Selasa, 08 Oktober 2013

Afgansyah Reza - SABAR #SabarGan Cerpen 4



Live to love





Betapa pentingnya arti cinta pertama bagi seorang anak perempuan yang baru saja mengenal makna hidup sebenarnya. Delisa, pengidap kanker stadium tiga. Hidupnya terlihat sama seperti anak-anak sekolah lainnya. Bermain, ceria, riang, terasa tanpa beban. Padahal hidupnya tidak akan lama lagi. Karena sakit yang ia sembunyikan dari banyak orang itu.

Di sekolah, Delisa membawa kotak kecil berisi jam tangan yang sudah ia bungkus rapi dan indah. Hadiah kecil untuk orang yang berjiwa besar menurutnya. Farhan, kakak kelas yang paling tampan dan popular. Siapa yang tidak menyukainya?

Dekat perpustakaan, Delisa melihat Farhan bersandar di samping pintu sambil celingak-celinguk seperti ada yang ditunggu. Dengan percaya diri, Delisa menyerahkan keberaniannya penuh untuk memberikan kado itu. Tapi langkahnya mati. Setelah Dini, senior yang sok berkuasa di sekolah muncul tiba-tiba dan langsung memeluk Farhan dengan mesra. Mereka sangat bahagia. Mungkin mereka pacaran? Entahlah. Delisa kecewa. Riangnya pudar begitu saja. Kado yang ia bungkus selama tiga jam itu pun jatuh tak berharga.

Edo, teman sekelas Delisa, yang juga seorang penyanyi jebolan sebuah audisi pencarian bakat di salah satu stasiun televisi ternama, menyaksikan kesedihan terdalamnya. Edo sudah lama mengagumi sosok Delisa karena sifat dan sikapnya yang selalu ceria, tersenyum, ramah dan punya semangat hidup yang tinggi. Sebagai pengagum rahasia, Edo sangat menjaga perasaan Delisa, takut kalau Delisa tahu, Delisa pasti marah. Delisa tidak suka dilebih-lebihkan. Delisa suka yang biasa saja.

Sepulang sekolah, Delisa berjalan lemas, badannya panas, wajahnya pucat. Lalu ia pingsan. Edo yang berada di lokasi terdekat, lantas berlari, membantu Delisa, menggendongnya panik sambil teriak minta tolong pada yang lain. Di rumah sakit. Edo seharian menemani Delisa yang belum juga sadarkan diri. Belum ada keluarganya yang datang menengok. Hanya ada Edo, Indri dan Fia, sahabat-sahabat Delisa.

Edo berjalan keluar ruangan.

“Do, kamu mau kemana?” Tanya Fia.

“Aku mau di luar aja Fi. Kalau Delisa udah sadar, tolong panggil aku ya di depan.”

Indri dan Fia tahu kalau Edo sebenarnya menyayangi Delisa lebih dari seorang teman. Mereka tahu itu dari perjuangan Edo membawa Delisa ke rumah sakit dan keadaannya sangat mengkhawatirkan kondisi fisik Delisa.

Edo melamun di sepanjang koridor. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Bermain gitar dan menyanyikan lagu ‘Kaulah Segalanya’ by Kerispatih. Dedikasinya untuk kesembuhan Delisa.

Indri dan Fia panik bukan main, karena Delisa dinyatakan kritis. Fia langsung menelepon Edo dan memberikan kabar itu. Mengetahuinya, Edo lekas pergi, berlari sekuat tenaga sambil membawa gitar menuju rumah sakit. Setelah sampai, Edo menangis. Karena mendapati kedua orang tua Delisa yang menangisi kesakitan anaknya. Fia merangkul Edo, menyabarkan hatinya agar tidak pedih.

Indri keluar, disusul Fia lalu Edo. Mereka bertiga berjalan berurutan menuju taman rumah sakit.

Itu 3 tahun yang lalu.

Sekarang Delisa tidak mempunyai rambut. Tapi ada wig cantik yang membuatnya terlihat seperti abg lagi. Seperti memiliki rambut sehat dan akan hidup lebih lama lagi. Edo bermain gitar sambil bernyanyi, Fia dan Indri ikut sebagai backing vocal. Delisa hanya tersenyum bahagia mendengarkan lagu yang dinyanyikan sahabat-sahabatnya.

“Fia sayang sama Delisa.” Fia memeluk Delisa.

“Indri juga.” Sambung Indri.

“Akuuu, aku juga.” Edo mau peluk tapi dihalangi Fia.

Keesokan harinya. Delisa sedang menikmati panas segarnya mentari pagi. Ada yang menekan bel, Delisa pun menghampirinya. Dari dekat gerbang, terlihat sosok di depannya adalah Farhan. Cinta pertamanya tiga tahun lalu di SMA.

“Ada apa kesini?”

“Del. Aku…”

“Maaf kak, aku lagi sibuk. Jangan datang kesini lagi ya.” Delisa membalikkan badan. Ia tak sanggup melihat orang yang dicintainya dulu.

“Kenapa? Del, please aku mau ngobrol sebentar sama kamu.” Farhan memohon sambil berusaha membuka gerbang rumah Delisa.

Setelah berhasil masuk, Farhan membatu. Air mata penyesalannya mulai deras karena Delisa melepas wig dari kepalanya.

“Aku gak akan hidup lebih lama lagi.”

Farhan memeluk Delisa erat-erat. Tangisannya tak berarti bagi Delisa. Meski cinta pertama tetap untuknya, tapi cinta sejati belum tentu menjadi miliknya juga.

“Maafin aku del. Andai aja aku tau dari dulu kalau kamu sakit. Aku akan selalu ada di dekatmu.”

Delisa melepas paksa pelukan basi Farhan.

“Maaf juga kak. Gak perlu kakak tau. Aku punya orang-orang yang tulus menyayangi aku tanpa alasan apapun.”

Delisa masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya benar-benar. Lalu ke kamar, menghancurkan semua kenangannya di SMA, yang menyangkut tentang Farhan. Foto-foto, surat cinta, kado jam tangan, semuanya dilempar jahat.

“Aku benci, aku marah, aku kesel. Kenapa baru dateng sekarang? Kenapa?” Delisa menangis sambil berteriak.

Teringat segala kebersamaannya dengan Edo, Edo yang selalu menemaninya kemanapun, suka duka, susah senang. Indri dan Fia, dua sahabat yang sangat baik hatinya. Mereka tiada akhir. Mereka adalah cinta dari tuhan. Mereka orang-orang yang menghargai hari-hari Delisa sebelum waktunya Delisa pergi untuk selamanya.

Beberapa hari kemudian. Delisa diajak jalan-jalan sama Indri, Fia dan Edo. Mereka ke pantai, ke dufan, ke taman mini. Tak sedikit pun terlintas di pikiran mereka kalau Delisa sedang sakit. Disana, mereka terasa memiliki hidup sepenuhnya. Mereka bercanda, berbagi, berbuat baik dan bersenang-senang. Tapi senyuman Delisa tidak lepas, Edo tahu itu berbeda.

“Kamu kenapa Del?” Tanya Edo.

“Aku gak papa kok.”

“Kalau kamu mau ice cream kayak gini (menyodorkan ice cream ke hidung Delisa) boleh kok. Hehehehe.”

“Hey. Jahat.” Hidung Delisa lucu seperti hidung badut. Ada tandanya.

Pulang dari jalan-jalan, Delisa sampai di depan rumah. Setelah mobil Edo melaju kencang dan tak terlihat jejaknya. Tiba-tiba seseorang datang mengejutkannya.

“Delisa.”

“Kakak lagi.”

“Aku punya ini buat kamu.” Farhan memberikan sebuah kotak besar.

Delisa membukanya. Surat-surat cinta Delisa buat Farhan. Ternyata itu disimpan rapi oleh Farhan. Delisa kira Farhan tidak membacanya sama sekali atau bahkan malah membuangnya setelah menerima. Tiga tahun. Tiga tahun kenangan cinta pertama itu dibangunkan lagi. Delisa muak. Delisa mengembalikan kotak itu.

“Ini buat kakak. Jangan dikembalikan. Kalau mau, buang aja.”

Delisa masuk ke dalam rumah, di depan pintu, Delisa pingsan lagi setelah sekian lama kekebalan tubuhnya meningkat baik.

“Del.” Farhan panik tingkat menara Eiffel.

Kotak itu ia jatuhkan tanpa sadar.

Di kamar. Farhan duduk di samping Delisa, berharap Delisa bangun dan melihat orang yang menyelamatkannya adalah cinta pertamanya. Tak lama kemudian, Indri, Fia dan Edo datang. Mereka diberitahukan orang tua Delisa.

“Kak Farhan.” Kata Fia.

Mereka tak menduga. Farhan ada bersama Delisa.

Emosi Edo mulai mengaum. Ditariknya tubuh Farhan keluar kamar dan menghajar habis sampai Edo merasa puas. Itu saja belum cukup untuk membalas sakit hati Delisa yang dikecewakannya selama tiga tahun belakangan.

“Edo, berhenti. Edo udah do. Jangan bertengkar disini.” Fia meringankan sakit kepala Edo yang sempat naik.

“Awas ya loe, berani muncul di hadapan Delisa lagi, gue…”

“Gue apa? Gue terlanjur jatuh cinta sama Delisa gitu.”

Satu pukulan di wajah untuk pernyataan yang benar yang diucapkan Farhan barusan.

Pagi hari yang cerah. Suasana berbeda karena di kamar Delisa penuh banyak orang. Ada Indri dan Fia yang tidur di bawah. Mama di sofa dan Papa yang terbaring nyenyak di pojokan. Ada Edo juga yang duduk tertidur di pinggir kasur.

Delisa bangun dengan rasa haru. Ia lihat satu per satu orang-orang yang menyayanginya dan dicintainya itu.

“Banguuun. Woy udah pagi nih. Delisa lapeeer.”

Teriakan Delisa membangunkan jahat seisi kamar. Mereka melongo. Delisa senyam-senyum tak ada dosa.
Siang harinya, mereka bernyanyi lagi di halaman depan rumah. Orang tua Delisa menyediakan banyak makanan dan minuman. Di tengah lagu, orang-orang menghilang, tersisihkan hanya Edo dan Delisa berdua. Lagu ‘always be my baby’ by David Cook mewakili perasaan Edo untuk nembak Delisa diam-diam. Tapi Delisa memang sangat percaya diri, bahkan percaya dirinya itu melewati batas.

“Kamu suka ya sama aku?” Tanya Delisa sambil menatap Edo dalam-dalam.

Edo tercekik. Susah bicara. Tak ada kata yang sanggup memisahkannya dari kedua mata Delisa.

“Kalau cinta pertama kamu itu Farhan. Cinta pertama aku itu kamu.”

Delisa mengkerutkan dahi. Ia lesu mendengar nama cinta pertama di masa lalu itu. Farhan. Disebut-sebut lagi. Membosankan!

“Jangan pernah sebut nama itu lagi. Okey.”

“I-iya del.”

Ide ide. Dengan gitar simfoni terbaik, Edo menyanyikan lagu ‘Wajahmu Mengalihkan Duniaku’ by Afgan. Delisa tersenyum malu.

Tak lama kemudian. Delisa dibawa ke rumah sakit, tubuhnya sangat lemah. Ia mengalami koma. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan. Delisa belum juga sadar. Dalam sebuah mimpi, Delisa menemui Fia. Saat itu, Delisa mengatakan bahwa dirinya ingin pulang, pulang kembali ke sisi tuhan atau kembali ke dunia bersama orang-orang yang mencintainya. Tapi ada satu hal yang masih memikulnya dan itu yang membuat berat. Farhan. Delisa ingin Farhan melepaskannya dan merelakannya bersama yang lain. Lupakan kisah cinta pertama itu. Tak ada lagi surat cinta, jam tangan. Yang ada hanya cinta untuk kehidupan, hidup di dunia dan di keabadian.

Mimpi itu membawa Fia untuk mendatangi Farhan ke rumahnya. Setelah menjelaskan soal mimpinya semalam pada Farhan, Farhan tak terima.

“Delisa itu masih cinta sama gue. Loe gak ada hak buat ngelarang gue memperjuangkan cinta pertamanya. Ngerti.”

“Eh, asal loe tau ya. Delisa itu udah lama banget ngubur perasaannya ke loe. Loe sih, sok kegantengan, sok popular. Sekarang aja, ngejar-ngejar delisa. Kemana tiga tahun yang lalu. Mati loe ya. Kok bisa hidup lagi? Ajaib.”

Farhan membelalak, ia kesal atas sindiran Fia yang menyinggungnya.

“Apa loe? Mau berantem sama cewek? Rok mini loe.” Ujar Fia.

Beberapa jam kemudian. Farhan menjenguk Delisa di rumah sakit. Yang lain menunggu di luar. Sementara Edo masih tertidur pulas di sofa kamar rawat. Farhan menghiraukannya.

“Hay de. Jangan marah sama aku lagi ya. Aku masih cinta pertama kamu kan? Kalau begitu. Aku gak papa. Aku ikhlas, aku rela. Aku percaya, Edo adalah cinta sejati kamu. Udah ya de. Aku cuma mau bilang itu aja. Aku minta maaf untuk empat tahun lalu. Kamu cepet sadar ya de, sembuh terus sehat lagi. Aku mau kok dateng ke pernikahan kamu sama Edo. Aku tunggu ya de.”

Farhan melangkah pergi. Keluarnya dari kamar disambut biasa saja oleh orang tua Delisa, Indri dan Fia. Tak lama, Delisa pun sadar. Setelah empat bulan koma. Edo terbangun gembira. Ia semangat memanggil dokter dan suster untuk mengecek keadaan Delisa. Mama, Papa, Indri dan Fia semuanya buru-buru masuk ke kamar. Farhan bersyukur, ia memang harus melepaskan Delisa, merelakan Delisa untuk jatuh cinta lagi.

Beberapa bulan kemudian. Edo dan Delisa menikah. Lalu mereka memiliki seorang anak laki-laki. Di usia Fedi (Fia, Edo, Delisa, Indri) yang ketiga tahun, Ibunya (Delisa) pun meninggal dunia. Sebagai single father, Edo menjadi ayah sekaligus ibu bagi Fedi. Ada kakak nenek yang senantiasa menjaga dan melindungi Fedi. Hidup untuk cinta. Meninggalpun dengan cinta. SEKIAN


Petra Sihombing as EDO 
 
Nina Zatulini as DELISA

 Nadya Almira as FIA

 Wichita Satari as INDRI


Nino Kayam as FARHAN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar