,
sahabat kecilnya. Tersentak Tania heboh. Senang bercampur rasa tidak percaya.
Baru saja dia pulang dari Jakarta, tak sempat mengingat atau bahkan mampir ke
rumah Pohon yang dibangunnya sebelum perpisahan waktu itu. Oh My God ! Esa
tiba-tiba muncul di depan matanya.
“ Esssaaaa, ouh, kamu apa kabar
? “ teriak Tania.
Mengambil paksa tubuh Esa dan
dipeluknya erat-erat. Rindu yang begitu hebat melandanya mungkin, pelukan itu
bisa melampiaskan sedikit rasa kangennya. Aku pun begitu terkejut dan ditimpa
kebahagiaan yang melimpah. Allah mempertemukan lagi aku dengan sahabatku,
Thanks God.
“ esa. Kamu disini ? “ tanyaku tak
menyangka dia ada di hadapanku. Bisa ku sentuh dan berbicara.
Tania melepas pelukannya juga
dengan terpaksa. Reshia hanya memegang bahu Esa sambil mereka bertiga menyebar
rindu dan berusaha memusnahkannya saat itu juga. Esa hanya tersenyum santai,
dia yang sudah beberapa minggu di Bandung, tinggal di rumah teman kampusnya,
mendapatkan kabar dari sebuah stasiun tv swasta tentang Pameran Foto ASHARI LATE.
Langsung mendatangi kantor pertelevisian itu, meminta alamat Pameran dan pernah
muncul mendadak di depan Reshia tanpa dia tahu sosok Esa yang baru.
“ heuh ! kalian telat ah. Aku kan udah
beberapa minggu di Bandung. “
“ oh yaa, kok gak kabar-kabari sih. “
kataku cemberut imut.
“ aku pernah kesini kok. “
Reshia ingat wajah Esa, yang
tempo lalu pernah mendatanginya dadakan.
“ aah, kamu ynag waktu itu kan. Sok
misterius gitu. Haha “ ungkapku.
“ iya, kamu udah lupa sama aku yah. Yah “
memasang cemberut imut seperti Reshia.
Mereka yang sekarang memang sudah
sama-sama berubah drastis sikapnya, menjadi semakin ketemu. Reshia yang bawel,
Tania yang heboh dan Esa yang banyak omong, terlihat sama karakternya, namun
ada ciri khas masing-masing.
“ hehe, maaf. Aku kan gak inget. “
“ yeaa, sama aja lupa itu mah neng. “
Mereka sekejap bercanda. Lian dan
Minhwam tak aneh melihat sikap Reshia dan Tania begitu. Hanya rasa tak tahu
harus bagaimana, yang mereka luapkan di wajah.
“ oh iya, sa, ini Lian dan Minhwam sahabat
aku di kampus. “ kataku.
“ iya, aku tahu. “
“ loh, udah kenal ? “
“ kan udah hafal waktu penutupan Pameran
lalu. Yang vocal band itu kan, terus Minhwam yang dari Korea. “
“
ih, jadi kamu datang waktu itu ? kenapa gak temui kita. Jahaaaat. “ kesal
Tania.
“ aku ada kok di dekat kalian, tapi karena
aku gak mau menggangu acara, aku Cuma lihat memperhatikan kalian aja. “
jawabnya santun.
Esa dari dulu memang lembut
sekali tutur bahasanya. Tak pernah ngomong kasar atau keras. Hanya saja dia tak
suka kalau ada anak laki-laki yang mengganggu perempuan. Tak pantas baginya
laki-laki melawan perempuan. Pecundang !
“ ehm, masuk yuk sa, main dulu disini. “
ajak Lian.
“ hemm, maaf Ian, semua. Tapi aku harus
balik, aku kesini Cuma mau kasih kabar aja kalau aku baik-baik. “
“ yah, kok gitu. “ cemberut Tania, kali
ini cemberut sungguhan.
“ oia, kamu tinggal dimana ? biar suatu
saat nanti, kita bisa main ke rumah kamu. “ tanyaku.
“ aku tinggal di Jalan Bunga kampung
wangi, dekat pasar. “
“ ya udah ya, aku harus cepat pulang, ada
yang menantiku di rumah. “ lanjutnya.
“ oh, cieehh. “ ledek Tania.
“ hehe, aku pamit yah. “
Ku pegang tangan Esa sekuat-kuatnya,
seakan aku tak ingin dia cepat pulang. Namun dia berusaha sabar melepasnya,
sampai akhirnya dia membalas memelukku. Kemudian lekas pergi, melintas cepat
kilat dengan mobilnya. Aku dan Tania berdekatan, kami belum puas melepas penat
kerinduan di hati yang lama tertimbun itu. Tak lama kemudian, Tania membangunkanku
dari tidur panjang. Dua jam sudah aku tepar rebahan di kamar ania, yang juga
adalah kamarku. Aku bangkit, ku kucek tak karuan mataku. Ku pegang keningku,
tarik nafas dalam-dalam dan membuangnya lewat mulut. Aku bermimpi, tentang Esa.
Tania duduk di sampingku dengan kebingungan.
“ kenapa res ? “
“ aku mimpi tan. Tentang Esa. “ jawabku
datar.
“ esa ? “
“ iya. Dia tiba-tiba menemui kita terus
dia pergi lagi, dia bilang dia ditunggu seseorang di rumah, jadi dia harus
cepat pulang. “ kataku lemas.
“ terus terus “
“ terus, dia kasih alamat rumahnya. “
“ dimana ? “
Aku diam sejenak.
“ jangan bilang kamu lupa, please res,
ingat-ingat. “
“ jalan mawar, kampung wangi. “
“ dekat pasar katanya. “ lanjutku.
“ haha ! dimana tuh ? “
“ masih daerah Bandung kok katanya. “
Kami berpikir, kami harus
melakukan apa dari mimpi itu. Petunjuk kah ? untuk apa ? mempertemukan lagi
kami dengannya, tak hanya dalam mimpiku. Kalau benar, aku segera kesana.
Esok harinya, pagi-pagi sekali,
pukul 06.00 tepat. Setelah berlarian keliling komplek, langsung meluncur ke
alamat yang Esa beri. Kami sampai di sebuah pasar, tengah jalan raya. Kami
bertanya pada salah seorang pedagang sayuran disitu, setelah dia memberi
petunjuk, dia menawarkan kami untuk beli bunga dulu. Kami bingung, kami tak
butuh bunga. Toh kami hanya ingin ke rumah Esa. Main saja, silahturahim
kiranya. Tapi kami tak menggubris, kami segera melintas ke arah yang ditunjuk
oleh pedagang sayuran itu. Sesampainya di Jalan Mwar, tahukah ? kami terkejut
dahsyat. Alamatnya benar, Jalan Mawar. Tapi kok, Tempat Pemakaman Umum yah.
Kami masih tak pikir jauh. Kami berhenti di tengah jalan Mawar, kami turun dari
mobil dan menggerombol.
“ res, serius ini alamatnya benar ? “
Tanya Lian padaku.
“ iya Ian, aku ingat jelas kok. “ aku
celingak-celinguk.
Tak ada perumahan satu pun. Kami
hanya melihat kuburan di sekeliling kami. Walau ada juga yang berkunjung untuk
berziarah. Tapi aku tetap masih merasa aneh, yang lain juga.
“ res, coba deh Tanya sama penjaganya atau
siapa gitu. “ usul Tania.
Beberapa menit kemudian, seorang
bapak tua dengan menggendong pacul di bahunya melewati kami. Aku
memberhentikannya.
“ pak, maaf, numpang Tanya. Ini benar kan
ya Jalan Mwar ? “ tanyaku memperjelas.
“ iya neng, benar. “
“ gini loh pak, kami mau ke rumah teman
kami. Dia memberikan alamat ini pada kami, tapi kok malah kuburan ya pak. “
jelas Tania.
“ boleh tahu siapa nama teman neng itu ? “
“ Esa pak namanya. “ jawab Reshia lantang.
Bapak tua itu ingat. Dia yang
menggali kuburan untuk Esa sebulan yang lalu.
“ oh, Esa. Baru sebulan yang lalu dia
dimakamkan disini. “
Degh ! jantungku seakan berhenti,
Tania tanpa kata, Lian pun shock berat, Minhwam juga seperti mengetahui maksud
semua ini.
“ makamnya dari sisni lurus saja, belok
kanan pas ada pohon besar. Terus ada disitu kuburan yang banyak bunganya. Itu
makamnya neng. Permisi “
Setelah menceritakan detail
tempat Esa dimakamkan, bapak tua itu pergi begitu saja. Tak menghiraukan reaksi
kami yang membatu. Aku masih dengan kepedihanku yang tertahan. Tania dengan air
matanya mulai menggunung dan berkucuran deras. Lian merangkul Tania berharap
ketabahan, Minhwam pun melakukan hal yang sama padaku. Aku hujan air mata, tak
bisa lagi ku tahan sedihnya. Sebuah penyesalan yang tak terduga, sebuah
kesakitan yang paling mendalam, sebuah perpisahan yang selamanya dan kekecewaan
yang berdatangan.
Kenapa kau pergi begitu cepat ?
batinku. Bukankah kita sudah bersahabat lama, kenapa kau tak datang menemuiku ?
lewat mimpimu itu, rasanya aku seperti sahabat yang paling bodoh. Tak bertindak
cepat untukmu, tak berusaha mencarimu dan tak pernah mengingatmu dengan
kenangan kita dulu. Aku sangat sibuk dengan impianku sendiri, keegoisan itu
memang hal yang paling mudah, benar kata Guruku. Aku teregois di dunia,
mementingkan masa depan, malah melupakan sahabat lama. Sebenarnya aku tak
pernah lupa denganmu atau siapa pun yang pernah ku kenal. Namun semua hal baru
membuatku menempatkannya di sisi lain, tetap di hatiku. Esa, tak pernah ku duga
kau datang menemuiku dalam sebuah mimpi. Mimpi yang ku rasa akan membuatku
bertemu denganmu, berpelukan, kita tertawa, riang dan berteriak sekeras
mungkin. Rindu ini kini hanya akan terbang sampai asapnya menyentuhmu di surga.
Esa, kau tetap sahabat di hatiku. Ada tiadanya kau tetaplah bersinar di hati
kami, cahayamu menerangkan jiwa-jiwa kami. Kami harap kau memaafkan kesalahan
terbesar dalam hidup kami, sahabat macam apa kami ini. Di saat terakhirmu, kami
tak di sampingmu. Saat ini kami cuma tertunduk di atas makammu. Bersedih,
berkucuran air mata, menabur rindu di sekeliling rumah barumu. Esa, kalau saja
kau tahu, penyesalan yang menghantui diri kami ini selamanya akan bernyawa,
kecuali ketika kami mengikhlaskanmu nanti. Entah bagaimana perasaanku ? rasanya
aku ingi marah pada Tuhan. Dia tega pada persahabatan kita, dia pisahkan kita
saat kecil dulu. Sekarang, dia mengambilmu untuk selamanya. Tanpa pernah izin
padaku, dia memanggilmu, tanpa batinku tahu.
“ esa. “ kataku bertetesan air mata yang
tak mau berhenti.
Aku memegang lembut nisannya. Ku
bersikap lembut seperti sikapnya pada semua orang. Tania tak kuasa melihat Esa
yang sudah tertimbun tanah permanennya. Kita hanya akan bertemu di akhirat
nanati, saat kau mungkin sudah punya sahabat baru yang lebih baik dari kami.
“ maaf. “ kataku lagi.
“ sabar res, Esa bahagia disana. “ ucap
Lian.
“ bagaimana mungkin Esa bahagia disana ?
dia di dalam sendirian Ian, dia gak punya temen buat curhat atau main basket.
Kamu tahu gak ? dia tuh takut kegelapan. Walaupun dia cowok, tapi dia phobia
kegelapan “ aku histeris.
Tak sadar aku menangis keras.
Teriak-teriak histeris. Lian mencoba menenangkanku. Tania yang menangis
tersedu-sedu melihat sikap anehku masih dipeluk Minhwam. Lian tak kuasa menahan
histerisku, aku yang seperti orang gila itu terus teriak kencang. Lian
memelukku kuat-kuat, aku mulai mereda, sedikit tenang. Pandanganku tak
berpaling dari nisan atas nama Esa Affam Diandra.
“ esaaaaaaa. “ teriakku lagi.
“ tenang res, kamu jangan bodoh. Esa pasti
gak suka lihat kamu histeris gini. “ bisik Lian padaku.
“ istighfar res, ingat Allah. Dia
mempunyai jalan terbaik dari semua kejadian ini. “ lanjutnya.
“ tapi kenapa secepat ini ? aku belum
sempat ketemu Esa Ian, aku rindu dia, aku rindu diaaa. “ teriak histeris lagi.
Lian terus menenangkanku. Peluknya
meredakan deras air di mataku. Aku mulai menghapus air mata. Ku hirup udara
pangjang, ku hempaskan dalam-dalam. Aku menjongkok, ku tundukan kepalaku di
atas tanah merah yang menggunung.
“ Esa. Kita sayang kamu. “
< SEIKAT BUNGA >
Malam ini ku kirimkan doa
terindah untuk Esa, bersama Lian dan Tania. Sehabis sholat isya berjamaah, kami
tadarus bersama, membaca surat Yasin
terkhusus untuk Esa dan surat Al-Mulk. Kami
panjatkan doa untuknya, berharap dia bahagia disana, diampuni dosanya, diterima
amal ibadahnya, dilapangkan kuburnya, dijadikan ilmunya bermanfaat dan
ditempatkan di surganya Allah SWT. Minhwam sedari tadi mengintip kami dari
balik pintu kamar. Kami rasa dia memperhatikan kegiatan ibadah kami. Aku
mengangkat kedua tangan, ku buka mata lebar-lebar. Ku biarkan airnya keluar
semua. Aku hanya ingin kesedihanku terlampiaskan dengan air mata walau nyatanya
air mata cuma pendukung. Tak hanya aku, Tania juga sama. Dia malah lebih merasa
kehilangan dari pada aku. Tania memang sangat dekat dengan Esa di sekolah, Esa
selalu saja berkomentar tentang sikap Tania yang buruk. Setiap kali Tania malas
mengerjakan pr, malas piket dan lainnya. Esa selalu menasehatinya walau semua
wejangan itu tak pernah didengarnya. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri,
itulah Tania dulu. Sekarang, Tania justru lebih baik. Setelah ini, dipastikan
Tania semakin lebih baik lagi. Dia berjanji akan ingat semua pesan Esa dan
mengamalkannya. Tuhan, ku harap kau bersamanya disana, dalam hati Tania.
Selesai kami berdoa, bersujud
khusyu’ di hadapan Allah, kami membereskan perlengkapan sholat. Minhwam
menghampiri kami. Lembutnya membuatku tak tahan, dia begitu sopan.
“ I want to do that? “ katanya.
Kami tertegun, menelan ludah
sedalam-dalamnya. Setelah apa yang terjadi sebelumnya, Minhwam memang terlihat
ingin mempelajari Islam. Ziarah kubur kemarin membuatnya banyak Tanya dan ingin
tahu. Saat ini pun dia terus terang ingin belajar sholat, baca qur’an dan
ajaran Islam lainnya.
“ be happy. “ kata Lian. Aku dan Tania
tersenyum bahagia.
Kami tertidur pulas, aku yang
mengalami shock berat akhirnya cukup tenang. Esok kami berniat ke makam Esa
lagi, mengunjunginya. Kami yakin dia ada di samping kami, kapan pun itu. Esa,
kami akan datang. Dengan doa yang selalu teriring untukmu. Senanglah disana,
kau bisa datang padaku kapan pun kau mau.
Pagi ini, setelah kami sarapan.
Kesedihan itu masih menyelimuti jiwa kami. Rasa kehilangan yang tak akan pernah
pudar ini terus menggantung di hati kami. Sesak ! setiap kali aku ingat
kenangan dulu bersama Esa, saat dia mengajariku main basket yang tak jua aku
bisa melakukannya dengan baik. Saat dia mengusap air mataku, ketika aku
terjatuh dan terluka. Saat dia menuntunku menyebrangi jalan, saat dia memberiku
air minum, ketika aku haus. Dan segalanya, segalanya tentang dia. Terputar
kembali di memory otakku.
Mobil Lian melintas kilat menuju
Jalan Mawar, dengan seikat bunga untuk Esa, ku gendong penuh kasih bunga itu.
Ku jaga harumnya, ku jaga kelopaknya agar tak berguguran. Kami sampai di depan
rumah Esa, rumah yang kini menjadi tempat peristirahatannya untuk selamanya. Ku
letakkan seikat bunga itu di dekat nisannya. Ku tata rapid an teliti agar
terlihat cantik.
“ ini untukmu. “
“ dari kita, sahabatmu. “ kataku.
“ Esa, aku masih belum bisa terima
kepergianmu yang tak pamit dulu padaku. Aku marah, kau tahu, kalau tak ada kamu
disini, siapa yang akan mengingatkanku saat aku salah ? hhem, Reshia, ah ! dia
begitu kasar padaku, tak sabaran. Ehm, Lian, hhh dia kan selalu saja menyebalkan.
Cuma kamu yang kebal sama semua kepolosanku. “ jelas Tania.
Dia berbicara seakan ada Esa di
hadapannya. Aku tahu, jiwanya masih sangat merasa kehilangan. tiba-tiba saja,
aku teringat masa lalu. Cinta pertama itu, yang membuatku sampai saat ini belum
juga menemukan cinta yang baru. Agaknya, cinta pertama itu bertahan lama di
hatiku. 9 tahun lamanya, ah ! belum lama. Ada yang sampai menikah pun, hatinya
masih milik yang lain. Setia yah ? iya atau gak sih.
< cinta pertama kembali >
Kami pulang dari pemakaman. Di
mobil, semua terdiam. Tania masih saja membendung air matanya, mengenang Esa.
Minhwam sibuk dengan ipadnya, Lian menyetir dengan baik. Aku melamun, pikiranku
kosong. Ku biarkan sejenak otakku beristirahat. Tiba-tiba Lian rem mendadak, kami
terpental ke depan namun tak terluka, hanya saja shock yang memburung di
kepala. Lian hampir saja menabrak mobil yang berhenti di depannya, mobil itu
mogok. Lian keluar mobil, menghampiri si sopir.
“ maaf pak, ada apa ? kau menggangu
jalanku. “
Laki-laki sebaya dengan Lian
keluar dari mobilnya, menghadap Lian. Dengan kacamata hitam gaya, rambut ala
Siwon Super Junior dan busana serba hitam jeans membuat Lian beku sejenak.
“ mobil saya mogok, maaf mengganggu jalan
anda. “ katanya sambil membuka kacamatanya.
Lian terpesona, amat tampan
wajahnya, macho dan berwibawa. Sosok cowok idola wanita nih, tapi tetap, akulah
yang paling top dari semua laki-laki. Pede !
“ oh ya sudah, mau aku bantu ? “
“ tidak, terima kasih. “
Lian langsung kembali ke
mobilnya, laki-laki itu memeriksa mesin mobil tanpa memerhatikan Lian sedikit
pun.
“ kenapa Ian ? “ tanyaku.
“ mobilnya mogok. “
“ oh. “
“ ada-ada aja sih. “ ucap Tania.
Lian membelokkan mobilnya 45
derajat dan meju ke depan melewati mobil laki-laki itu. Tanpa peduli bagaimana
nasibnya. Tapi Reshia, dia melirik sebentar laki-laki itu. Wajahnya tak jelas
terlihat. Namun tak digubris, begitu saja terlewati kejadian singkat tadi.
Mobil berjalan terus mengelilingi kota Bandung. Berhenti di depan sebuah
bengkel yang juga menerima pencucian mobil dan motor. Lian ingin memcuci
mobilnya, agar terlihat elok dan bersih seperti baru. Kebetulan, ada juga
restoran kecil di sampingnya. Sambil menunggu mobil selesai dimandikan, Lian
dkk makan siang dahulu. Memesan beberapa menu, mereka makan.
“ esaaa, makaaan. “ ucap Tania tersenyum
manis.
Kami menatapnya tak aneh, itu
hanya sebentuk sikap untuk menghilangkan kesedihan.
“ hhem, kebetulan ini jus alpukat.
Kesukaan Esa. “ kataku. Ku minum jus di depanku.
Kami mulai makan. Sambil menyuap,
aku memandang sekitar bengkel. Sebuah mobil mewah hitam baru memasuki bengkel,
sepertinya moilbya akan dimandikan juga, atau diservice, atau juga diberikan
perawatan. Pemiliknya keluar dari mobil, menghampiri restoran yang juga sedang
disinggahi Lian dkk. Dia duduk di kusri sebelah kiri kami, terlihat seorang
pelayan begitu saja mengantarkannya banyak menu. Menu yang mahal ku kira, dia
hanya sendiri tapi makanannya sangat banyak. Rakus sekali, batinku. Setelah ku
tegasi lagi, aku seperti mengenali sosoknya. Tak asing rasanya, tapi ku yakin
aku tak mengenalnya. Ku kira cuma aku yang memperhatikan sosok laki-laki dengan
menu yang banyak di mejanya itu, Tania juga ternyata. Dia keselak saat minum,
dia minum kembali jus di tangan kirinya. Dan seakan ingin mengungkapkan
sesuatu, aku memalingkan perhatianku padanya.
“ kenapa tan ? “
“ res, ingat sesuatu sama cowok di meja
itu gak ? “ tunjujnya pada laki-laki itu.
Aku melihat arah telunjuknya.
“ kayak kenal sih, tapi gak tahu, gak
pernah lihat. “ kataku.
“ aku tahu siapa dia. “ kata Tania tegas.
“ siapa ? “ tanyaku penasaran.
Tania berpikir sejenak, kalau dia
ungkap jujur, bahwa cowok itu mirip sama Alan. Tania takut itu akan membuatnya
membuka luka lama yang belum kering, masih perih pasti. Jangan dibuka dulu,
biarlah sampai mongering. Barulah buka plesternya.
“ loh, itukan cowok yang tadi mobilnya
mogok. “ kata Lian.
Kami berempat memerhatikannya,
dia merasa kalau kami memerhatikannya. Risih, dia berpaling dari kami.
Tertutup, dia seperti tidak ingin dikenali wajahnya.
“ oh yaa, so cool. “ ucap Tania ceplos.
“ euh, dasaaar. “ kataku.
“ tapi sombong banget, dia kayak cewek di
depanku, tak butuh bantuan orang lain, merasa bisa melakukan suatu hal
sendirian. “
Lian menyindirku, aku tahu.
Karena aku tepat di depannya.
“ maksudmu ? “
“ jangan merasa kalu memang bukan. “
Aarrrghhht, ingin aku menjitak
kepalanya dengan keras. Tapi aku bersabar, aku hanya memanyunkan mulut setengah
centi.
“ itu Alan kan ? iya, aku yakin itu Alan.
Alan khahzam, kenapa dia disini ? akankah masa lalu itu hidup kembali, dengan
cerita baru dan kehidupan yang baru. Tidak masuk akal, jangan sampai dia muncul
di saat yang belum tepat. “ pikir Tania dalam hati.
Aku melihat Tania melamun menatap
cowok itu sedari tadi, ada apa ? aku curiga namun tak pikir panjang. Ah !
mungkin Tania naksir sama cowok yang katanya cool itu. Kami meneruskan menikmati
makan siang, tanpa pusing memikirkan cowok itu. Minhwam saja bisa sebeku itu
sikapnya, kenapa aku tidak ? duh, kenapa tiba-tiba membanding-bandingkannya.
Aneh !
< tertunda >
Hari ini poster pembukaan Galery
Photo untuk umum mulai disebarkan. Renata dan Regina yang membantu kami
mempromosikannya. Uang masuk hanya Rp 1.000,00/orang. Untuk perawatan lukisan
dan ruangnya. Siang pun datang begitu cepat. Pengunjung di hari pertama lumayan
membanggakan, baru beberapa jam saja dipublikasikan. Namun yang berminat cukup
banyak melalui blog, media jejaring social dan edaran, Galery Photo mengundang
penikmatnya dengan sejuta keingintahuan. Seperti apa sih anak-anak kelaparan di
Somalia itu ? lalu bagaimana nasibnya ? sejarah singkat Kevin Carter dan lukisan
indah lainnya. Menuntun mereka berdatangan ke Galery. Padatnya pengunjung,
membuat Renata dan Regita kesibukkan melayani tiket masuk. Uang di tangannya
memang tak seberapa, tapi inilah kerja keras mereka membangun impian baru.
Impian memiliki pekerjaan yang seru dan ringan.
Reshia, Tania, Lian dan Minhwam
berpencar. Mereka dikerubuti pengunjung yang ingin diceritakan sedikit tentang
objek lukisan di Galery. Terlihat sosok laki-laki itu, dengan busana resminya,
semakin memperlihatkan kewibawaan dan sikap kepemimpinan. Tania yang melihatnya
pertama, beruntung Tuhan baik hati. Tania langsung meninggalkan pengunjung di
dekatnya dan menghampiri cowok itu.
“ maaf, anda siapa ya ? “
“ saya ? “
Cowok itu terkejut Tania
tiba-tiba ada di depan matanya.
“ iya. “
“ sa-ya, “
“ Alan ? “
Cowok itu tertegun. Tania
mengenalnya. Bahaya ! rencananya untuk masuk perlahan di kehidupan Reshia akan
gagal karena ketelitian Tania. Matanya berkeliling menghindari tatapan Tania
yang tajam. Tania yakin dia Alan. Masa lalu Reshia, yang membekaskan luka di
hati Reshia tanpa sempat menyembuhkannya atau mencegahnya muncul kembali.
“ ngaku aja, kenapa kamu disini ? “
“ a-aku, “
“ pergi ! aku mau kamu pergi dari sini,
jangan pernah datang kesini lagi dan mengacaukan semuanya. “ ungkap Tania
kesal.
Alan panic, kalau dia menuruti
kata Tania, dia tidak akan bertemu Reshia secepatnya. Tapi kalau dia tidak
lekas pergi, Tania akan sangat marah padanya.
“ aku hanya ingin melihat karya kalian. “
katanya ragu.
“ untuk apa ? “
“ untuk menghancurkannya, untuk membuatnya
berkeping-keping. Seperti apa yang telah kamu lakukan ke Reshia. “ tegas Tania.
“ apa maksud kamu ? aku tidak berniat
begitu. “
“ oh yeaa, dan aku percaya gitu ? gak lah,
aku gak sebodoh Reshia, yang mencintaimu begitu tulus. “
“ sekarang pergi ! aku bilang pergi. “
teriak Tania.
Orang di sekitarnya memandang ke
arahnya semua, dengan tatapan bingung. Tania mencoba tenang.
“ kamu pergi, atau aku panggilkan satpam ?
“
Mau tak mau Alan harus segera
pergi, sebelum Reshia datang dan mengetahuinya ada disini. Alan pergi dengan
rasa tak puas, nanti dia akan kembali lagi, tekadnya.
“hampir saja dia merusak semuanya, mimpi
Reshia dan kehidupannya. Alan gak boleh muncul lagi, kehadirannya akan
meresahkan Reshia. Cinta yang masih utuh untuk Alan pasti akan membuat Reshia
dengan mudah menerima Alan kembali. Ah ! sahabatku itu kan sangat baik hati
orangnya. “ pikir Tania dalam hati.
Kembali ke posisi awal, Tania
bersikap seakan tak ada kejadian apapun tadi. Reshia datang memegang bahu kiri
Tania, dia yang sedang melamun itu dikagetkannya.
“ kenapa sih tan ? melamun aja. “
“ duh, maaf yah. Aku bukan kamu yang
hobbynya melamun, mengkhayal berat dan berimajinasi kuat. “
“ haha, bisa aja. Ya deh tahu, yang
hobbynya menimpa cat di kertas. Membuat warna di kertas polos, membentuk suatu
garis penuh makna dan menjadikannya satu gambar yang indah. Abstrak , hehe. “
Mereka malah saling mencela
canda.
“ hoho, enak aja. Biar abstrak juga kan
mahal harganya, siik asiik. “
“ yeeeh, bisa aja neng. “ kataku.
< KEHADIRANMU >
Pukul 16.00 WIB, Galery tutup.
Renata dan Regina sudah merapikan semuanya. Tenaga mereka sangat membantu
kegiatan Galery. Reshia bersantai di teras depan rumah, duduknya memanjangkan
kedua kaki. Tubuhnya direbahkan pada bangku santai yang biasa ada di pinggir
kolam renang. Sambil membaca novel “ EGO CENTRIS “ karya Novanka Raja. Seseorang berdiri tegak
di hadapannya, dengan membusungkan dada. Begitu percaya diri kehadirannya
diterima baik Reshia.
“ sore reshia. “ sapanya.
“ iya, sore. “ tanpa menengok sosoknya.
“ ingat aku kan ? “
Pertanyaan memastikan itu merebut
perhatian Reshia dari sebuah buku. Aku bangkit, berdiri sederajat dengannya.
Menutup buku yang dia baca dan meletakkannya di kursi.
“ ehm, siapa ya ? “
“ loh, yang waktu itu mobilnya mogok kan ?
“ ingat Reshia.
“ selain itu ? “
“ hheeu, yang makan banyak di restoran ya.
“
“ selain itu ? “
Alan memaksa Reshia untuk
mengingatnya sebagai cinta pertama 9 tahun lalu. Reshia berpikir keras, namun
sudah mentok otaknya. Tak mampu lagi mencari data di masa lalu.
“ a-aku Alan. “ ucapnya.
Reshia terkejut, jantungnya yang
lembut, bekerja seperti mesin cor-an. Denyut nadinya berdetak cepat,
perasaannya tak beraturan. Entah dia harus senang atau kecewa, marah atau
bahkan biasa saja. Reshia hanya menatap Alan tak mengedip. Mata tajamnya membalas
tatapan Reshia. Dari bulatan mata cokelatnya, terlihat harapan Alan pada Reshia
begitu sungguh.
“ aku boleh tanya ? “
Reshia masih membatu, matanya
menatap terus dua mata Alan.
“ masih sayang sama aku ? “
“ kenapa tiba-tiba datang, Tanya kayak
gitu ? “ pandangan Reshia buyar.
“ aku ingin tahu. “
“ sejak kapan kamu mulai peduli ? “
“ sejak kamu pergi, sejak kita berpisah. “
“ sejak Anitha ninggalin kamu ? “ kataku
menyinggung.
“ kamu tahu ? “
“ aku tahu semua. “
Alan tak bisa lagi mengelak. Dia
tahu aku sangat kecewa padanya dulu. Dia mencoba menenangkanku, menahan sedikit
emosiku.
“ res, a-aku, “
“ untuk apa kesini ? “ sambarku.
“ untuk menemuimu. “ katanya spontan.
“ selain itu ? “
“ hanya itu. “ tegasnya.
“ sekarang udah berhasil kan, silahkan
pergi. “
“ dan jangan kembali. “ kataku lagi.
Aku merasa kata-kataku sangat
kasar dan menyakitkan. Sikapku begitu saja mengalir tanpa ada persetujuan dulu
dengan perasaanku. Aku ingin dia tahu, sebenarnya aku juga tak tega lakukan
itu. Aku merindukannya, sangat merindunya. Tapi aku sedikit munafik, aku takut
dia besar kepala dan terus menganggapku bodoh. Aku selalu ingat pesan Tania, ‘
lupakan Alan, jangan biarkan dia menghantui hari-harimu. Biarkan jalanmu
menggapai impian terasa mudah. Akan berat kalau kamu terus mengingat masa lalu
itu. ‘
“ res, aku mohon biarkan aku disini
sebentar lagi. Aku tahu kamu masih sayang sama aku, aku tahu kamu merindukan
aku. Jadi kasih kesempatan aku ungkap semuanya. Aku mohon res. “ pinta Alan,
sambil memegang kedua tangan Reshia.
“ lan, aku mohon kamu pergi sekarang.
Kalau Tania sampai lihat kamu disini, dia pasti marah besar. “ kataku panic.
Anehnya ! aku membiarkan dia
menggenggam erat tanganku, untuk pertama kalinya. Aku merasakan benar-benar
cinta mendekatiku. Tapi aku tak merasakn hal yang lebih, cukup bagiku
menganggapnya cinta pertama 9 tahun lalu. Kalau pun kini ada cinta yang baru,
biarkan dia tumbuh dan berkembang.
“ aku akan datang lagi nanti. “
Dia meraih tubuhku, dipeluknya
aku dengan kerinduan dan harapan yang besar. Aku merasakan getar tubuhnya
seperti sungguhan. Aku tidak mimpi kan ? ya, aku bisa menyentuh rambut tebalnya
yang halus. Aku merasakan sebuah rasa yang pertama kali ku rasakan dulu.
Sepertinya cukup, aku lepas tubuhnya dari tubuhku. Ku ingin dia melangkah
sendiri, tanpa ku lihat setiap jejaknya.
“ res, “
Aku tak menggubris panggilannya.
Ku biarkan dia pergi, sampai jejaknya tak ku terpandang. Aku duduk kembali seperti
semula, tak lama kemudian Tania datang. Hampir saja, batinku.
“ res, besok siang Lian perform di Kampus
kita. “
“ oh, ya udah. Kita hadir ya. “
“ okeh. “
“ besok Galery gimana ? “
“ biar Renata dan Regina yang jaga. Tadi
aku dah konfirmasi sama mereka kok. “
“ oh, okeh deh. “ kataku, seperti tak ada
kejadian apapun tadi.
Tania memandangku curiga, dia
seakan tahu tadi ada sesuatu yang terjadi. Ah ! aku harap dia segera pergi. Aku
takut mataku terlihat menyimpan rahasia, dia pasti akan sangat pandai menebak.
< kajima ! >
Berada di Kampus lagi seperti
kembali pada status Mahasiswa, baru tahun lalu aku lulus S1 jurusan Sastra dan
Bahasa Indonesia. Juga pemotretan, hehe. Suasana ramai merapat, banyak alumnus
yang juga datang sekadar untuk menyaksikan Lian, si cowok keren angkatan tahun
lalu itu tampil. Hah ! aku tidak menyangka, Lian masih saja digemari banyak
orang. Terlebih lagi anak-anak junior, seringkali mereka kecentilan, minta
nomor handphone Lian lah sama aku, titip kado lah, atau sekadar menyambungkan
surat cinta. Hah ! aku bosan melakukan itu sekian tahun lamanya. Tapi itulah
yang terkenang, pengalaman kekacauan anak-anak kampus. Gokil kalau diingat-ingat
lagi. Band Lian dkk tampil menjadi band pembuka, waw ! keren. Lagu pertama yang
dinyanyikan adalah lagu “ DON’T SAY GOOD
BYE “ yang dipopulerkan oleh Davichi.
Lagi-lagi ini lagu korea kedua yang dinyanyikan Lian, berkat ajaran
Minhwam, Lian mampu lancar mengucapkan bahasa Korea.
Tteorineun neoui ibseurul nan nan cheoeum boajiMuseun mal halyeogo mal halyeogo
Oh~ tteumman deurineunji
Seulpeun yegameun da majneundan norae gasacheorom
Seolma anigetji anilkkeoya oh~ anieoyaman dwe
Beolsseo neon nareul tteona ni maeummajeo tteona
Tto mommajeodo tteonaneunde
Nan molla neol jabeul bangbeobeul jom
Nuga nege malhaejwoyo
Oneulbam geu malmaneun marayo
Wae nal beorigo ganayo
Na maeumi apa gaseumi apa
Nunmul cha orayo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Chageun neoui hanmadiga nal ju jeo an jeoji
Sesang muneojil deu muneojin deu oh~ nunmulman nunmulman
Jigeum sungani gamyeon I sungani jinamyeon
Yeong-yeong urin ibyeorinde
Saranghae jugdorok saranghan nal
Nal beolriji marajwoyo
Oneulbam geu malmaneun marayo
Wae nal beorigo ganayo
Nan mal eumi apa gaesumi apa
Nunmul cha orayo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Ibyeori mwonji naneun mollayo
Geunyang seoreobgo seoreowo
Malhajima~
Ibyeoti mwonji naneun mollayo
Geunyang seoreobgo seoreowo
Na sayeoni manha chueogi manha
Gaseum jji jeojyeoyo
Aji geun annyeong urin andwaeyo
Neon geu ibeul deo yeoljima
Annyeongirago naege malhajima
Ammyeongirago naege malhajima
Begitu mengalir nada setiap
liriknya. Indah, suara Lian memberikan sentuhan baru yang berbeda. Aku dan
Tania seksama mendengarkannya dari kejauhan. Aku melirik sekitarku, Minhwam
tidak ada. Seharusnya dia ada di samping Tania. Aku langsung menghindar dari Tania,
ku cari Minhwam. Ku temukan dia di taman kampus, duduk sendirian tak berteman.
Ku hampiri dengan riang.
“ why ? “
“ hheu, I
want to go home. “
“ loh, the show has not been completed, soon. “
“ not
return to the gallery but I'm going home to
Incheon. “
Aku tanpa kata, aku tak tahu
harus bereaksi apa. Aku ingin mencegahnya, aku ingin dia tetap disini. Tapi dia
bukan siapa-siapaku, tak ada hak aku melarangnya pulang.
“ when ? “
“ this afternoon. “
“ what ? “ aku terkejut.
“ it’s too speet. “ kataku.
Minhwam, jangan pergi dulu. Aku
masih ingin kita lakukan banyak hal untuk membantu orang lain. kita masih punya
mimpi kan ? mimpi untuk membangun Masjid di dekat apartmentmu di Incheon. Kau
ingat kan ? kita masih merencanakan objek karya kita selanjutnya. Please !
jangan cepat pergi.
“ my uncle was back there, and
there is no reason I'm still here. “
“ they asked me to go home. “
lanjutnya.
Apa ? pamannya sudah di Korsel.
Loh, kapan dia kesana ? disini Minhwam belum sampat bertemu dengannya. Kok
tiba-tiba sudah dikabarkan ada disana. Yah !
“ I have to go home. “
“ sorry if I bother. “ lanjutnya.
“ no, you would help us.
“
Aku berharap dia mengatakan
sesuatu, tentang perasaannya. Bukan hanya kata maaf atau terima kasih, cobalah
katakan sesuatu hal yang lebih menyenangkanku. Minhwam, kalau saja kau tahu.
Aku masih menyimpan hati untuk cinta pertamaku, setelah aku tanpanya, kau
datang mengisi hampa hati yang tersakiti masa lalu. Cinta itu benar menyakitkan
yah, datang tak diundang, pulang tak diantar. Menyebalkan !
“ reshia. “ katanya padaku.
Dia menatap mataku, aku merasa
dia akan katakan sesuatu. Tatapannya, aku melihat sebuah kesakitan yang
terpendam. Ada apa ? kenapa aku berfirasat bahwa Minhwam menyembunyikan
sesuatu. Aku yakin dia pulang bukan karena pamannya, tapi karena hal lain.
Tiba di Soetta Airport. Aku, Lian
dan Tania mengantar Minhwam pulang. Aku ingin hujan badai yang ku buat sendiri,
tapi aku malu. Tak ada satupun yang tahu aku menyukai Minhwam. Kami sebatas
sahabat selama ini. Minhwam sudah dengan koper besarnya, busana ala korea yang
dia kenakan membuatnya tampan. Dia benar-benar mirip Oh Won Bin saat itu.
Akulah Song Hye Kyo nya, uukh ! ngkhayal.
“ minhwam, aku mohon jangan
pergi. “ teriakku padanya.
Tania merangkulku, Lian dengan
segenap pengetahuannya, seakan dia tahu apa yang nanti akan terjadi. Dia memang
begitu, sok tahu. Sebal aku !
“ aku bilang jangan pergi. “
Tak terasa air mataku menetes di
pipi. Aku tak lagi ingat gengsi disitu. Yang aku ingat hanya perasaanku pada
Minhwam. Aku sadar, aku menyukainya sejak dia ku anggap cuties. Tapi tak
beralasan, aku menyukainya tanpa ku tahu apa yang membuatku menyukainya. Cinta
tumbuh saja, bibitnya sangat bagus sampai harus berakhir seperti ini. Lagi-lagi
aku merasakan perpisahan untuk kesekian kalinya. Tapi ini lain dari yang lain,
aku membanjiri bandara.
Ketika dia memang ahrus pergi,
sebelum dia ketinggalan pesawat.
“kim minhwam. “ kataku berkucuran air
mata.
Terdengar lagu dari Super Junior terputar, ENDLESS
MOMENT. Aku menikmati setiap bait liriknya, sambil melihat Minhwam
melangkah terus meninggalkan kami. Aku tak bisa melepas Minhwam begitu saja,
dia sudah hadir beberapa bulan lalu di hidup kami. Tinggal bersama, selalu
melakukan sesuatu hal bersama. Kalau dia pergi, siapa yang nanti membuatku
tertawa bodoh lagi ? siapa yang nanti ku ajarkan sholat dan baca al-qur’an ?
minhwam, please don’t go. Keep stay here with us.
Ku lihat dia hampir sangat
menjauh, mataku sudah pudar memasang jarak tempuh melihatnya. Karena air mata
yang terus membendung, aku seakan kehilangan sosok sahabat untuk selamanya
walau jasadnya masih bernyawa. Dua kali kah harus aku mengalami kesakitan yang
sama ? belum cukup kah Tuhan kau panggil Esa, sahabatku. Sekarang, kau
takdirkan Minhwam untuk pulang ke Incheon tanpa pernah meninggalkan kalimat
indah untukku. Aku bersabar kalau memang Minhwam tak menyukaiku, tapi aku
berharap dia masih boleh disini. Menjalankan tugas kami selanjutnya, Tuhan
hentikan langkahnya. Jangan biarkan dia menaiki tangga pesawat.
“ don’t leave me Minhwam. “ teriakku
ketika dia akan tak terlihat dari pandanganku.
“ please don’t go. “
Aku terus memohon agar dia tidak
benar-benar pergi. Minhwam tetap ingin pulang, baginya cukup mengenal sahabat
terindah beberapa bulan ini. Dia harus pergi, untuk pelaksanaan Wamil (wajib
militer) selama 2 tahun. Aku masih berlinang air mata, tanpa sanggup melihat
langkahnya lagi.
“ mianhae. “
“ kajima ! teonajima. “ teriakku padanya.
Mata pudarku melihat langkahnya
berhenti dan berbalik menatapku. Dia tak jadi pergi ? ku harap begitu. Ya ! aku
sebenarnya bisa berbahasa korea, hanya saja aku merahasiakannya. Dia hampiriku,
ku harap dia bilang, dia tidak jadi pergi.
I’ll be back
nuhn dashi nareur chajeul guya. Geuddae dashi naega ool guya.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.
Gabjagi eerum uhdduhgae nan uhdduhgae haran marya nega dodaechae
Uhdduhgae eerae nan nega nar yungwunhee saranghalguran mar midutdan marya.
Yaksuhkhaetjanha yungwonhi byunhaji marjago oorineun bunmyung maejujin jjagirago
Boonmyunghee matdago. Naega geuruhgeh yaegihaetjanha.
I’ll be back nuhn dashi nareur chajeul guya. Geuddae dashi naega ool guya.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.
You’ll be back nuhneun dashi dora ol guya geuraesuh nuhr bonaeneun guya
Naneun ara nega na uhbshin mossandan guseul I’ll be back.
Nuhn nan oorin he-uhjil soo ga uhbsuh nega chakkageul hana bwa
Eeguhn nuguna hanbuhnjjeum gyuhkneun gobi-eel bbuniya jungshincharyuh.
Dashi saenggakhae amuri mareur hae jwuhbwado eemee nuhn
Mareur deudji anha me-ariro dora-ojanha
Listen baby girl
Geurae dorasuhjoolgeh mutjigeh namjadabgeh nohajoolgeh
Geurigo nuhr gwichangeh haji anhgeh maruhbshi juh dwi-esuh
Ajoo manhi dduhrujyusuh na-eui jonjaereur nega wanjunhi eejuhbuhrigeh UH~
But you better know that I’m not giving you away
Will I ever stop waiting no way
It’ll be the same in my world I’m your boy You’re my Girl.
Jamggan geudaer bonaeman nan nega dashi dora-ool guhran
Guhl ara geuruhni guhkjung mara nega sseuruhjil ddae I’ll be back
Tersirat makna dari lagu 2PM ini, 2PM adalah boy band Korea Selatan yang berada di bawah manajemen artis JYP Entertainment. Pada awalnya grup ini terdiri dari 7 anggota, namun sekarang hanya terdiri dari 6 anggota. Jaebeom mengumumkan dirinya keluar dari 2PM pada September 2009, setelah adanya kontroversi mengenai komentar negatif yang dibuatnya mengenai Korea lima tahun yang lalu diketahui publik.[1] Sekarang 2PM terdiri dari Junsu, Junho, Nichkhun, Taecyeon, Wooyoung, dan Chansung.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.
Gabjagi eerum uhdduhgae nan uhdduhgae haran marya nega dodaechae
Uhdduhgae eerae nan nega nar yungwunhee saranghalguran mar midutdan marya.
Yaksuhkhaetjanha yungwonhi byunhaji marjago oorineun bunmyung maejujin jjagirago
Boonmyunghee matdago. Naega geuruhgeh yaegihaetjanha.
I’ll be back nuhn dashi nareur chajeul guya. Geuddae dashi naega ool guya.
Geu nugudo nureur naboda sarang uhbtgee-eh.
You’ll be back nuhneun dashi dora ol guya geuraesuh nuhr bonaeneun guya
Naneun ara nega na uhbshin mossandan guseul I’ll be back.
Nuhn nan oorin he-uhjil soo ga uhbsuh nega chakkageul hana bwa
Eeguhn nuguna hanbuhnjjeum gyuhkneun gobi-eel bbuniya jungshincharyuh.
Dashi saenggakhae amuri mareur hae jwuhbwado eemee nuhn
Mareur deudji anha me-ariro dora-ojanha
Listen baby girl
Geurae dorasuhjoolgeh mutjigeh namjadabgeh nohajoolgeh
Geurigo nuhr gwichangeh haji anhgeh maruhbshi juh dwi-esuh
Ajoo manhi dduhrujyusuh na-eui jonjaereur nega wanjunhi eejuhbuhrigeh UH~
But you better know that I’m not giving you away
Will I ever stop waiting no way
It’ll be the same in my world I’m your boy You’re my Girl.
Jamggan geudaer bonaeman nan nega dashi dora-ool guhran
Guhl ara geuruhni guhkjung mara nega sseuruhjil ddae I’ll be back
Tersirat makna dari lagu 2PM ini, 2PM adalah boy band Korea Selatan yang berada di bawah manajemen artis JYP Entertainment. Pada awalnya grup ini terdiri dari 7 anggota, namun sekarang hanya terdiri dari 6 anggota. Jaebeom mengumumkan dirinya keluar dari 2PM pada September 2009, setelah adanya kontroversi mengenai komentar negatif yang dibuatnya mengenai Korea lima tahun yang lalu diketahui publik.[1] Sekarang 2PM terdiri dari Junsu, Junho, Nichkhun, Taecyeon, Wooyoung, dan Chansung.
Bersama-sama 2AM, 2PM
adalah salah satu dari dua subgrup yang dibentuk dari boy band One Day.
Grup ini pertama kali melakukan debutnya pada 4 September 2008 dengan lagu
"10 Jeom Manjeome 10 Jeom" (10점
만점에 10점)
yang menonjolkan gaya tari akrobatik dan b-boy.
Ku akan
kembali, kau akan menemukannya lagi. Aku akan datang kembali nanti ketika tidak
ada yang bisa mencintaimu seperti aku mencintaimu. Aku tidak akan mengganggumu
lagi, diam-diam dari belakangmu, melihatmu dari jauh tanpa kamu tahu, sehingga
kau benar-benar akan melupakan keberadaanku. Begitu arti liriknya ku simpulkan.
Melantun jelas dari sekitar Airport, sepertinya itu dari derings handphone
Minhwam.
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan hidayah-Nya. Nikmat iman,
islam dan ihsan juga nikmat panjang umur. Sehingga aku dapat menulis indah
sebuah novel remaja Korea’s Story “CHEOSSARANG” dengan segala ceritanya. Ini
kisah sekelompok anak pemimpi, yang memiliki tekad tinggi untuk meraih
impiannya. Impian yang baik akan tercapai dengan mudah.
“
sesungguhnya di balik kesulitan itu ada kemudahan. “
Semoga
novel ini memberikan motivasi atau inspirasi dan membangkitkan semangat untuk
terus bermimpi. Jangan hanya berimpian, tapi berusaha dan berdoalah untuk
pencapaian yang maksimal dan totalitas. Saya berharap semoga novel ini
bermanfaat bagi semua pembaca, anak-anak, remaja, keluarga. Selamat membaca !
berkaryalah.
Jakarta,
Februari 2012.
RYE YU-EUN
TENTANGKU
DELISA
NOVARINA
Menulis,
inilah caraku mengapresiasikan seni dan sastra. DELISA NOVARINA, anak
petualangan dari pasangan cinta kasih Samin Sagita dan Lilis Suryani. hidup
sederhana dengan dua adik tersayang, Sherin Nabila Khoiril Khuda dan Fauzan
Yusli Hamid. Saat ini kesehariannya adalah menuntut ilmu dan bertunduk sujud
kepada Allah. Tak henti-hentinya bermimpi, menjadikannya kenyataan dengan usaha
dan doa, bersikap tawadu, optimis, dan tawakal. Menulis menjadi sebuah tempat
terindah untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, terlihat dan terdengar.
Merasakan semua hal dengan pikiran dan hati, mengantarkanku kepada arah yang
baik.
COVER
BELAKANG
Cinta
pertama 9 tahun lalu membuat Reshia sulit jatuh cinta lagi. Impiannya begitu
besar dan mulia. Bersama Tania, Lian dan Kim Minhwam mereka Travelling Overseas
ke Solambia (Afrika), Maluku dan Papua. Memotret apa yang dirasa bernilai
tinggi, Melukis anak-anak kelaparan di Solambia, menggambar keelokkan Pantai Natsepa
(Maluku) dan karyanya tersebut dilelang dalam acara Pameran Photo ASHARI LATE.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana yang kemudian hasilnya akan
dikirim ke mereka (objek kami). Berjalannya waktu dan impian, cinta juga
mengalir bersamanya.
“
Ceritanya ringan, fresh dan segar. Khas novel remaja dan cinta-cintaannya juga
berasa mengalir aja. Bikin penasaran ! semangat Del. “ ( Harris Nizam –
sutradara film Surat Kecil Untuk Tuhan. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar