Rabu, 09 Oktober 2013

Afgansyah Reza - SABAR #SabarGan Cerpen 5



ALINA DAN ESSA

“Al, alina, jangan loncat al. Loe punya gue, sahabat-sahabat loe. Please jangan lakuin itu al.” Diba terus-menerus membujuk Alina agar ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri.

Entah apa alasan Alina ingin mengakhiri hidupnya. Berada di lantai paling atas gedung kampus, membuat seluruhnya panik dan gemetar. Alina akan mencabut nyawanya sendiri. Teriakan banyak orang. Itu yang terakhir kali Alina dengar.

Diba menceritakan kenangan pahitnya pada Nadya. Nadya adalah ibu dua anak dari hasil pernikahannya dengan Essa, cinta pertama Alina. 6 tahun yang lalu, saat masih menyandang anak kampus. Alina memberikan seikat bunga pada Essa karena Alina telah tertipu salah seorang temannya, Bayu. Bayu berbohong, Bayu bilang Essa sangat menyukai bunga, padahal tidak sama sekali. Semenjak kejadian memalukan itu, Alina simpan muka. Ia sering menyendiri, melamun dan cuek. Diba tidak terima atas perlakuan Bayu. Kemudian Bayu memohon Essa untuk berbaik hati pada Alina. Meskipun terpaksa, Essa mau melakukan apapun agar Alina kembali seperti biasanya.

Di jembatan dekat kampus. Essa melihat Alina jalan kaki sendirian. Ia pun menghampiri.

“Alina. Hey.”

Alina menoleh dan biasa saja.

“I’m sorry.”

“Buat apa?”

“Buat yang waktu itu. Bunga bunga.”

“Oh.” Alina berjalan cepat.

Essa menyusul.

“Ini sebagai gantinya.” Sekotak cokelat Essa berikan pada Alina.

Alina menerimanya dengan tersenyum.

“Tapi gue minta bunganya ya. Masih ada kan? Hehe”

Essa menyebalkan, dalam hati Alina.

Pagi berikutnya. Alina melewati kelas Essa. Beberapa anak perempuan menatapnya kejam.

“Ih kalau gue jadi Alina sih, mending gue cuti kuliah dulu deh, daripada gue ngampus. Terus liat surat cinta gue dipajang di lapangan, segede itu lagi. Jelas banget isinya. Uuh malu-maluin.”

Alina bergegas ke lapangan. Melihat spanduk surat cintanya. Surat cinta buat Essa. Alina loncat-loncat meraih spanduk itu tapi karena terlalu tinggi, Alina sampai jengah.

“Eh, ini kerjaan siapa woy? Bilang sama gue. Nyebelin banget sih.”

Essa sudah berdiri di pinggir lapangan. Tak ada yang bisa menebak perasaannya. Diba datang terkejut.

“Alina. Siapa yang ngelakuin ini?”

“Gak tau, Diba. Buruan bantuin gue ngambil spanduknya.”

“Aduh susah nih. Spanduknya yang ketinggian apa kitanya yang pendek sih?”

“Hahahahahaha diba oon. Dua-duanya.”

Alina dan Diba menciptakan lelucon. Mereka tertawa bersama, menyentuh pikiran Essa.

Di kantin. Alina dan Diba tiba untuk makan siang. Mereka melihat Bayu sedang membagikan surat ke anak-anak yang ada di kantin.

“Ini nih, buat loe, buat loe juga. Buat yang belum baca surat cintanya Alina, ada di gue, masih banyak stocknya, tenang aja. Hahahaha”

Alina kesal, Diba mengusap punggung Alina, berharap Alina sabar. Lalu Diba melangkah cepat ke arah Bayu, menyiramnya dengan jus jeruk yang ada di meja dan Byurrr. Bayu basah kuyup + malu.

“Ini belum cukup ya, buat bikin loe jera. Dan gak usil lagi jadi cowok. Tugas loe itu disini kuliah, belajar. Bukan buat jadi tukang gossip. Dasar cowok gak berkualitas. Gak ada harganya sama sekali. Murahan tau gak loe. Najisss.”

Alina terharu. Diba rela menyidang Bayu untuk membelanya.

“Sahabat gue, Alina. Dia itu terlalu baik sama loe. Loe gak inget ya, waktu loe ospek, siapa yang bantu loe bikin nametake? Hah. Terus waktu motor loe mogok di depan kampus, siapa yang bantu loe dorong? Alina kan? Mati mendadak loe, diem aja kayak kutu ditindes.” Diba pun pergi.

Anak-anak di kantin yang mendapat foto copyan surat cinta Alina dari Bayu langsung melemparkannya balik. Mereka memihak Diba.

Sepulang kuliah, Alina memotret dengan tema ‘anak jalanan’. Dari dalam mobilnya, Essa melihat Alina di dekat lampu merah. Essa ke pinggir dan memarkir mobilnya. Ia turun lalu menghampiri Alina.

“Alina.”

“Essa.” Alina terkejut.

“Loe ngapain disini?” Lanjut Alina.

“Tadi gue lewat terus gak sengaja liat loe. Loe sendiri ngapain?”

“Gue lagi foto-foto mereka.”

“Hhm. Mau pulang jam berapa? Bareng gue yuk?”

“Gak usah deh. Gue masih lama kayaknya disini. Loe duluan aja.”

“Ooh gitu. Ya udah deh.”

Essa menghilang. Sudah diduga, Essa pasti tidak akan mau menemaninya selama di jalanan. Alina melanjutkan hobbynya. Ia merasa ada dunia baru yang berbeda dari anak-anak jalanan. Mereka masih bisa tersenyum di atas kesulitan mereka. Meskipun begitu, mereka tidak putus asa, mereka hanya tawakal dan tetap semangat menjalani hidup. Tapi ada beberapa dari mereka yang criminal, itu hanya salah pilih cara hidup. Pada dasarnya setiap manusia itu berhati baik.

Senja sudah pergi. Alina menghampiri sebuah mobil kijang yang terparkir di pinggir jalan. Alina mengenal mobil itu, ia melihat ada orang yang tertidur di dalamnya. Essa, itu Essa.

“Essa woy. Bangun. Mobil loe parkir sembarangan. Oon. Malah tidur lagi. Kayak gak punya rumah aja.” 
Alina mengetuk jendela mobil.

Essa bangun dan keluar.

“Alina. Apaan sih. Gue nungguin loe tau daritadi. Loe kelamaan sih, gue sampe ketiduran di mobil. Hoaaaam.”

Alina tersanjung.

“Masuk yuk.” Essa menuntun tubuh Alina sampai masuk ke dalam mobil.

Mobil itu melaju kencang. Setibanya di sebuah restoran. Mereka makan dengan lahap.

“Loe kelaperan ya?” Tanya Essa.

“Kalau iya kenapa?”

“Gak papa. Udah gendut juga, ntar tambah gendut loh.”

Alina memijat pipinya, memastikan apa benar dirinya agak gendut.

“Apa iya? Aaaah. Masa?”

“Iya. Tuh gendutnya disitu.”

“Dimana?”

“Disini.” Essa memainkan hidung Alina dengan jari kelingking kanannya.

Alina merasa di sayangi. Ada apa ini? Pikirnya.

“Apa jangan-jangan Essa juga suka ya sama gue? Ya allah, aamiin aamiin.” Dalam benak Alina.

Keesokan harinya. Alina memarkir sepedanya di parkiran khusus sepeda. Tiba-tiba Essa lewat dan aroma pesonanya membuat Alina ceroboh sampai-sampai sepedanya jatuh dan menubruk sepeda-sepeda lain. Alina kebingungan.

Di lokernya, Alina menemukan memo bertuliskan ‘Aku tunggu di jembatan, sekarang’ Alina lekas ke tempat tujuan.

“Essa.”

“Hey, Alina.”

“Ada apa?”

“Gak ada apa-apa kok. Kenapa? Gak suka ya?”

“Suka kok, dari dulu. Hehehehe” Jawab Alina pelan.

Essa tak sanggup untuk menyampaikan kalimat jujur. Ia takut kalau Alina akan kecewa. Karena akhir-akhir ini Essa bisa merasakan cinta Alina yang tulus dan sederhana untuknya. Cinta yang murni, yang bersih, yang masih belum pantas kalau harus disakiti. Terlalu cepat kalau harus berhenti samapi disini. Essa masih ingin melihat tingkah aneh Alina setiap kali bertemu dengannya. Sikap apa adanya, ceria, menyenangkan dan lucu.

“Alina.”

“Iya.”

“Ini.” Essa memberikan sebuah undangan cantik padanya.

“Apa?”

Alina membaca dua nama yang tertera dalam undangan tersebut. Essa dan Nadya. Pertunangan akan dilaksanakan minggu depan. Air mata Alina langsung berjatuhan. Dadanya sesak dan hatinya menahan sakit.

“Jangan lupa dateng ya.” Essa mengelus kepala Alina. Lalu pergi.

Di belakang Alina, Essa mulai menangis berat.

Kembali ke Diba dan Nadya.

“Setelah tau Essa bakal tunangan sama loe, Alina jadi rapuh. Dia mulai jarang makan dan kurang semangat di kampus. Setiap ketemu Essa, dia pasti sembunyi. Dia takut kalau dia susah ngelupain Essa. Pas di acara pertunangan itu. Alina gak mau dateng. Tapi Bayu maksa. Akhirnya Alina dateng sama gue.” Jelas Diba.

“Dan saat itu, Essa sempet bilang sama aku kalau Alina itu cinta pertamanya.” Kata Nadya.

“Iya, wajar aja. Mereka sekelas dari SMP, SMA sampe kuliah pun mereka satu kampus juga.” Ujar Diba.

Setelah pertunangan Essa dan Nadya, Alina mulai sakit-sakitan. Beberapa bulan sakitnya semakin parah dan ia tidak ingin sembuh. Meski Bayu sering mengajaknya ke dokter, obat-obat pun tak diminumnya. Setahun kemudian, tepat di hari pernikahan Essa dan Nadya. Alina mencoba bunuh diri dari lantas atas kampus. Hingga akhirnya ia pun tak terselamatkan.

Di rumah Alina. Semua barang-barangnya diperiksa Bayu dan Diba. Beberapa buku diary yang sejak SMP sampai saat ini pun, masih ada, tersimpan rapi di box besar dekat lemari. Tak ada satu lembar pun yang tanpa nama Essa. Di tulisan terakhir, di halaman tengah. Alina menuliskan tentang permohonan maafnya pada Tuhan (Allah SWT). Alina sadar Alina berdosa. Karena ia telah mencintai seseorang berlebihan. Meski alasannya bunuh diri bukan karena Essa, melainkan karena ia tidak ingin merepotkan banyak orang untuk terus merawatnya selama ia sakit. Alina sudah banyak meminta ampun. Ia bersujud setiap waktunya. Berharap Tuhan memanggilnya segera. Ketika saatnya tiba, Alina tidak akan pernah menyentuh hidup Essa dan Nadya.

Tepat di hadapan makam Alina Sadrian. Diba menceritakan kisah nyata kematian tragis sahabatnya itu. Nadya, yang kini single mother karena Essa kecelakaan dan meninggal dunia disaat ia sedang merawat dua buah hati bukti cinta Essa yang masih kecil-kecil. Diba berharap, Nadya menjadi tangguh dan kuat. Nadya harus berjuang hidup sampai sebaik-baiknya kematian menjemput. Membesarkan dua cinta Essa dan ruh Alina yang selalu ada di sekitarnya. Nadya merasakan keberadaan Alina setiap ia bersama anak-anaknya. Mungkin Alina juga menyayangi Dinda dan Dandi (anak Essa dan Nadya). Pada akhirnya mereka akan bertemu di kehidupan yang abadi. SEKIAN.


Inspired by Afgansyah Reza (SABAR)

 A Blog by Delisa Novarina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar